7. Menuju Perangkap
Udah sekian hari berjalan dan Rena masih ogah pakai banget buat ketemu Joshua.
Jangankan ketemu, papasan aja Rena emoh biar nggak bertatap muka, mata, dan dada sama Joshua. Berbagai usaha dan tindakan preventif sudah dia jalankan sebisa, sebanyak, dan secantul mungkin.
Mulai dari ngubah kode apartemen, sampai nonaktifin notifikasi media sosial Joshua. WhatsApp, iMessage, Instagram, bla bla semua milik Joshua dan sebagainya sudah dia bisukan.
Berhubung bibir Joshua di luar kendali Rena, tinggal itu doang yang nggak bisa Rena bisukan.
Ya kali, kan? Gimana caranya coba ... orang Rena saja ogah bener ketemu si empu bibir. Meskipun, Rena juga nggak tau bisa apa kalau memang nanti benar-benar bertemu dengan si Joshua bangsat itu.
Jujur nih, ya.
Rena ngaku, sejak kejadian ciuman mabuk malam itu, Rena jadi ngerasa kayak perasaan yang ... aneh.
Rena jelas marah, terus malu juga. Kalau ngikut khayalan di kepalanya, sudah dia dobrak pintu apartemen Joshua dan menyerang si bersangkutan. Bakal dia cengkeram kerah baju Joshua dan meneriaki cowok itu tepat di muka si bersangkutan. Kayak,
WHAT THE HELL!
Kok bisa-bisanya Joshua mencium Rena!? Kayak, apa muka atau bodi Rena malam itu kelihatan mirip Nami di mata mabuk dan buram Joshua?
Setau Rena, semabuk-mabuknya, nggak akan sampai segitunya. Kecuali, kalau memang Joshua mabuk berat.
KECUALI.
Cuma kalau diingat-ingat, Joshua mabuknya nggak separah itu. Karena Joshua nggak benar-benar wasted dan sempat meracau juga walaupun racauannya nggak jelas serta mengguncang emosi Rena sampai ke ubun-ubun.
Itu kalau menuruti skenario di kepala Rena.
Kenyataannya,
RENA MANA BERANI.
Rena malah ngumpet dan ngehindarin Joshua beberapa hari ini. Persis Tom and Jerry versi no kejar-kejaran. Rena, si Jerry yang kayak bersalah mencuri keju, dan Joshua-nya adalah Tom yang nggak tahu-menahu apa pun.
Entah apa Joshua tau atau ingat soal ciuman di malam itu. Rena juga nggak mau tau dan nggak peduli. Mustahil banget mencari tau. Ya kali, Rena dengan nggak tau malu keluar apartemen lalu menyapa Joshua sesantai lagi wisata di pantai sambil menikmati deburan angin sepai-sepoi bohai.
Di mana muka Rena bakal di taruh?
Tapi sebenarnya ... alasan utama kenapa Rena terus menghindar dan berusaha buat nggak ketemu Joshua karena,
Rena bingung dengan yang dia rasakan soal kejadian ciuman mabuk itu; dia marah dan hampir berencana mendorong Joshua dari lantai paling atas apartemen, tapi di sisi lain jantungnya mendegupkan detak aneh yang tidak biasa.
Detak yang sudah lama nggak dia rasain.
***
"GIRLS!" Rena nyapa para geboy pas nyampe di kafe biasa mereka nongki cantul. Di mana lagi kalau bukan kafe kampus? "Whazup coz I'm feel so spesyel today." Cewek itu mengoceh riang walau mood hatinya nggak senang-senang amat.
Meskipun para geboy di depannya ini hina nista dina, tapi mereka juga orang-orang yang cepat ngeh nangkap sesuatu kalau Rena bertingkah aneh atau nggak kayak biasanya.
Pernah sekali 'kan Rena berniat ngubah image jadi kalem dan berakhlakul karimah-no bar-bar club serta bersikap layaknya cewek baik-baik nan jauh dari umpatan serta hinaan mulut berdosa kotor.
Tau nggak? Para geboy langsung ngeintrogasi dia.
Kayak apa yang merasuki Rena, Rena kesambet apaan, apa Rena sempat nyuuus jatuh terus kepalanya kehantam lantai kamar mandi, dan bla bla. Paling parah dituduh bikin perjanjian sama setan, dong.
Belum lagi sekian tahun dilalui bareng dari zaman maba sampai sekarang.
Makanya jangan heran kalau para geboy bisa nangkap gelagat aneh kalau Rena lagi ada masalah atau sesamting nggak kayak biasanya.
Dan Rena sekarang lagi ngalamin itu. So yeah buat menghindari rasa dan aroma kecurigaan dari tiga pasang mata di hadapannya sekarang, Rena berusaha bersikap seceria mungkin kayak biasa.
"Udah waktunya bikin circle baru bertiga." Aleya nyambut sama sindiran setajam parang baru diasah. "Yang suka telat datang bikin circle sendiri. Nggak usah diajak yang awalan namanya R."
Kifa dan Lisa malah ngangguk-angguk khidmat kayak okey kita setuju. Leggo habis ini bikin circle baru.
Tanpa ampun, Rena langsung ngegeplak kepala Aleya. "Jaga cocotmu entuh, wahai kaum hawa. Macam bukan pemberian Tuhan aja bibir kau omongannya."
Aleya ngeluarin cermin. "Noh!"
"Buat apaan?"
"Buat ngaca." Aleya menarik rambut panjang Rena dan langsung ngapit kepala Rena di keteknya. "KELAHI KITA!!"
Sementara Rena berjuang ngelepasin diri dari kekejian ketek Aleya, Kifa dan Lisa yang nonton gulat itu berbagi makan ciki kayak lagi nonton klimaks paling seru dalam film.
Rena ngaduh sebelum menyodok tulang rusuk Aleya, membuat yang disodok langsung mengaduh dan melepaskan Rena dari apitan keteknya.
"Mamam noh!" Rena ngejulurin lidah.
Aleya merapikan rambut dan pakaiannya dengan sinis. Muka judesnya jadi lebih galak lagi pas nyalak ke Kifa dan Lisa, "Bilangin sohib lu berdua biar kagak ngaret mulu datangnya!"
"Sohib lu juga, ege!" Kifa nggak terima.
Lisa ngangguk, mengamini. "Mana orangnya ada di depan lo lagi."
Aleya nyebik sebelum minum jus yang ada di depannya. Sebelah tangannya ngelempar Rena pakai tusuk gigi. "Barang yang gue co-in udah nyampe belom?"
Rena ngangkat bahu. "Belum cek."
"Bangsat kau, Renata! Nggak tau terima kasih lo."
"GUE JUGA KAGAK MINTA, SETAN!"
"Lo setan."
Rena membalas sengit. "Lo lebih setan lagi."
Aleya menjilat bibir. "Ntar dicek lagi."
"Gampang." Rena nenangin. Sebelah tangannya mengobok tas tangan lalu melempar sesuatu ke Aleya. "Tangkap atau lo mati."
Aleya dengan sigap menangkapnya. "Lipgloss?" tanyanya.
"Bukan, neng. Taik kucing noh." Rena mendelik sebal.
Aleya ketawa. Tanpa ba-bi-bu langsung dipakainya lipgloss yang dilempar Rena ke bibir. "Tau aja lo."
"Geer amat, neng."
"How do I look?" tanya Aleya pas udah kelar memakai lipgloss.
"Mirip tante-tante arisan."
"Bangsat lo, Renata!"
"GOSAH LO NGOMONG." Rena menghantam tas tangan ke muka Aleya yang langsung ditepis bersangkutan.
Asik berdua, Kifa dan Lisa rupanya keki juga.
"Kif, kayaknya kita yang kudu bikin circle baru," kata Lisa.
Kifa setuju. "Yang asyik berdua nggak usah diajak."
"HEH!" Rena langsung mendelik ke arah mereka. "Gosah macem-macem lu berdua!"
Lisa, yang mewakili Kifa juga, mencomel sebal.
Sebelum terjadi perang saling lempar alat make up nggak kepake dan tas tangan satu sama lain, Kifa berinisiatif buat ngasih info, "By the way, gue sama Leya ada kelas bentar lagi. Gue sama Leya duluan, oke?" Kifa mulai beberes barang.
"Emang iya?" Aleya ngernyit. "Perasaan lima menit lagi."
"Lo ke gedung apa nggak perlu waktu buat jalan, wahai taik kucing kena lindes ban delman?" Kifa nyerocos sambil narik lengan Aleya biar beringsut segera cap cus cabut.
"Rena itu, mah." Aleya berceletuk sambil beberes barang juga.
Rena melotot. "MAKSUD LO!?"
Sebelum Rena mengamok lagi, Kifa dan Aleya buru-buru cabut sambil melambaikan tangan. Ninggalin Rena dan Lisa yang tinggal berduaan duduk di kursi luar kafe.
"Kita ada kelas nggak, sih?" tanya Rena ke Lisa beberapa saat kemudian.
"Lo nanya gue?"
"BUKAN! NOH GUE NANYA KUTU DI KEPALA LO!" Rena kepalang emosi.
"SEMBARANGAN, ANJING!" Lisa ngelempar Rena pake tas tangan. "Lagian lo niat ngampus nggak, sih? Bisa-bisanya nanya ada kelas atau nggak hari ini. Amnesia, neng?"
Rena melempar balik tas ke si empunya. "Ya kan make sure, Lilis sayaaang. Siapa tau dosennya nggak hadir atau gimana, kek."
Lisa malah ngangkat bahu sambil mainin ponsel. "Gue juga lupa, sih."
"YEEEEEU." Rena lngsung menggaplok muka Lisa. "Niat kuliah nggak lo, hah!?"
"Ngaca noh di spion mobil!"
"Nyenyenye." Rena mencebik.
Rena ngecek jadwal, juga sekalian grup kuliah. Cuma ada satu kelas hari ini dan itu juga masih setengah jam lagi. Masih ada waktu buat santai lah. Nggak perlu buru-buru cap cus kayak Kifa dan Aleya.
"Re?" panggil Lisa tiba-tiba.
"Ngapa?"
"Malam ini free nggak?"
Rena langsung noleh. "Tumben lo nanya duluan. Kesambet jin ifrit mane satu, nih?"
"SETAN!" Lisa menjitak Rena kuat-kuat. "Gue serius ya, bego."
"GUE JUGA SERIUS, ANJENG!" Rena ngusap kepala yang jadi korban kekerasan seseorang bernama Lisa.
"Mau mampir ke rumah nggak?" tanya Lisa.
"Mau ngelesbi lo sama gue?"
"TOBAT LO, DAJAL." Lisa menampol lengan Rena.
Rena berkelit. "Ya emang mau ngapain?"
"Gue pengen belajar bareng lo. Ada materi yang sampai sekarang gue masih bingung. Capek gue nanggung beban ekspektai kehidupan di perkampusan ini." Lisa menaruh dagu di meja, mengeluh.
"Ekspektasi, bego!"
"Gue bilang ekspektai."
Rena mutar bola mata jemu.
Walaupun kelihatan kayak makhluk kurang aware sama kewajiban sebagai mahasiswa, aslinya para geboy termasuk orang yang cukup rajin dan memperhatikan grade. Nilai mereka tiap akhir semester juga selalu bagus-bagus.
Termasuk Rena dan Aleya.
Rena ber-oh. "Udah lo kabarin tuh dua cecunguk belum?"
Maksudnya Aleya dan Kifa.
"Nggak." Lisa ngegeleng. "Gue ngajak lo doang."
Rena mengerutkan dahi. "Kok gue doang? Lo nggak berantem kan sama Kifa-Aleya? Kalau sampai iya, siap-siap gue lindes lo semua."
"Nggak lah!" Lisa sinis. "Alesan gue cuma ngajak lo, apa lagi coba? Kalau ada Kifa sama Aleya yang ada lo semua ngoceh atau nggak berantem mulu. Gue beneran pengen belajar kali ini."
"Belajar ngewe?" Rena bertanya asal.
Dan,
PLAK!
Satu tamparan mendarat di lengan Rena.
"SAKET, ANJENG!" Rena auto ngusap-usap lengannya yang kena sasaran Lisa.
Lisa mendengus. "Jadi lo mau atau nggak?"
Rena ngehela napas, nimbang-nimbang. "Nggak yakin. Gue rada mager."
"Gue masih ada stok minum-minum." Lisa ngebujuk.
Rena mendelik. "Nyogok ape gimana nih, neng?"
"Abang gue pulang malam ini."
Mendengar kata abang gue langsung bikin Rena menoleh.
FYI aja nih ye wak, abang Lisa tuh cakep bingbing, bahkan lebih cakep dari Joshua. Style dan mukanya mirip idol Korea. Sangatlah bening dan membuat hati Rena adem sejak pertama kali mereka ketemu dulu. Cuma, abang Rena jarang di rumah. Jadinya Rena nggak bisa sering-sering ngeceng menikmati ketampanan abang Lisa yang membelah tujuh benua.
"Boong lo pasti." Rena mencebik.
"Buat apa gue boong?" Lisa tersinggung.
"Bukti, bukti!" tuntut Rena.
Lisa ngehela napas. Sebelah tangannya membuat panggilan. Sampai sengaja Lisa aktifkan speaker biar Rena percaya.
Beberapa detik kemudian, panggilan tersambung.
"Bang, lo malam ini balik kan?" tanya Lisa to the point.
Rena menatap Lisa skeptis.
"Iya, gue balik. Napa?" Beneran suara abangnya Lisa yang nyahut! "Mau nitip apa lu, Lis?"
"Nitip lo bawa pacar bisa nggak, bang?"
Abangnya Lisa malah ketawa. "Dah. Gue ada kelas, nih."
Panggilan terputus.
"Gimana?" tanya Lisa ke Rena, memastikan.
Rena pikir-pikir lagi. "Sama pizza, gas?"
"Gas ngueng!"
"Oke, deal!"
Yang Rena nggak tau, dia bakal masuk jebakan batman.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top