22th: DIALOGUE & AGREEMENT
Sejak kemarin, atau lebih tepatnya kejadian itu. Keadaan dirumah benar-benar berbeda, jauh berbeda. Tidak ada lagi kicauan yang membuat tertawa atau geleng-geleng kepala. Suasana di rumah terlihat agak suram, mereka semua memilih bungkam dan sibuk dengan kegiatan masing-masing. Hanya Minhyuk yang bersikap bebas, dia tidak peduli dengan siapapun bahkan pada Wonho pun kini dia agak menjaga jarak.
Begitu pula dengan Hyungwon, lelaki manis itu hanya berbicara seperlunya dan menghindari kontak mata dengan Wonho. Dia masih marah dengan pria itu. Sedangkan Wonho hanya mencoba diam sebisanya, setidaknya jika dia diam maka masalah baru tidak akan muncul. Itu yang di pikirkan oleh Wonho.
Dan kini Hyungwon duduk sendirian di teras rumah, Wonho sudah pergi beberapa saat yang lalu dengan alasan membeli beberapa senjata baru. Dia pergi bersama Hyura dan Kihyun. Kwangmin dan Changkyun terlihat menyelidiki sesuatu, mereka sibuk berbincang dengan serius lalu masuk ke mobil bersama.
"Haahhh.." Hyungwon menghela napasnya berat dan menatap ke arah langit yang tidak terlalu cerah. Ramalan cuaca hari ini akan hujan, entah benar atau tidak Hyungwon tidak terlalu mempercayainya.
"Ini." sebuah suara menyapa indera pendengarnya dan Hyungwon pun menoleh. Dia mendapati Hyerin tengah menyodorkan ponselnya pada Hyungwon. "Apa?" tanya Hyungwon kebingungan.
"Kau terlihat murung akhir-akhir ini. Aku bukan orang yang bisa menghiburmu, jadi ku rasa aku tidak bisa diandalkan untuk ini." ujar Hyerin kemudian duduk disamping Hyungwon.
Ah Hyungwon baru sadar jika adik tiri Wonho yang satu ini sudah mulai bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan, hanya saja dia memang kaku dan agak penutup. Orang yang mengetahui tentangnya mungkin hanya Yuan dan ayahnya.
"Aku memiliki kontak Younghye. Kau bisa menghubunginya dengan skype. Aku sudah memberitahunya." Sambung Hyerin dan tiba-tiba Hyungwon tersenyum tipis, dia menepuk rambut hitam milik Hyerin dengan pelan.
"Kau anak yang baik." Ucapnya tulus dan Hyerin pun tersenyum senang.
Tidak lama setelah itu Hyungwon mulai menghubungi Younghye, hal pertama yang dia dapati adalah tidak dijawab. Mungkin perbedaan waktu antara London dan Korea membuatnya seperti ini?
Seolah bisa membaca pikiran Hyungwon, Hyura pun berkata, "Dia selalu bangun jika mendengar notifikasi ponselnya." Ujarnya meyakinkan. "Kau tau dari mana?" selidik Hyungwon curiga, karena setahunya Hyerin dan Younghye tidak terlalu dekat.
"Dari Shizuya." Dan akhirnya Hyungwon terkekeh, Shizuya memang tau segalanya tentang Younghye.
Tak lama setelah itu skype pun tersambung, kini menampakkan mata merah dan rambut merah yang sudah lama tidak membuat Hyungwon gemas.
"Hyungwon!" Wajah Younghye sudah memenuhi layar ponsel Hyerin.
"Halo~ Bagaimana keadaanmu disana?" tanya Hyungwon dengan senyuman dan Hyerin juga sudah ada tepat disamping lelaki manis itu memperhatikan.
"Aku baik-baik saja! Omong-omong, terima kasih Hyerin karena sudah menghubungkan Hyungwon denganku, aku merindukannya!" ucap Younghye riang dan Hyerin tersenyum canggung.
"Aku juga merindukanmu."
"Hyungwon? Kau terlihat berbeda. Kau agak kurusan? Atau hanya mataku. Hm.. Aku sering tidak tidur saat disini."
Hyungwon terdiam sejenak. Apa benar dia agak kurusan? Apa stress berdampak juga pada hal-hal seperti ini?
"Ah benarkah? Aku tidak tau berat badanku."
"Tenang saja! Saat pulang dari sini aku akan membelikanmu susu unta!"
"Tunggu, kau ada di London, bukan di arab saudi." Hyungwon protes namun Younghye menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Tidak apa-apa. Aku akan ke sana dulu baru pulang."
"Membuang-buang uang." Cibir Hyungwon dan Hyerin terkekeh melihat interaksi keduanya.
"Tidak masalah! Yuan yang bayar!"
Hyungwon terkekeh geli mendengar penuturan tanpa pikir panjang itu. Yuan harus menyiapkan banyak uang jika ingin menampung gadis ini, sungguh.
"Aku sangat merindukan kalian, tapi masih banyak hal yang harus ku kerjakan. Aku sedang dalam tahap menguji coba ramuan untuk menghambat penuaan." Cerita Younghye dengan wajah pura-pura sedih,
"Kau bisa melanjutkannya disini."
"Hah, mana mungkin. Wonho itu terlalu pelit untuk membiayai semua keperluanku."
"Lalu apa disana Yuan yang memberimu uang? Setahuku kau juga punya banyak uang."
"Iya! Yuan yang memberikanku uang. Aku tidak akan mau mengeluarkan uangku kecuali terdesak."
"Dasar pelit." Cibir Hyungwon dan Younghye malah menyunggingkan senyuman lebarnya.
"Engh.. Younghye?" sebuah suara tak asing terdengar dan Hyungwon serta Hyerin yakin jika itu suara Yuan.
Oh iya, dari tadi Younghye terlihat sedang duduk didalam sebuah ruangan tepat disofa, mungkin dia sedang bersantai setelah mencoba-coba ramuannya?
"Ah Yuan? Apa aku membangunkanmu? Padahal suaraku sudah pelan." Ucap Younghye kemudian menunduk ke bawah.
"Dusta!" jerit Hyungwon dan Hyerin dalam hati. Mustahil seorang Younghye berbicara tanpa suara cemprengnya, suaranya tentu saja akan membangunkan orang-orang.
"Tunggu, dimana master?" tanya Hyerin penasaran.
"Disini." Younghye kemudian mengarahkan ponselnya ke arah bawah, tepat di pahanya ada kepala Yuan berbaring disana dan pria itu sedang mengucek-ngucek matanya.
"Younghye, jangan diarahkan kesini." Protes Yuan lalu menutupi wajahnya karena cahaya ponsel itu terlalu terang untuk orang yang baru bangun tidur dan Younghye tertawa gelak.
Hyungwon dan Hyerin saling tatap.
"Hyerin, sejak kapan mereka akur?" tanya Hyungwon setengah berbisik. Hyerin menggelengkan kepalanya berulang kali, "Aku tidak tau." Jawabnya jujur.
"Yuan tertidur karena kelelahan, dia sudah mengerjakan semua tugasnya yang menggunung itu. Jadi aku menemaninya tidur."
Lelaki manis yang mendengarkan kata-kata Younghye langsung mengerjapkan matanya, ayolah Younghye, kata-kata yang kau gunakan sungguh ambigu.
"Kau bisa tidur lagi. Aku tidak akan kemana-mana." Sambung Younghye kemudian tangan kanannya seperti tengah mengusap kepala Yuan sedangkan tangan kirinya memegang ponsel.
"A-apa kami mengganggu waktu kalian?" tanya Hyungwon agak canggung. Younghye menggeleng pelan, "Tidak, aku hanya duduk disini membiarkan Yuan tidur dipaha ku dan aku bermain game atau menonton TV."
"Ck... Aku bingung harus berkomentar apa." Ujar Hyungwon sangat pelan.
"Baiklah, kita sudahi saja. Nanti akan ku hubungi lagi, dan jangan lupa untuk pulang." Sambung Hyungwon dan Younghye tersenyum lalu melambaikan tangannya manis.
"Sampai bertemu lagi, Hyungwon."
Dan setelah itu video call tersebut pun dihentikan.
"Hyerin, aku tidak tau jika ternyata mengintip orang pacaran itu bisa membuat malu sendiri." Hyungwon melirik Hyerin yang sudah mengangguk setuju berulang kali.
"Aku belum pernah melihat master setenang itu. Sungguh." Ucapnya lalu mengusap dagu.
Kemudian keduanya terkekeh kecil.
Sudah lumayan lama Hyerin disini dan mungkin ini adalah pertama kalinya dia berhasil berbicara sesantai ini dengan Hyungwon, dia masih merasa agak segan meskipun Hyungwon terlihat orang yang sangat baik.
"Hei Hyungwon, kau terlihat terbebani akhir-akhir ini. Apa kau tidak keberatan untuk berbagi denganku?" tanya Hyerin pelan. Hyungwon melirik ke samping dan kemudian dia tertawa canggung.
"Aku bukan orang yang cepat mempercayai orang lain, kau tau?" ujarnya dan Hyerin pun paham akan hal itu. Gadis tersebut kemudian tersenyum dan kembali bersuara, "Jika kau sudah bisa mempercayaiku, aku harap kau mau berbagi keluh kesah denganku." ucapnya pelan.
"Tentu, terima kasih Hyerin."
***
Hyungwon berjalan masuk ke dalam rumah, dia rencananya hendak menuju ke dapur dan saat menuju kesana dia mendapati Minhyuk bersandar pada tembok sambil melipat kedua tangan di dada. Minhyuk berdiri tak jauh dari persimpangan jalan menuju dapur.
Lelaki tinggi itu mencoba untuk mengacuhkan keberadaan Minhyuk dan melaluinya begitu saja, namun saat dia sudah berbelok tiba-tiba suara Minhyuk mengusiknya,
"Hyungwon, kau mau mendengar ceritaku?" tanyanya dan Hyungwon pun menghentikan langkahnya. Lelaki manis itu melihat kebelakang dan tidak ada Minhyuk, Minhyuk masih berdiri pada tempatnya tadi mungkin.
"Untuk apa?" ujar Hyungwon sinis namun dia tidak mendengar kalimat penyangkalan atau kalimat menyebalkan dari bibir Minhyuk, ya akhir-akhir ini dia memang sedikit berubah.
"Dulu aku adalah orang yang sangat berarti bagi Wonho. Tapi sejujurnya, aku tidak terlalu mencintainya." Ucap Minhyuk tanpa memperdulikan kata-kata yang dilontarkan oleh Hyungwon. Lelaki itu bersandar pada tembok dan melipat satu kakinya hingga memijak tembok tersebut.
Hyungwon mengepalkan tangannya kuat. Tidak terlalu mencintai katanya? Lalu selama ini apa yang dia coba lakukan? Bukankah dia mencoba merebut Wonho darinya?
"Dan karena hal itulah aku meninggalkannya. Ya, aku meninggalkannya tanpa sepatah kata pun."
"Jika kau bertanya-tanya mengapa aku kembali kesini maka mungkin jawabannya adalah aku tidak ingin kau meninggalkan Wonho sama seperti aku meninggalkannya." Sambung Minhyuk lagi. Dia kemudian menghela napasnya berat, seperti dia mencoba untuk membagi bebannya pada orang lain.
"Bukan urusanmu." Cibir Hyungwon pedas.
"Aku—sudah ditinggalkan berulang kali jadi kini aku tau bagaimana perasaan Wonho saat itu."
Hyungwon terdiam dan memilih mendengarkan. Minhyuk ditinggalkan? Oleh siapa? Dan dua orang?!
"Setelah aku meninggalkan Black Rabbit dan mencoba hidup bebas, ada saja kelompok yang mendatangiku dan menyerangku secara curang. Mereka mengancamku untuk memberitahukan sesuatu tentang Black Rabbit. Tanpa pikir panjang dan hanya memikirkan keselamatan nyawa, aku pun membeberkan hal-hal yang mungkin merugikan Black Rabbit."
"Pengkhianat? Ah bukankah dari awal aku memang sudah di cap seperti itu?"
"Sampai pada akhirnya aku bertemu dengan orang yang kucintai. Aku mencintainya dan dia sepertinya juga membalas cintaku. Aku yang naif ini pun berpikiran 'Ahh mungkin dia adalah orang yang kucari selama ini'." Lelaki berwajah imut sekaligus manis itu menatap langit-langit, dia memang tidak dapat melihat Hyungwon tapi dia yakin jika lelaki tinggi itu masih mendengarkan kata-katanya.
"Tapi ternyata aku salah, aku harus menelan kenyataan pahit bahwa ternyata dia meninggalkanku saat mencintai orang lain."
"Dan kau tau dari mana lucunya?"
"Orang yang kucintai adalah Son Hyunwoo, dan orang yang merebut Hyunwoo dariku adalah Yoo Kihyun."
Hyungwon menahan napasnya sejenak. Son Hyunwoo? Dia tentu kenal dengan orang itu, dia adalah rekan sekaligus orang yang bertanggung jawab atas hilangnya Kihyun bukan? Dan ternyata Minhyuk juga memiliki hubungan dengannya? Hyungwon tidak habis pikir.
Betapa sempitnya dunia yang dia pijak.
"Saat itu aku bingung mau menangis atau tertawa. Menangis karena ditinggalkan atau tertawa karena takdir begitu kejam, bahkan sampai aku pergi pun ternyata Black Rabbit selalu mengambil kebahagiaanku, selalu mengambil masa depanku, selalu menghalangi jalanku."
"Dengan hati yang terluka, aku mulai berpikir untuk kembali menempuh jalan, berharap akan menemukan orang yang kucari kali ini."
"Dan aku menemukannya lagi. Entah ini kebetulan atau bagaimana, orang itu adalah seorang yang memusuhi Black Rabbit. Kau mungkin kenal dengan pemimpin Zero? Dia adalah kekasihku." Minhyuk kemudian memasukkan tangannya pada saku celana, dia tersenyum sejenak kemudian kembali meneruskan,
"Jika kau mulai berpikir kalau pengkhianatan Hyoeun itu karena aku maka aku tidak menyangkal. Aku memanfaatkannya yang memang sudah mendukungku sejak awal, Hyoeun—dia selalu ada di pihakku. Bahkan kepergianku pun dia menganggap itu kesalahan Wonho, dia menganggap Wonho yang membuangku. Pemikirannya itu, aku memanfaatkannya." Terdengar sedikit rasa bersalah disana namun Hyungwon justru kesal setengah mati dengan fakta yang dia temukan.
"Dia menuruti semua yang aku minta, dia berkhianat dan bersumpah tidak akan membocorkan rahasiaku."
"Tapi Hyungwon, bukan karena kematiannya aku berubah. Bukan karena kematian kekasihku juga, ugh meskipun itu sakit. Aku ditinggalkan untuk kedua kalinya."
"Hal yang membuat aku berubah adalah betapa gigihnya Wonho mencoba menyelamatkanmu. Bagaimana dia berkorban untukmu dan apa saja yang sudah dia lakukan demi keselamatanmu. Aku salut dengan itu."
Kali ini terdengar suara Minhyuk sangat tulus, seolah dia tersenyum dan Hyungwon pun menyadari hal itu. Minhyuk tengah tersenyum saat ini.
"Dia benar-benar mencintaimu."
"Dia mencintai—ku." gumam Hyungwon pelan tanpa sadar.
Minhyuk kembali melanjutkan, "Saat itulah aku sadar, 'Untuk apa aku melakukan semua ini?'."
"Untuk siapa kali ini? Kekasihku sudah tidak ada. Dan mantan kekasihku sudah memiliki penggantiku. Namun asal kau tau, jauh di lubuk hatiku, aku masih menyayangi Black Rabbit. Mereka keluargaku juga."
"Sejak awal aku tidak benar-benar mencintai Wonho, dan ditinggalkan oleh orang-orang yang ku cintai mungkin memang karma."
"Hyungwon, aku kembali untuk berharap kau tidak melewati jalan sepertiku. Aku bukan menolongmu, aku memperingatkanmu. Firasatku mengatakan, kau adalah orang yang setia. Tapi di sisi lain firasatku kembali bertanya, kau setia dengan Wonho atau dengan negaramu?"
Hyungwon menahan napasnya sejenak. Benar apa yang dikatakan oleh Minhyuk, kepada siapa dia setia?
"Jika setelah ini ada kabar kau meninggalkan Wonho maka aku tidak akan kaget. Mungkin itu bukan salahmu, mungkin itu adalah lubang yang sudah dibuat Wonho sehingga kau bisa kabur."
Dan setelah itu Minhyuk terdiam. Hyungwon pun tidak mau membuka pembicaraan dengan lelaki itu dan memilih untuk diam juga.
Tanpa mereka sadari, ada sosok pria yang sedari tadi mendengarkan percakapan mereka dari jarak yang tidak terlalu jauh. Pria itu mengepalkan tangannya kuat dan berbisik pelan,
"Sial."
***
Minhyuk menatap halaman rumah untuk terakhir kalinya sebelum dia menghela napas berat. Di liriknya kiri dan kanan, yang dia dapati hanyalah sekumpulan penjaga rumah milik Wonho.
Dengan perasaan yang entah bagaimana, Minhyuk menarik kopernya dan berjalan menuruni anak tangga. Dia akan segera pergi dari rumah ini.
Sudah tidak ada hal yang perlu dia pertahankan, sudah tidak ada hal yang harus dia khawatirkan. Kini saatnya dia menyudahi permainan ini dan pergi menjauh sebisa mungkin.
Minhyuk sudah membuat keadaan semakin buruk, mungkin. Karena dia melihat hubungan Hyungwon dan Wonho tidak semakin membaik, mungkin dia yang harus pergi.
"Minhyuk! Tunggu!" teriak Hyungwon dari ambang pintu dan Minhyuk berbalik. Dia mendapati sosok lelaki manis itu kini berlari kecil menghampirinya,
"Kau akan kemana?" tanya Hyungwon penasaran. Minhyuk memberikan cengiran, "Kenapa? Kau mau ikut?" kekehnya pelan. "Aku serius. Mau kemana?" tanya Hyungwon sekali lagi.
"Aku—aku mau pergi. Tapi tidak tau mau kemana." Ucap Minhyuk jujur. Selama ini dia selalu berpindah-pindah, tapi sekarang dia bingung harus kemana.
Hyungwon memegangi tangan Minhyuk kuat, "Kenapa? Kau bisa tinggal disini bukan?" tanya Hyungwon lagi dan Minhyuk menggelengkan kepalanya.
"Aku tidak bisa. Hyungwon, aku tidak tau ini benar atau salah. Tapi—aku tidak mau membuat situasi mu dan Wonho semakin buruk." Jelas Minhyuk pelan dan memberikan senyuman terbaiknya.
Setelah Hyungwon perhatikan dengan teliti, ternyata Minhyuk memiliki senyuman yang manis. Tanpa sadar Hyungwon tersenyum, pantas saja Wonho pernah menambatkan hatinya pada lelaki ini.
"Ah iya, aku akan mengembalikan ini." ujar Minhyuk teringat sesuatu dan segera melepaskan kalung yang masih bertengger indah di lehernya. Hyungwon langsung menggeleng dan menahan tangan lelaki itu, "Tidak tidak. Jadikan saja itu milikmu, anggaplah sebuah kenang-kenangan. Aku sudah memiliki yang lain." ucap Hyungwon seolah menolak secara halus dan pada akhirnya Minhyuk pun terkekeh.
Dia lalu menatap ke arah langit, "Tentu saja ya, Wonho pasti akan mencarikan kalung pengganti karena kau istimewa untuknya. Kau adalah orang terpenting dalam hidupnya." Minhyuk lalu menatap Hyungwon lagi dan melambaikan tangan ke arah lelaki itu,
"Baiklah, aku pergi. Jaga dirimu baik-baik." Bisik Minhyuk pelan.
Tapi tiba-tiba ada sebuah suara yang menganggu mereka berdua,
"Black Rabbit sekarang sedang dalam masa 6 eksekutif. Bagaimana jika kau pergi ke London dan menjadi eksekutif disana saja?" suara Wonho menghentikan langkah Minhyuk sedangkan Hyungwon langsung berbalik, dibelakangnya kini berdiri seorang pria tampan dengan ekspresi serius.
Minhyuk mengeryitkan alisnya, "Kau bercanda? Aku seorang pengkhianat." Cibirnya sendiri. "Maka dari itu karena kau pengkhianat kau harus mendapatkan hukuman. Dan hukumanmu adalah mengabdi pada organisasiku." Balas Wonho kemudian berjalan mendekat dan kini berada tepat disamping Hyungwon.
"Kau bercanda kan?" lirih Minhyuk pelan sedangkan Hyungwon bernapas lega, dia tersenyum tipis, Wonho memang tidak sekejam yang dia pikirkan.
"Jadilah eksekutif yang patuh atau Yuan akan mencambukmu demi kedisiplinan."
Baiklah satu fakta yang Hyungwon temukan, ternyata Yuan lebih kejam dari Wonho dalam hal mendidik para eksekutif. Pantas saja eksekutifnya sangat sopan dan disiplin.
Minhyuk tersenyum dan melirik ke arah Hyungwon sebentar,
"Yes, your highness."
***
"Oke, aku akan mengatakannya pada Yuan." Ujar Younghye dan kemudian sambungan telepon pun dimatikan. Gadis yang awalnya tiduran itu pun langsung duduk kembali disofa, dia memperhatikan Yuan yang sedang fokus mengetik sesuatu di laptopnya. Mungkin membuat sebuah laporan? Entahlah.
"Yuan, nanti Minhyuk akan di kirim kesini. Dia didampingi oleh Hyura dan Hyerin." Ucap Younghye dan Yuan langsung menoleh ke arah gadis berambut merah itu. Yuan melepaskan kacamatanya dan Younghye memperhatikan dengan baik, sebenarnya Yuan lebih tampan memakai kacamata, hmm.. Younghye harus mengatakan hal ini kapan-kapan.
"Benarkah? Hyerin juga ikut?" tanya Yuan dan tiba-tiba saja sebuah pisau melayang melewati telinganya.
Ekspresi Younghye berubah dan seketika tekanan diruangan itu semakin berat,
"Apa aku harus meledakkan pesawat yang ditumpangi Hyerin, Yu—an?" tanyanya dengan senyuman dan mata yang lebar, Yuan merinding seketika.
"Ti-tidak! Maksudku, aku hanya—uhh.. dia adalah mantan eksekutifku dan mungkin eksekutif yang lain akan senang bertemu dengannya lagi!" ucap Yuan mencari alasan sedangkan Younghye masih tersenyum manis sambil mengacungkan sebuah pisau pada pria itu.
"Sekali lagi kau membahas Hyerin maka ku pastikan bola mata hitam mu itu akan ku ganti dengan mata boneka ku."
.
TBC
.
Saya gak sempet ngetik spesial chapter -_- Ah sudahlah, nanti aja itu mah :3 Gak terlalu penting juga xD Oke oke.. Maaf makin kesini makin gaje, tapi ini saya ketik dari hati yang paling dalam :") Sayangnya konfliknya belum muncul ya, huhuhu maaf T_T
Maaf ya saya gak pandai bikin konflik, huhuhu.. Apalagi konflik berat, itu bukan keahlian saya, maaf kalau kisah ini monoton dan tidak memiliki konflik berarti T_T
Apalagi melihat dukungan dan respon yang kian hari makin sedikit, saya jadi kurang semangat melanjutkan T__T Padahal saya selalu semangat membaca setiap komentar meskipun kadang saya gak sempet balas karena tugas anak kelas XII kian buanyak T.T
Sabtu [18:04]
Kalsel, 23 September 2017
Love,
B A B Y O N E
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top