[S2] 4. Matthew: New Distraction
Tebak Rena lagi ada di mana?
Bukan tempat yang aneh kok. Normal banget, malah. Sekarang dia lagi di mobil. Duduk sebelahan sama Lisa. Iya, Lisa. Bukan Joshua, apalagi Davin.
Lisa yang nyetir, sementara Rena anteng. Sebelah tangannya megang tumblr, sementara di tangan satu lagi Rena megang sandwich yang dibeli pas ninggalin area kampus.
Rena ada tugas kelompok, dan temen-temen satu kelompoknya sepakat ngerjain hari ini. Teng-nya di rumah salah satu temen mereka, bukan di apart Rena atau rumah Lisa.
Yep, Lisa salah satu temen sekelompok Rena. Sisanya ada dua cewek, sama satu cowok. Ngerjainnya di rumah yang cowok. Pada ngabarin udah on the way, jadi Rena sama Lisa juga ikutan cap cus berangkat abis kelas terakhir hari ini.
Suasana lagi hening. Nggak ada yang bersuara. Lisa diem, Rena pun sama. Benernya kalau Rena pribadi dipengaruhi rasa canggung abis putus sama Davin.
Ya, gimana nggak? Itu kan abangnya Lisa. Udah pasti Lisa tau meskipun tuh geboy nggak nanya. Mustahil Davin nggak cerita. Canggungnya tuh karena Rena mutusin Davin sebab mau fokus ke Joshua.
Aleya sama Kifa blak-blakan: mereka nggak setuju sama ide Rena seriusin Joshua. Sepakat mereka, bilang kalau Joshua bukan orang yang tepat buat Rena. Namun, beda sama Lisa. Sampe sekarang, Lisa belum nyampein opininya. Entah Lisa bakal ngedukung atau juga nentang, Rena nggak tau.
"Jangan ampe gue cipok bibir lo itu, Sayang." Lisa tiba-tiba ngomong. Mana gitu amat lagi. "Bisa jangan kenceng-kenceng nggak decap makannya? Kagak konsen gue."
"Cipok aja nih. Nih!" Rena manyunin bibir.
Lisa beneran nyengkram rahang Rena terus. Ya, gimana nggak panik? Bukan soal beneran bakal dicipok sama Lisa, tapi ini mereka lagi di mobil. Lengah dikit, auto lewat. Rena nggak sudi balik ke Tuhan dengan cara tabrakan konyol.
"GOBLOK! Nyetir yang bener, pea!" Rena nonjok lengan Lisa.
Lisa nyenye bentar, terus ngomong lagi, "Lagian lo kayak nggak makan seminggu, anjing. Yang kalem bisa nggak?"
"Kapan gue pernah kalem?"
"Pas pacaran sama Bang Davin. Lo nggak banyak tingkah." Lisa geleng-geleng. "Baru juga seminggu putus, udah balik kek dajal lu."
"NGACA YA, BEGO!" Rena nggak terima.
Berarti Lisa udah tau kalau Rena sama Davin nggak ada hubungan apa-apa lagi.
"Bang Davin cerita apa aja sama lo?" tanya Rena, berusaha serius soalnya dia kepo sama pendapat Lisa soal ini.
"Apanya?"
"Ya, soal kami lah. Perasaan lo nggak tolol banget, deh." Rena ngedorong pelipis Lisa. "Gue serius ini."
"Ya, lo pikir gue juga nggak serius?" Lisa ngedelik. "Nggak cerita apa-apa. Dia cuma bilang kalau kalian putus baik-baik. Udah waktunya move on dan perbaikin kualitas diri. Gitu doang."
Berasa kek nggak ada apa-apanya sih ini. Apa sebenernya pas pacaran kemarin Rena emang nggak ninggalin kenangan apa-apa?
"Sebelum pikiran iblis lo mikir sana-sini, mending stop." Lisa nohok Rena. "Nggak usah overthinking aneh-aneh. Bang Davin bilang, yang kek gitu wajar. Nggak perlu digede-gedein. People come and go. Kalau emang udah waktunya pergi, mau diapain lagi?"
Rena diem aja. Dia makan sandwich-nya sambil mikir. Davin beneran sedewasa itu ternyata. Cara dia nge-handle fase putus patut diacungi jempol.
Atau, mungkin karena dia emang nggak ada rasa apa-apa? Hati Rena ngomporin. Orang mah logisnya kalau putus tuh pasti ada rasa sedih nggak, sih?
Berkat itu, Rena jadi kepikiran lagi.
"Ada lagi?" tanya Rena.
Lisa ngegeleng. "Katanya, kalau gue mau ngajak lo pacaran, gas aja."
"Sori, Sayang, masih lurus gue." Rena nanggepin santai. "Masih demen kontol."
"HALAH!" Lisa pura-pura nge-cuih. "Kek pernah dikontolin aja."
"NGGAK USAH CUIH CUIH-IN GUE YA, BABI!" Rena nendang betis Lisa. "Monmaap, ini gue beneran kecele banget ya, setan. Kirain yang belok tuh si Aleya soalnya aura dia dom sekali. Ternyata elu ya sus mininya."
Lisa ngangkat bahu. "Gue tebak alasan lo putus sama Bang Davin karena Joshua."
Rena hampir buka mulut, tapi disela lagi sama Lisa,
"Sebelum lo denial, mending pikirin dulu. Yang terjadi selama beberapa waktu lalu karena persoalan lo sama Joshua." Lisa ngingetin. "Gue yakin, yang ini pasti ada hubungannya juga sama tuh cowok. Iya kan?"
Rena beneran ketangkep basah.
"Gue nggak mau dikata selingkuh sama Joshua, meskipun kenyataannya gue sama dia nggak ada apa-apa." Rena cerita, "Dan, Bang Davin pantes ngedapetin orang yang bisa nyayangin dia segede effort-nya dia."
"Lo beneran nggak bisa sayang sama abang gue?"
Rena ngehela napas. "Abang lo cakep. Gue akui itu. Gue juga suka ngegodain dia dan ngomong kalau gue ngincer dia, tapi itu sebatas candaan doang. Pas beneran kejadian, gue kira awalnya bakal bisa kek yang lo bilang. Ternyata nggak."
"So." Lisa muter kemudi. Mereka masuk ke area perumahan. "Bang Davin sekadar jadi pelarian doang?"
Lisa sih nanyanya santai, tapi Rena jadi nggak enak hati.
"Ya ...." Rena mikirin kata-kata yang pas, tapi nggak bisa. "Sori, Lis."
"Kenapa lo minta maaf, deh?" Lisa geleng-geleng. "Itu urusan lo sama Bang Davin. Gue nggak ada hak nge-judge gimana hubungan kalian. Yang udah terjadi biarlah berlalu."
Ternyata bener. Lisa cenderung santuy nanggepin putusnya Rena sama Davin.
"Tapi," kata Lisa lagi. "Gue nggak setuju kalau lo mau nyoba PDKT sama Joshua, Re."
Rena ngerjap. "Why?"
"Dia bukan orang yang tepat buat lo," jawab Lisa. "Re, apa lo yakin mau nyoba ini sama Joshua?"
Rena diem sesaat.
"Kalau ternyata hubungan kalian nggak berhasil, apa lo mau kehilangan dia sepenuhnya? Nggak cuma sebagai gebetan, tapi pertemanan kalian bakal ikutan runtuh."
"Dia bilang, dia bakal berubah, Lis.",
"Nggak segampang itu, Re." Lisa ngehela napas. Mereka makin deket sama tujuan. "Anggep gue kompor, tapi gue care sama lo. Lo yakin mau nyoba ini sama Joshua?"
"Kalau belum dicoba, nggak akan tau, Lis." Rena berusaha yakin. "Nggak adil kalau gue nggak ngasih Joshua kesempatan buat buktiin diri. So, yeah. We'll see later."
Lisa diam.
Mereka udah tiba. Pas banget mereka disambut satpam yang ngebukain pager. Rumah temen mereka segede gaban, etdah. Nggak segede rumah Hera, sih, tapi tetep aja. Lisa dengan santai ngemudiin mobil ke halaman yang luas dan ada kanopi itu.
"Semoga pilihan lo nggak salah." Lisa komentar. "Kalau ada apa-apa, cerita. Jangan dipendam sendiri. Ada gue, Kifa, sama Leya. Gue sama tuh bocah berdua emang kadang nggak ngasih solusi solutif, tapi paling nggak lo nggak kebebani sendiri."
"Iya, iya."
"JANGAN IYA-IYA AJA LO!" Lisa memperingatkan. "Lo tuman. Apa-apa dipendam sendiri. Jangan nunggu ampe lo nggak kuat lagi baru dikeluarin. Ngerti nggak?"
"Berisik!" Rena ngedecak. "Gimana gue mau naksir kalau lo-nya bawel gini."
"Oooh, ternyata demennya sama yang bawel di ranjang." Lisa manggut-manggut. "Kalah deh gue."
"MAKSUDNYA!?"
"Joshua dirty talk-nya jago."
"HEH!?"
"Bukan kata gue!" Lisa angkat tangan. Dia turun duluan. "Rumor di kampus bilang kalau Joshua pas ngentot suka sambil degrading, anjay."
"Bangke! Gue nggak butuh TMI lo, setan!"
"Ya udah, sih."
Rena ikutan turun dari mobil. Bareng sama Lisa, mereka jalan menuju beranda. Lisa yang mencet bel. Nggak lama kemudian, si empu rumah ngebukain. Ya jelas cowok. Kan ngerjain tugasnya di rumah temen mereka yang cowok.
"Oh, Lis, Re. Ayo!" Dia ngebukain pintu lebih lebar.
Matt namanya. Matthew. Rena sering sekelas sama dia dari awal kuliah. Rena lumayan akrab sama dia. Orangnya cakep. Tinggi. Putih bersih. Kalau kena lampu sorot, Matt ini ibaratnya bakal mantulin tuh cahaya saking beningnya. Yang paling mencolok dia make anting di sebelah telinga doang. Gonta-ganti. Sekarang sih make yang simpel.
"Yang lain mana, Matt?" tanya Rena sambil nginterin pandangan.
"Pada belom dateng, Re. Lo berdua duduk sante aja dulu."
Matt ngajak mereka join ke ruang tengah. Udah lengkap tersedia minuman sama cemilan. Matt duduk di lantai, dia ngasih kode buat Lisa dan Rena biar duduk di sofa. Dingin katanya kalau di lantai. Kebetulan Matt demen aja ngadem di lantai.
Rena, biar kek gini, ngerti juga sama adab. Jadi dia duduk ngeleseh, sebelahan sama Matt yang lagi ngutak-atik laptop. Rena ikut ngeliat apa yang lagi dikerjain cowok itu.
"Perasaan ini bukan tugas kita deh," Rena ngegumam.
"Emang. Ini tugas matkul lain," sahut Matt.
Rena ber-oh. "Rajin amat, dah."
"Biar produktif."
"Anjay! Keren bener sih, Pak." Rena nonjok lengan cowok itu. Kebetulan dia cuma make sleeveless, jadi berasa skin to skin-nya.
"Jangan dipuji. Gue gampang salting."
"BANGKE!"
Lisa yang duduk di sofa berseloroh, "Sama aja, Matt. Rena gampangan."
"MAKSUDNYA!?" Rena nggak terima.
Matt ketawa. "Nggak, lah. Buktinya Rena masih jomblo ampe sekarang."
"Ngatain banget, nih?" Rena melotot.
"Fakta, kan?"
"MANA ADA!" Rena nyikut rusuk tuh cowok. "Gue dah ada cowok, ya."
"Masa?" Matt keliatan kaget.
"Udah putus, tapi." Lisa nimbrung nyaut. "Dia sempat pacaran sama abang gue, tapi nggak lama."
Rena awalnya mau ngejambak Lisa biar nggak bablas cerita, tapi untungnya Lisa stop ampe situ doang. Nggak nambahin bumbu, apa lagi soal “putusnya karena Joshua”. Aman deh jadinya.
"Selera lo yang dewasa ya, Re?" Matt ngalihin pandangan dari laptop. Oh ya, Rena lupa ngasih tau kalau Matt suka pake kacamata? Kalau iya, there you go. Sekarang sih udah dilepas sama tuh cowok. "Auto kedepak gue."
"NGAPAIN!?"
"Ya, kali aja bisa daftar."
"Turnamen bola kali, ah." Rena ngajak canda. "Nggak ada, nggak ada! Gue betah jomblo."
"Boong, boong!" Lisa ngomporin. "Dia mah mau—"
"GUA PUKUL LO YA, SETAN!" Baru juga aman, ternyata si Lisa brengsek juga mau main spill tanpa izin.
"Apa, apa?" Matt ketawa. "Nggak asik setengah-setengah gini. C'mon."
"Jangan didengerin. Emang setan dia tuh, Matt." Rena ngedelik ke Lisa yang nyeringai.
"Bukan Aleya lagi?"
Tawa Lisa pecah. "Anjay! Kok bisa tau sih, Matt?"
"Ada, deh." Matt ketawa juga.
Lisa keliatan mau ngomong lagi, tapi dia stop pas ngeliat HP-nya nyala. "Gue mau nerima panggilan dulu."
Rena ngangguk, barengan sama Matt. Dia liat Lisa ngejauh bentar terus ngomong entah sama siapa di call.
"Re," panggil Matt.
"Hm?"
"Lo lagi deket sama Joshua?"
Duar banget! "Eh? Kok bisa nyimpulin gitu?"
"Susah buat nggak denger gosip soal primadona kampus," sahut Matt kalem.
"Sejak kapan gue primadona kampus?"
"Come on." Matt nyeringai. "Lo dan Joshua sama, Re. Bedanya, Joshua terkenal karena suka colok sana-sini, sementara lo dikenal karena teguh dan nggak gampangan. Udah banyak cowok yang patah hati karena lo tolak."
"Lo mau jadi salah satunya?"
Matt ngangkat tangan. "Gosip bilang kalau lo lagi deket sama Joshua, makanya sekarang Joshua nggak lagi nakal colok sana-sini."
"Dan lo percaya sama gosip?" tanya Rena.
"Well." Matt ngangkat bahu. "Nggak ada salahnya ngebahas gosip bareng yang digosipin. Gue nggak suka ngomongin orang di belakang."
Matt nih tipe rada nerd, tapi blak-blakan juga. "Gue nggak ada komentar apa pun soal itu."
"Apa lo terbuka sama peluang PDKT?"
"Lo kayak mau rekrut orang kerja, deh." Rena geleng-geleng. "Ngapain, sih?"
Matt malah ketawa pelan. Duh, mana Lisa masih belum balik lagi. Kan Rena lama-lama jadi grogi gini soalnya ketawa Matt tuh nggak bisa dipungkiri enak didenger.
"Ketawe lu!" Rena mukul lengan keker tuh cowok.
Maaf banget, tapi sopan nggak sih pamer-pamer lengan kek gitu? Mana ada tatonya lagi. Kek tulisan tapi di Rena nggak keliatan gitu jelas apa. Tapi cakep banget, wak.
"Sejak kapan ketawa dilarang?" Matt nanggepin santai. "Jadi, bener? Lo lagi PDKT sama Joshua?"
Rena udah balik ke alam sadar sekarang. "Gue mau PDKT sama siapa pun juga bukan urusan lo, Pak."
"Urusan gue, sih, Re. Kalau ada niat PDKT sama lo, tapi lo lagi deket sama orang lain, gimana? Males ribut dan ribet."
"DIH!" Rena masih anggap itu candaan. "Jantan dong. Ngapain ngajak PDKT kalau takut ribut."
"Bukan gue." Matt nyender dengan kedua tangan numpu di lantai. "Temen gue. Dia tipe yang males ribut gara-gara cewek. Kalau gue, sih, beda cerita."
"Ah, cupu." Rena nyibir. "Kalau berani, jangan lewat lo dong, ah. Kek apaan aja."
"Jadi, lo terbuka nih sama PDKT?"
"Nggak."
"Yaelah, Re." Matt kebahak. "Muter abisin bensin, ternyata ujung-ujungnya nggak."
"Ya, gimana," sahut Rena. "Serius. Gue baru putus sama mantan gue. Gue belum ada niatan buat PDKT atau apalah itu."
"PDKT kan nggak selalu berakhir pacaran, Re."
"Kalau gitu, buat apa pendekatan, Matt sayang?"
"Ya ...." Kepala Matt goyang kecil bikin rambutnya jadi tuing tuing! "Nggak tau juga, sih. Hehe."
"Yeeeu!" Rena akui, Matt tuh ada sisi lucunya juga. Beda sama Joshua atau Davin yang pure cakep ganteng. "Udah, ah! Ngapain jadi bahas gue, sih?"
"Karena Lisa lagi nggak ada," Matt nyengir.
"Ah, elo." Rena mukul bahu tuh cowok. "Pake baju yang bener napa. Mentang-mentang cowok."
"My body, my choice ini."
"BEDA KONTEKS, YA!"
"Apa bedanya?" Matt ngejulurin lidah. "Suka-suka gue, lah. Lengan doang ini."
"Lemah gue."
Matt malah pamer bisep. Sengaja ngangkat lengan terus meragain otot di depan Rena. "Suka nggak?"
"Jujur aja nih, Pak, gue demen. Soalnya mayan cuci mata."
"Wow, wow." Matt ketawa. "Jujur banget, Re."
"Biar nggak ada dusta di antara kita."
"Sweet banget."
"Lo kata gula?"
"Mirip, sih."
"Gombal!"
Matt ketawa.
Ini perasaan Rena nggak sedeket itu sama nih cowok, tapi feel-nya berasa udah akrab sekali ya. Ada apakah gerangan?
Ya, soalnya Matt easy going sih. Jenaka juga. Rena jadi kek ikutan santai.
"Hey, hey!" Lisa dateng bareng sama dua cewek lainnya. Temen sekelompok mereka. Siapa lagi? "Kita-kita ketinggalan apa?"
"Ah, nggak ada apa-apa." Matt yang nyaut. "Mau mulai sekarang?"
"Boleh."
Salah satu cewek yang dateng bareng Lisa itu mantan partner Joshua. Seinget Rena, dia juga temen deket Nami. Pas Rena dan dia temu pandang, kerasa jelas kalau tuh cewek semacam ngobarin api peperangan sama Rena.
Rena bukannya nggak notice dari awal. Dia udah tau. Cuma Rena nggak mau ambil pusing. Dia milih ngerjain tugas sesuai yang udah dibagi. Sesekali ngobrol juga. Cuma sama si mantan partner Joshua doang Rena nggak banyak interaksi.
"Gue mau ke kamar mandi dulu, ya." Rena permisi abis sejam duduk ngerjain tugas. "Di mana, Matt?" tanyanya.
"Mau gue anterin?" tawar cowok itu.
"Gue masih bisa baca map, ya."
Matt ketawa geli. "Lurus aja. Belok kiri, lurus dikit. Nah, ada di bagian kanan."
Rena ngangguk, ngacir. Ngelarin urusan alam yang udah minta dikelarin dari tadi. Abis cuci tangan, Rena retouch make up tipis-tipis.
Nah ini. Di pertengahan molesin ulang make up, pintu kamar mandi ada yang ngetuk. Rena udah bilang kalau dia masih make kamar mandi, terus dijawab.
"Gue mau ngomong sesuatu."
Bukan Matt, bukan juga Lisa. Itu suara mantan partner Joshua.
Rena ngernyit. Karena dia udah kelar urusan, jadi Rena bukain aja tuh pintu. Dan bener aja. Emang dia.
"Kenapa, nih?" tanya Rena.
Tuh cewek mukanya arogan banget pas bilang, "Bisa lo jauhin, Joshua? Gue muak tiap dia jalan sama gue selalu ngomongin lo."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top