28th: WAITING & LEAVING

"Hyung, syukurlah kau baik-baik saja." Mingyu memeluk Hyungwon erat, kakaknya yang menghilang itu kini terlihat baik-baik saja dan tidak kekurangan apapun pada tubuhnya.

Sedangkan Youngmin hanya terdiam dan tersenyum. Dia sama sekali tidak kaget dengan hal ini.

"Aku juga senang kalian baik-baik saja." Ucap Hyungwon dan tersenyum lembut membalas pelukan adiknya.

Rasanya sudah sangat lama terakhir kali dia memeluk adiknya seperti ini. Entah Hyungwon harus menganggap ini suatu kebagaiaan diatas penderitaan orang lain atau apa, tapi yang jelas saat ini dia merasa senang dan sejenak lupa dengan apa yang akan dia hadapi berikutnya.

"Youngmin, aku sangat kagum denganmu yang tiba-tiba sudah ada didepan hutan itu." Hyungwon memuji adik blondenya hingga hal itu membuat Youngmin tersenyum merekah.

Lelaki bermata besar itu menggaruk kepalanya, "Ahaha.. Orang-orang bilang jika peluang kabur dari sana hanyalah 1 persen. Tapi aku tetap mengawasi tempat itu setiap hari setelah sir Jooheon ditangkap." Dia mengarang sebuah cerita yang masuk akal.

Mungkin memang benar dia berjaga setiap hari sejak ditangkapnya Jooheon, tapi untuk pernyataan peluang satu persen dan keyakinan yang dia maksud, semua itu murni hanyalah sebuah karangan. Fakta yang sebenarnya, dia meretas data-data milik Black Rabbit—mungkin milik Kwangmin dan disana terdapat struktur bangunan markas sekaligus rumah itu. Youngmin menemukan bahwa ada sebuah lorong rahasia dan itu lah yang membuatnya tiba-tiba meyakini hal ini. Hyungnya tidak mungkin tega melihat rekan polisinya terbunuh, pemikiran Hyungwon yang simpel itu lah yang melandasi kenekatan Youngmin.

"Hyung, selama ini apa yang terjadi padamu?" tanya Mingyu penasaran pada sang kakak. Hyungwon sekarang bingung harus menjawab apa, dia hanya menggaruk-garuk kepalanya lalu bola matanya menari-nari mencari alasan.

"Itu tidak bisa diceritakan bahkan kepada keluarga sendiri." Suara Jooheon tiba-tiba membuat ketiganya menoleh dan suara itu juga membuat Hyungwon menghela napas, setidaknya Jooheon menolongnya kali ini dan semoga akan seterusnya.

Jooheon berjalan mendekat dan menghela napasnya pelan, "Aku harap sekarang dan seterusnya tidak akan ada yang memaksa Hyungwon untuk menceritakan hal-hal tersebut. Itu bukan hal yang baik." Ucap Jooheon lagi dengan tegas. Tentu saja mungkin maksud Jooheon adalah ini bukanlah hal yang baik untuk para pendengar.

Matanya kemudian melirik Hyungwon, terlihat lelaki manis itu menatapnya seolah berterima kasih. Baiklah, itu bukan masalah yang besar. Masalahnya adalah Jooheon mulai memikirkan tantang apa yang ada di kepala Hyungwon, apakah selama ini dia benar-benar masih mencintai negara atau kah semua ini dia lakukan karena kasihan padanya?

Hanya Youngmin yang terlihat sesekali tersenyum dengan canggung. Tidak ada yang menyadari gelagat itu bahkan Hyungwon pun tidak menyadarinya. Lelaki yang memiliki postur mirip Hyungwon itu kemudian meraih tangan sang kakak angkat, "Hyung, setelah ini aku akan selalu menjagamu."

Hyungwon tertawa renyah dan dia mengusak rambut Youngmin dengan gemas, meski adik-adiknya sudah besar –sangat besar malahan, tapi baginya mereka tetap adik-adik yang menggemaskan. "Ya, terima kasih."

"Maaf, tapi bisakah kalian meninggalkan kami? Aku ingin berbicara dengan Hyungwon." ujar Jooheon meminta. Youngmin dan Mingyu langsung menganggukan kepala mereka lalu tersenyum ke arah Hyungwon, "Kami keluar dulu."

Selanjutnya adalah Hyungwon yang tertinggal bersama dengan Jooheon.

"Bekas operasimu sudah tidak sakit lagi bukan?" tanya Jooheon lalu disambut sebuah anggukan oleh Hyungwon.

"Kalau begitu kita bisa berangkat ke pulau terpencil itu untuk melakukan eksekusi nanti." Sambungnya menghela napas. Lagi-lagi Hyungwon hanya menganggukkan kepalanya tanpa suara.

Pria bermata sipit itu menatap Hyungwon dengan seksama, "Kau akan melakukan eksekusinya. Apa jawabanmu?" Jooheon bertanya seolah mengintimidasi Hyungwon saat ini. Lelaki manis itu meneguk ludahnya pelan lalu balas menatap Jooheon dengan tegas.

"Ya, aku yang akan melakukannya." Dia menjawa itu dengan sungguh-sungguh. Sang kepala polisi korea merasa lega dan bangga. Setidaknya mata Hyungwon tidak memancarkan kebohongan sama sekali saat ini.

Angin berhembus pelan melewati jendela dan membuat bunga-bunga di kamar itu menari. Matahari yang sudah hampir jatuh dari singgasana nya membuat keadaan semakin tenang. Sampai terdengar sebuah helaan napas dan ucapan pelan dengan sejuta makna,

"Lebih baik aku sendiri yang mengakhiri nyawanya dari pada orang lain."

***

"Royal Flush!" Kwangmin menghempaskan lima buah kartu dengan hati berjejer.

"ARGH!!" Younghye menggeram frustasi karena ini kekalahan keduanya dari Kwangmin. Seperti yang diharapkan dari keluarga judi Black Rabbit, keluarga Jo.

"Aku yang akan bermain membalaskan kekalahan Younghye." Hyerin pun kini duduk disamping Younghye dan Kihyun sudah mengocok kembali kartu ditangannya.

Sebenarnya ini hanyalah permainan kartu biasa tapi Younghye memberi nama permainan ini adalah 'Permainan Jatuhkan Kwangmin', yah sudah dipastikan mengapa namanya seperti itu, Kwangmin adalah penjudi kelas S.

"Hyerin, kau harus memenangkanku." Younghye menatap Hyerin penuh harap. Hyura sudah dikalahkan, dia juga sudah dikalahkan dan kali ini yang tersisa hanya Hyerin dan Changkyun, Kihyun hanya ingin mengocok kartu mungkin.

Permainan pun berjalan dengan serius dan sesekali terdengar decakan serta teriakan histeris milik Younghye. Hyura yang tadinya sudah tiduran karena kekalahannya pun kini malah kembali duduk dan beringsut mendekat ke arah Kwangmin.

"Kira-kira bagaimana kabar Wonho hyung saat ini?" Kwangmin membuka suara ditengah keseriusan bermain. Younghye, Hyura dan Hyerin sepertinya tidak memiliki niat menjawab karena gadis-gadis itu memiliki ambisi menggulingkan Wonho. Hahaha.. Mungkin Wonho benar-benar harus waspada dengan mereka jika tidak ingin dijatuhkan oleh adik sendiri.

"Sudah jelas di sel. Oh, ku dengar katanya dia akan di hukum mati." Sahut Changkyun yang tengah memainkan game di ponselnya. Kihyun yang mendengar hal itu mengangguk-anggukan kepala paham. Dia tidak terlalu update tentang hal-hal seperti ini, biasanya Changkyun atau Kwangmin lah yang selalu mengetahui informasi terbaru.

"Kalau begitu kita harus segera mencari siapa leader baru." Hyura dengan semangat menggebu-gebu menyahut kala mendengar pernyataan tentang masa depan kakak nya yang mungkin sangat suram.

Kwangmin menghela napasnya berat, "Jika ada yang berpotensi menjadi leader maka ku rasa orangnya adalah Aku atau Yuan. Tidak bisa diganggu gugat." Kwangmin melotot dan dibalas dengan plototan juga oleh Hyura.

"Kenapa?! Kalian bukan dari darah Shin!!" Hyura tidak terima dan kini bersatu dengan Younghye untuk berguling-guling di lantai.

"Tapi kalian perempuan. Tentu saja jika anak kalian nanti laki-laki maka anak kalian lah yang akan menjadi leader selanjutnya. Dan Yuan, dia adalah leader terkuat dari semua leader cabang milik Black Rabbit jadi jika di urut sesuai kekuatan maka Yuan ada di urutan pertama dan aku di urutan kedua. Meski Yuan tidak pernah mengalahkanku dalam bela diri." Kihyun menjelaskan dengan panjang lebar. Dia sudah diajarkan tentang hal ini dan jika peristiwa semacam ini terjadi.

"Dan jika kau menikah dengan master lalu memiliki anak laki-laki, kurasa anak mu yang paling berpotensi menjadi leader selanjutnya." Sambung Hyerin menjelaskan. Dia –Hyerin, sudah mempelajari semua tentang Black Rabbit dan tentunya dia juga sangat paham dengan peraturan ini. Aneh sekali, keluarga asli Shin tidak memahami peraturan organisasinya.

Namun sepertinya Hyura tidak terima dan dia memuat wajah cemberut, "Bagaimana jika anak ku laki-laki dan lebih tua dari anak Younghye? Bukankah anakku yang paling pantas?" dia mencebik kesal.

Kali ini Changkyun yang menghela napas lalu menatap eksekutif-eksekutif tidak beres itu, "Jika Yuan menjadi leader lalu menikahi Younghye dan memiliki anak tentu saja anaknya sudah dipastikan menjadi leader selanjutnya. Kenapa? Karena Ayahnya adalah leader dan ibunya berdarah Shin. Kurang paham di bagian mana?" dengus Changkyun lalu dihadiahi anggukan semua eksekutif.

"Tapi jika Hyura juga menikahi Yuan maka akan dilihat dari anak siapa yang paling kuat. Ya bisa dipilih dari yang terkuat atau yang tertua." Kwangmin menambahkan lagi.

Younghye celingukan menatap semua orang yang terlihat sibuk dengan aktivitasnya tapi sedari tadi terus mencelutuk masalah menikah dan anak. Dan—tunggu dulu, siapa yang jadi korban dalam percakapan tidak bermutu ini?!

"HAH?! APA MAKSUDNYA AKU MENIKAHI YUAN?! TIDAK SUDI!" teriak Younghye histeris lalu disambut acungan jempol oleh Kihyun.

Hyura menatap gadis itu datar, "Kalau begitu Yuan akan jadi suamiku." Ucapnya. "TIDAK BOLEH!"

Nah sudah dipastikan Younghye itu munafik jika berurusan dengan Yuan.

"Padahal kau sudah sangat dekat dengannya saat di london." Cibir Hyerin pelan.

"Dia 'kan teman masa kecilku."

Nah kan, munafik lagi.

"Royal Flush."

Tiba-tiba saja Hyerin membuka kartunya dengan tenang dan membuat semua orang terdiam.

Sampai pada akhirnya,

"UWAAAHHHH! HYERIN! KAU MENGALAHKAN SI RAJA JUDI!!"

***

Hyungwon bergegas turun dari helikopter diiringi oleh Jooheon. Perjalanan ke pulau yang dimaksud memakan waktu lumayan lama namun bagi Hyungwon itu hampir tidak berasa. Lelaki manis itu sedari tadi gelisah seolah penasaran dengan apa yang terjadi di dalam sel sana.

"Dimana Wonho?" tanya Hyungwon pada Jooheon. Pria bermata sipit itu mendehem sekali kemudian menunjuk jalan lurus ke depan dengan tangannya. "Ikuti aku." Kemudian dia pun berjalan lebih dulu daripada Hyungwon.

Polisi yang mengetahui hal ini hanyalah yang ada di markas besar dan itu pun tidak semua. Yang lain hanya mendengar sebuah kabar 'Leader Black Rabbit sudah ditangkap', itu saja. Jooheon mengatakan jika hal ini tidak dilakukan maka itu akan berdampak lebih buruk.

Sebenarnya hal yang lebih ditakutkan Jooheon adalah jika orang-orang mulai berbondong menuju kediaman Wonho, yang ada mungkin pembantaian masal oleh para eksekutifnya. Untuk sekarang para polisi sudah merasa beruntung tidak ada serangan dadakan dari para monster tersebut. Jooheon berpikir jika para eksekutif tidak menyerang karena para polisi menjadikan leader mereka sebagai sandera.

Padahal itu adalah pemikiran yang keliru, karena faktanya para eksekutif saat ini lebih sibuk dengan kegiatan masing-masing dan memikirkan masa depan organisasi dengan leader Yuan atau Kwangmin. Dasar eksekutif biadab!

"Hyungwon, apa saja yang kau lakukan saat bersama mereka?" Jooheon memulai pembicaraan, meski pun ini sedikit sensitif untuk dibahas saat ini tapi sepertinya dia hanya merasa terlalu ingin tau.

Lelaki manis yang ada disampungnya terlihat berpikir dan mengusap dagunya sendiri, Hyungwon menghembuskan napas pelan lalu menatap ke jalan tempat dia berjalan, "Banyak hal. Hal yang menyenangkan sampai yang tidak menyenangkan." Jawabnya ragu-ragu.

Jooheon menganggukan kepalanya pelan. Baginya saat ini, polisi seperti memiliki dua sandera dari Black Rabbit dengan posisi paling penting, sang leader dan ladybossnya. Yah tapi tentu saja Jooheon tidak menganggap Hyungwon berbahaya, tanpa Hyungwon mungkin saat ini dia tidak bisa menghirup udara segar.

"Ini adalah ruangannya." Jooheon membuka sebuah pintu besi yang katanya adalah ruangan dimana Wonho di tahan.

Hyungwon melihat ke dalam, ruangan itu terlihat agak gelap karena hanya diberi pencahayaan seadanya. Hal pertama yang menyambut Hyungwon adalah ruangan besar namun hanya diisi oleh sebuah sel. Di dalam sel itu terdapat seorang pria yang diikat tangan kiri serta kanannya ke arah masing-masing lalu kakinya yang menggantung di tanah. Dia lebih mirip disalib jika seperti ini hanya saja tidak ada batang salib di belakangnya.

Hyungwon tercekat melihat hal itu apalagi dia menyadari kalau tubuh pria di dalam sana dipenuhi oleh luka dan memar. Sepertinya para polisi bekerja mati-matian untuk mecambuknya.

Pintu pun di tutup kembali dengan keras oleh Hyungwon, lelaki manis itu menatap Jooheon tidak percaya.

"Apa yang kalian lakukan padanya? Tidakkah itu berlebihan?" ucapnya rendah dengan mata yang terlihat marah.

"Bahkan Wonho tidak memperlakukanmu seperti itu!! Tidakkah kalian lebih kejam dari pada mafia?!!" dia kemudian membentak dan kali ini Jooheon lah yang kaget.

"Tapi aku juga mendapatkan perlakuan buruk selama di—"

"Itu adalah perintah Changkyun! Aku tidak tau apa masalah pribadi kalian tapi asal kau tau, itu semua adalah keinginan Changkyun!" Hyungwon menyahut bahkan sebelum Jooheon menyelesaikan kalimatnya.

Wajahnya nampak seolah kecewa, dia mendecih pelan dan kemudian berlalu melewati Jooheon begitu saja.

"Perlakukan dia dengan baik karena sebentar lagi aku yang akan memastikan kematiannya."

***

"Cuh!"

Wonho meludah darah. Pria itu menyibakkan rambutnya dan mengangkat kepala untuk melihat siapa yang melepaskan rantai di tangannya. Ah ternyata Jooheon.

Pria dengan banyak luka di tubuhnya itu menatap Jooheon tajam. Dia tidak berniat untuk memohon ampunan pada pria sipit dihadapannya ini. Baginya, meski pun dia harus mati maka dia tidak akan pernah mau merendahkan dirinya dengan memohon belas kasihan.

"Maaf atas perlakukan kasar anak buahku." Terlihat Jooheon membungkuk 90 derajat kemudian keluar dari sel itu meninggalkan Wonho sendirian.

Wonho mendecih lalu dia mendapati sebuah kotak p3k di dekatnya. Mungkin Jooheon menyuruhkan membersihkan luka? Ya apapun itu Wonho tidak peduli.

"Uhukk.. uhuukk.. Cuh!" sekali lagi dia batuk dan meludah darah. Sepertinya perlakukan para polisi kepadanya benar-benar atas dasar kemarahan. Tanpa sadar Wonho tertawa, dia sangat tau apa yang dia lakukan sampai-sampai para polisi begitu membencinya.

Dia menghela napas dan menyandarkan tubuh di tembok, matanya menerawang jauh kedepan berharap sosok tinggi yang dia membuatnya terjatuh sejauh ini akan datang meski pun hanya untuk mentertawakan nasibnya.

Ah malang sekali nasibnya. Wonho melirik lagi kotak p3k, dia mendapati sebuah kawat yang entah untuk apa gunanya di dalam sana. Dia tersenyum tipis, mungkin Jooheon terlalu bodoh karena membiarkan ada sebuah kawat pembatas dalam kotak p3k nya. Meski terlihat seperti ini, Wonho yakin pasti bisa membuka gembok sel dengan modal seutas kawat.

Tapi itu tidak akan dia lakukan.

Pria itu menatap pintu sel dengan sendu, tiba-tiba saja ingatan masa lampau mulai terbayang di benaknya.

"Aku tidak mau meninggalkanmu, karena rasanya ditinggalkan itu sangat menyakitkan, Hyungwon."

Tidak masalah jika dia kembali di tinggalkan. Asalkan dia tidak meninggalkan. Karena dia sangat tau dan paham bagaimana sakitnya berada di posisi ini.

Hanya ada satu hal yang sangat dia inginkan sekarang.

Melihat Hyungwon.

Dia merindukan lelaki tinggi itu. Ah sepertinya Wonho benar-benar paham bagaimana perasaan Yuan sekarang, ini kah rasanya di tolak saat kau sangat mencintai?

Air matanya tiba-tiba mengalir begitu saja. Pria itu tidak tau kenapa dia menangis tapi yang jelas rasanya seperti ada puluhan jarum yang menusuk jantungnya setiap memikirkan bahwa nanti dia akan berpisah dengan Hyungwon.

Di pisah oleh kematian.

Hah, jangan mengharapkan para eksekutifnya. Entah kenapa saat ini Wonho berpikir mereka malah bersenang-senang tanpa dirinya. Pria itu menghela napas pelan, mereka benar-benar tidak bisa di harapkan.

Terlalu lama berpikir dan terlalu lelah melamun, akhirnya Wonho mulai memejamkan mata dan perlahan terlelap.

Namun samar-samar dia masih bisa melihat pintu ruangannya berderit, menampakkan siluet tinggi yang hanya berdiri di ambang pintu.

Tanpa ada berniat masuk sedikitpun, dia kembali menutup pintu tersebut. Wonho pun setengah meracau karena berada di antara alam nyata dan mimpi,

"Hyungwon?" 

.

TBC

.

Kenapa saya up cepet? Karena saya rajin :)

Akhir dari kisah ini tergantung kalian para pembaca, jika pembaca yg aktif hanya sedikit maka sudah dipastikan rasa kesel saya akan terlampiaskan pada karakter /tertawa jahat/

Omong2, saya mungkin akan up di hari minggu jika tidak sempat, tapi tetap di usahakan hari sabtu. Sampai bertemu di chapter mendatang ><

Kamis [19:36]
Kalsel, 26 Oktober 2017
Love,
B A B Y O N E

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top