30th: GLASS & HOPE
“Hyungwon, kau terlihat gelisah. Ada apa?” tanya Hyunwoo dan memberikan segelas kopi pada polisi muda yang lama hilang itu. Hyunwoo tidak mau bertanya macam-macam tentang bagaiaman kehidupan Hyungwon saat diculik –atau mungkin lebih tepatnya dirawat, oleh Black Rabbit.
“T-tidak apa-apa, sir.” Jawab Hyungwon kaget saat mendapati pria berkulit eksotis itu kini sudah duduk disampingnya dengan tenang dan dua cangkir kopi.
“Tidak usah terlalu formal. Santai saja.” Hyunwoo mencoba menyamankan suasana. Dia lalu melihat Hyungwon hanya menganggukkan kepalanya canggung.
Bahkan tanpa perlu diberitahu sekalipun, Hyunwoo sudah dapat menebak apa yang membuat Hyungwon gelisah. Mungkin kegiatan eksekusi yang akan dilaksanakan atau karena dia khawatir dengan keadaan saan ini.
“Kau bisa berbagi kisah jika padaku jika ingin.” Hyunwoo mencoba menjadi kakak yang baik disini. Sejauh yang dia tau tentang Hyungwon, lelaki bermarga Chae ini adalah sosok baik dan disiplin terhadap tugasnya. Apalagi sekarang dia berperan besar menangkap sosokpaling berbahaya di dunia gelap, Leader Black Rabbit.
Hyungwon terlihat hanya menatap Hyunwoo dengan rasa penasaran, “Hei sir, bagaimana caramu memandang Black Rabbit?”
Hyunwoo menghentikan tegukan kopinya kala pertanyaan itu meluncur dari bibir Hyungwon. Si penanya hanya memberikan sebuah ekspresi datar tanpa mau repot-repot membuat ekspresi penasaran, namun itu lah yang menurut Hyunwoo terlihat seram.
Mungkin kah terlalu lama bersama Black Rabbit membuat pribadinya juga sedikit demi sedikit berubah?
“Hmm.. Organisasi yang jahat? Mereka memperlakukan manusia seperti binatang, membunuh mereka hanya demi kesenangan dan keuntungan pribadi. Aku memandang mereka sebagai manusia yang rendah, mirip seperti barbar.” Hyunwoo menghela napasnya saat dia berhasil menyelesaikan kalimat yang lumayan panjang itu.
Namun hal selanjutnya yang di lihat Hyunwoo adalah ekspresi Hyungwon yang berubah, nampak lelaki manis itu sepertinya kurang setuju. Dia mengkerutkan keningnya menatap Hyunwoo seolah berkata ‘Maksudmu?’
“Menurutku mereka bertindak sesuai dengan situasi. Jika mereka tidak diganggu gugat, mungkin mereka tidak akan sebrutal ini. Mereka melakukan pekerjaan mereka dengan cukup bersih, tentang pembunuhan pun begitu, mereka juga tidak mau mengotori tangan jika hanya demi kesenangan. Kau tau? Kebanyakan pembisnis yang mati karena Black Rabbit juga adalah pembisnis di dunia gelap, mereka pantas mati seperti itu.” Hyungwon menjelaskan dengan sangat santai dan bahkan tanpa mau menatap Hyunwoo.
Kini si pendengar terlihat menatapnya menyelidik dan Hyungwon tidak peduli akan hal itu, dia kemudian menghempaskan gelas yang tadi ditangannya dengan keras ke meja. “Jadi maksudmu Blak Rabbit itu bukan tempat berbahaya?” tanya Hyunwoo dengan ekspresi yang Hyungwon yakin sepertinya pria ini mulai membencinya.
“Bukan seperti itu, hanya saja menurutku kita harus berkaca pada diri masing-masing.” Sahutnya masih dengan sangat santai. Bahkan dia pura-pura tidak peduli dengan gemelutuk gigi yang dihasilkan oleh Hyunwoo.
“Jangan katakan jika kau memihak mereka dan sekarang ragu untuk melakukan eksekusi.”
Hyungwon sudah terbiasa meladeni kalimat-kalimat bernada sinis atau pun licik seperti itu, Hyunwoo tidak lebih menyeramkan daripada adik-adik Wonho.
“Jangan bercanda, aku sudah sangat siap dengan hari-H eksekusinya.” Balas Hyungwon menatap tak kalah tajam. Hyunwoo terdiam dan mendecih pelan, rencananya untuk membuat Hyungwon takut atau gugup rupanya gagal. Lelaki jangkung itu berkembang lebih pesat dari yang di perkirakan.
Hyungwon kemudian bangkit dari kursinya, dia meregangkan otot-otot tubuh kemudian menatap Hyunwoo dengan tatapan yang sulit diartikan. Mungkin seperti tatapan sedang meremehkan seseorang?
“Sepertinya, Kihyun lebih baik tanpamu karena di Black Rabbit dia lebih merasa bebas dan bahagia.” Bisiknya dengan sangat berani.
Hyunwoo hampir saja mengumpat kasar di hadapan Hyungwon jika saja dia tidak sadar akan tempat dan posisinya saat ini. Namun dengan tatapan kesal dia kembali bersuara, “Apa maksudmu berkata seperti itu?” dia menyelidik sekali lagi.
“Black Rabbit bahkan lebih menyenangkan dari pada di kepolisian, jadi kau tidak perlu khawatir dengan Kihyun. Aku permisi.” Hyungwon mengucapkan itu tanpa takut sedikit pun Hyunwoo akan membocorkan hal ini dan berakibat buruk pada hidupnya.
Toh jika Hyunwoo macam-macam dia juga bisa melaporkan Hyunwoo karena sudah menjalin hubungan dengan Kihyun, iya kan?
Ahh indahnya hidup Hyungwon, dimanapun dia berada nasib baik pasti memihak padanya.
***
Lagi lagi lagi dan lagi. Kakinya selalu saja melangkah ke ruangan dimana Wonho di tahan. Hyungwon tidak berpikir untuk pergi setiap hari ke tempat ini hanya saja dia mulai merasa bosan karena tidak ada yang bisa diajak berbicara dan menemaninya.
Berbeda dengan saat dia di Black Rabbit, selalu ada saja eksekutif yang akan mengekorinya kemana-mana, seperti Younghye misalnya yang selalu tiba-tiba muncul jika dia sendirian atau Kihyun yang melakukan perawatan dan sesekali menawarkan itu padanya.
Katakan saja jika Hyungwon merindukan para eksekutif bodoh itu.
Slakk!
Slak!
Hyungwon mendengar suara cambuk dan rintihan seseorang di dalam sana. Bergegas dia berjalan karena merasa tidak enak, firasatnya kurang bagus untuk hal ini. Dan benar saja, saat dia sampai didepan pintu ruangan tersebut, dua orang polisi berjaga dengan senjata masing-masing.
“Biarkan aku masuk!” Ujar Hyungwon menatap kedua polisi itu dengan tatapan tajam. Mereka berdua saling pandang-pandangan seolah bingung harus menyetujui Hyungwon atau tidak. Namun Hyungwon bukan tipe penyabar, dia lebih memilih untuk mengulang kata-katanya sekali lagi.
“Biarkan aku masuk!” kali ini terdengar lebih keras dan tentu saja Hyungwon marah karena dia seolah tidak dipedulikan disini. Yang benar saja, memangnya siapa yang memiliki peran besar menangkap Wonho? Tentu saja, Chae Hyungwon!
“Tapi sir—“
“Tidak ada tapi-tapian atau aku akan masuk paksa.” Potongnya cepat dengan nada dingin. Pribadinya benar-benar berubah drastis karena terlalu lama bersama Black Rabbit.
Pintu pun dibuka dan menampakkan beberapa orang di dalam sana. Hal yang paling membuat Hyungwon merasa sakit adalah ketika Wonho hanya diam merasakan cambukan-cambukan keras itu di punggungnya. Pria putih tersebut lebih memilih untuk hanya diam meskipun darah mulai mengalir di punggungnya.
“Apa yang kalian lakukan?” Lirih Hyungwon pelan kala melihat perlakuan tersebut. Sungguh dia tidak tau jika Wonho diperlakukan separah ini.
“Siapa yang memberi perintah?” sambungnya lagi dengan pelan.
“Sir Hyunwoo.” Jawab salah satu dari mereka dan seketika Hyungwon menggertakkan giginya marah.
Kenapa?! Padahal Wonho sudah dipastikan untuk di eksekusi, lalu untuk apa lagi melakukan penyiksaan? Bukankah Jooheon juga sudah meminta maaf untuk hal ini?
“Keluar sekarang juga.” Ucap Hyungwon mencoba untuk tidak lebih jauh trmakan emosinya. Namun sepertinya para polisi itu enggan karena mereka mendapat perintah ini dari seorang Son Hyunwoo, mereka hanya takut sesuatu yang buruk akan terjadi jika mereka ketahuan membangkang.
“Kalian bahkan lebih buruk dari mereka. Apakah Black Rabbit selalu menyiksa seperti ini? Mereka hanya menembak kemudian meninggalkan mayatnya. Itu terlihat lebih baik dari pada apa yang kalian lakukan saat ini.” desis Hyungwon dengan tatapan tajam.
“Cepat keluar! Katakan padanya bahwa aku yang memberi perintah!” kali ini Hyungwon murka. Bukan karena apa-apa, dia tidak suka diabaikan ketika dia memberikan perintah.
Dia bukan Hyungwon yang dulu, yang selalu mendengarkan perintah dari atasannya. Hyungwon yang sekarang selalu memberi perintah dan akan dituruti oleh bawahan-bawahan setianya. Jadi mendapatkan suatu pembangkangan ini tentunya membuat dia geram setengah mati.
Mereka yang melihat Hyungwon seperti itu pun langsung pamit mengundurkan diri dan berlalu melewati Hyungwon begitu saja.
“Jika ada yang menguping, akan ku potong kuping kalian.” Ujar Hyungwon menambahkan sebelum mereka benar-benar keluar.
Lelaki manis itu kemudian berjalan dan mendekati sel dimana Wonho terkurung. Tampak pria dengan darah di tubuhnya itu bernapas tak teratur, rasa sakit yang dia rasakan tidak main-main.
“Apa yang kau lakukan hanya diam? Kau membuatku kecewa.” Hyungwon memegangi sebuah jeruji dan mencengkramnya dengan sangat kuat. Lelaki manis tersebut tidak mendapatkan respon dari Wonho, dia –Wonho, hanya terdiam dan terus mengatur napas.
Hyungwon tau jika itu rasanya sangat menyakitkan. Dia dapat melihat bekas cambukan pada tubuh putih itu, kini kulit putih yang biasa Hyungwon lihat sudah berubah menjadi biru dan bercampur darah.
Bruk
Wonho kemudian ambruk ke lantai dan tidak sadarkan diri.
Mata Hyungwon membelalak melihatnya.
“W-wonho!”
***
Prang!
Sebuah gelas pecah akibat senggolan dari Hyerin. Gadis tertua di Black Rabbit itu kaget sekaligus cemas. Kedua saudara tirinya menghampiri dan ikut berjongkok melihat apa yang terjadi.
“Bukankah ini gelas milik Wonho?” tunjuk Younghye saat melihat gelas berwarna hitam bercorak abu-abu itu sudah pecah menjadi berbagai bentuk.
“Y-younghye.. Jangan menakutiku.” Hyerin memasang wajah paling cemas yang dia punya. Sekarang gadis itu sudah bisa menampakkan ekspresi-ekspresi yang lebih rumit, berterimakasihlah kepada Hyura dan Younghye.
“Aku tidak menakutimu, itu memang gelas Wonho.” Bela Younghye lagi dengan tidak pekanya. Ya, dia benar-benar tidak peka dengan ekspresi horror milik kakak tirinya itu.
“Bagaimana ini? Aku punya firasat buruk.” Hyerin panik namun sepertinya dua adik tirinya tidak ada masalah dengan itu.
“Jika kau senang menonton drama-drama alay, mungkin itu adalah pertanda seseorang akan mati atau sesuatu yang buruk menghampirinya.” Celutuk Kwangmin yang entah dari mana tiba-tiba juga ikut berjongkok bergabung dengan gadis-gadis Black Rabbit.
“Kau sedang menyindir acara kesukaan Kihyun?” selidik Hyura menatap tajam ke arah Kwangmin dan pria itu hanya bisa tertawa.
Kwangmin kemudian berdiri dan berjalan ke arah sofa yang disana juga ada Kihyun. Kihyun sedang maskeran tentu saja sedangkan Changkyun tak jauh dari sana sedang bermain game. “Tapi menurutku, tidak baik terlalu percaya dengan drama. Bahkan Kihyun pun tidak mempercayainya.” Ujar Kwangmin seraya meletakkan bokongnya pada sofa.
Mereka bertiga kemudian melihat Kihyun mengacungkan jempolnya namun lelaki berambut pink itu tidak bisa berucap karena maskernya sudah kering dan di matanya pun masih ada mentimun.
“Yasudah aku tidak peduli. Jika dia mati maka aku akan jadi leader.” Ujar Younghye kemudian ikut melemparkan diri ke sofa lainnya sedangkan Hyerin sibuk memunguti pecahan gelas di lantai. Sepertinya hanya Hyerin yang sedikit waras dari yang lainnya.
“Sudah ku katakan, Yuan atau aku yang akan jadi leader.” Sahut Kwangmin lagi dan mulailah perang perebutan kekuasaan tentang siapa yang paling pantas menjadi leader dari organisasi gila ini.
Hyura hanya terkekeh kecil dan menggelengkan kepalanya. Hyerin menatap Hyura dengan seksama, “Hei Hyura, apa kau pikir Wonho memiliki semacam rencana?” tanyanya dengan pelan.
Gadis yang namanya disebut langsung menoleh, “Tidak. Meskipun dia memiliki rencana, dia tidak akan bisa keluar dengan mudah. Apalagi disana ada Hyungwon.” jawab Hyura dengan santainya.
“Lalu jika Wonho benar-benar mati, bagaimana?” tanyanya dan kali ini dengan tatapan yang lebih tajam.
Hyura lalu mengusap dagunya pelan,
“Mau bagaimana lagi? Mati ditangan Hyungwon, mungkin tidak akan terlalu menyakitkan baginya.”
***
“Wonho.. Wonho!”
Hyungwon tidak tau harus berbuat apa, yang bisa dia lakukan hanyalah memanggil nama Wonho berulang kali dan berharap agar pria itu bisa bangun.
“Wonho—Maafkan aku..Wonho.. Cepat bangun.” Lirihnya kemudian menangis seray menyatukan kepalanya dengan jeruji pembatas antara Wonho dan dirinya.
Hyungwon tidak memiliki permintaan yang macam-macam, yang dia inginkan hanyalah melihat Wonho sadar dan melihat lagi senyuman pria itu. Tidak ada hal lain yang diinginkannya.
Yang Hyungwon inginkan hanyalah—
—bisa hidup dengan damai selamanya bersama Wonho dan adik-adiknya.
Apakah permintaannya sangat berat hingga hal ini terlihat sangat mustahil?
Hyungwon menangis lagi.
“Wonho... Maafkan aku.” Lirihnya sekali lagi.
Dia tidak munafik dan dia tidak akan mengelak.
Bagaimana perasaannya setelah menyerahkan Wonho ke polisi?
Hancur.
Semua yang terjadi bukan lah hal yang dia rencanakan. Hal yang sebenarnya ingin dia lakukan hanyalah membebaskan Jooheon, itu saja. Bukan menangkap Wonho. Tapi mau bagaimana lagi? Ini adalah kesalahan terbesar yang pernah Hyungwon buat dalam hidupnya.
Menjerumuskan seseorang yang dia cintai ke dalam kematian.
Mustahil Hyungwon bisa melepaskan Wonho karena jika itu dilakukan maka sama saja dia mengkhianati rekan-rekannya. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Tentu saja kematiannya.
Meski pun Hyungwon mulai bimbang antara siap dan tak siap dengan konsekuensi yang dia ambil. Namun satu hal yang pasti,
Dia tidak mau mati sekarang.
“Wonho—cepat buka matamu. Aku tau kau tidak selemah itu.” bisik Hyungwon yang sudah hampir putus asa.
Pria yang dari tadi dia panggil namanya itu sama sekali belum mau membuka mata. Hyungwon melihat darah di tubuh Wonho bahkan sudah mengering. Rasa sakit juga ikut menyambangi perasaannya kala melihat hal tersebut.
Mungkin setelah ini Hyungwon harus mendatangi Jooheon dan mengatakan hal ini. Dia harus meminta keringanan. Ya, keringanan. Setidaknya Wonho tidak harus tersiksa sebelum kematiannya. Baiklah tolong beri penekanan pada kalimat KEMATIANNYA.
“U-uh..” terdengar suara rintihan dari Wonho. Hyungwon langsung menghapus air matanya dan memegangi erat jeruji yang membatasi mereka.
“Hyungwon? Selamat pagi.” Ujar Wonho setelah matanya melihat wajah penuh air mata itu.
“Bodoh! Ini sudah sore.” Cibir Hyungwon namun dia tidak bisa memasang ekspresi selain ekspresi sedih sekaligus senang. Sedih karena keadaan Wonho namun senang karena akhirnya pria itu sadar.
“Kau menangis?” tanya Wonho kemudian sedikit demi sedikit beringsut mendekati Hyungwon. Kini mereka sudah sangat dekat dan hanya terhalang oleh jeruji.
Wonho memegangi tangan lelaki manis itu kemudian mengusapnya pelan. Hyungwon merasakan jika tangan Wonho kini sangat berbeda, sudah bukan tangan hangat dan lembut, yang ada hanyalah tangan yang mulai agak kasar dan tercium bau amis darah.
Hyungwon menangis lagi.
“Hei hei apa kau berpikir aku akan mati tadi?” Wonho mengusap air mata Hyungwon dan kini wajah lelaki manis itu mulai memerah akibat darah di tangan Wonho yang kering menyatu dengan air mata yang meluncur dari mata indahnya.
“Berhenti bersikap sok kuat.” lirih Hyungwon pilu.
Wonho hanya tersenyum kemudian tangannya berpindah untuk mengusap rambut Hyungwon.
“Pada akhirnya aku tidak bisa mengunjungi makam orang tuamu. Padahal kau sudah berjanji untuk memperkenalku pada mereka.” ucap Wonho kemudian menarik kepala Hyungwon dan menyatukan dari mereka meskipun Hyungwon harus merasakan dinginnya jeruji dengan pipinya. (Ada di book 1 bab Notes)
“Wonho—jangan membuatku terlihat semakin jahat.” Hyungwon memejamkan matanya kala air mata semakin deras mengalir. Sedangkan Wonho hanya tersenyum tipis kemudian mencium kening Hyungwon sekilas. Dia lalu kembali mengusak rambut lelaki manis yang tengah menangis itu.
“Kenapa kau tidak meninggalkanku?” tanya Hyungwon pelan kemudian menatap Wonho tepat di matanya.
“Padahal aku yakin kau memiliki kemampuan untuk itu.” sambungnya lagi.
Wonho hanya tersenyum tipis.
“Dengar, Hyungwon.”
“Aku mencintaimu.” Bisiknya serius.
“Dan aku tidak mau mengulang kesalahan ayahku.”
“Aku tidak akan pernah meninggalkanmu apalagi membuatmu menanggung masalah akibat itu.”
“Tidak masalah jika kau yang meninggalkanku, tapi sampai kiamat pun aku tidak akan pernah sudi untuk meninggalkanmu.”
.
TBC
.
Jujur aja, padahal mau up kmren tapi tiba2 jaringan di laptop kayak eeq 😢 Akhirnya post lewat hp dan jeng jeng jeng jengg~ Sumpah ancur pas saya paste di watty 😭 Ingin ku menangos (ಥ_ಥ)
Sabtu [17:10]
Kalsel, 4 November 2017
Love,
B A B Y O N E
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top