24. Perasaan Sebenarnya

Coba aja kalau kayak biasa, udah Rena jambak rambut Joshua. Bener lah. Rena bikin mampus aja tuh cowok sekalian. Soalnya frontal bener si Joshua bangsat ini was wes wos! ngomong nggak pake mikir. Ya, Rena emang nggak ngajak Joshua buat basa-basi. Cuma langsung nohok kek gitu bikin Rena menciut.

Tahan, tahan! Rena berusaha buat nggak ngamuk. Kudu tenang terus tegas ngomong sama makhluk astral ini.

"Gue bakal jawab tapi lo kudu janji dulu," sahut Rena pas udah nenangin diri biar nggak kelepasan.

"Tumben." Joshua keliatan bingung.

"Jangan bikin gue nyesel ngajak lo ke sini."

Joshua numpuin siku ke paha, nggak langsung jawab. Semi semi mikir dulu sebelum ngangguk. "Oke."

"Jangan nyela, dengerin gue baik-baik," ingat Rena. "Intinya jangan motong sana-sini pas gue lagi ngomong."

"Tergantung," Joshua ngerespons santai banget.

"Gue nggak nanya."

"Gue tau." Joshua natap Rena pas banget di mana. Nggak terlalu lama. Habis itu Joshua nepuk sofa di sebelahnya. "Sini."

Rena ngembusin napas. Ini nggak bakal kelar kalau dia sok-sokan nggak mau duduk terus nyelesaiin duduk masalah perkara. Jadinya Rena manut. Duduk di sebelah Joshua.

"Lihat gue, Re," pinta Joshua.

"Jangan ngelunjak ya, setan!"

Udah Rena bilang, dia nggak bisa kalau kagak emosi pas bareng Joshua gini. Soalnya emang aura Joshua tuh bikin darah tinggi. Untung aja kebantu sama tampang tuh cowok yang aduhai Rena nggak bisa boong kalau emang bening betul, darleng.

"Oke." Joshua natap Rena meskipun nggak dapet balasan serupa. "Jadi?"

"Jadi?" ulang Rena.

Joshua ngehela napas. "Lo punya perasaan itu ke gue?"

"Gue nggak tau perasaan apa yang lo omongin."

"Rena ...."

"Gue beneran nggak tau, anjrit!" Rena kekeh tapi udah nggak ngeles lagi. "Gue kepikiran terus ampe sekarang. Gue udah berusaha lupain, nganggep itu cuma efek kaget terus ya udah. Tapi gue nggak bisa, Josh."

Joshua nggak langsung ngerespons. Dia kedengeran hati-hati pas bilang, "Jangan marah, tapi bisa jadi karena lo kelamaan jomblo."

"Gue bahkan nggak pernah ciuman sama siapa pun. Lo tau sendiri kenapa dulu gue putus." Rena ngegeleng.

"Karena lo nggak mau diajak begituan."

Rena ngangguk. "Apa hubungan antara gue kelamaan jomblo sama yang gue rasain coba?"

"Mungkin justru itu penyebabnya?" tebak Joshua. "Lo baru pertama kali ngalamin ginian. Ciuman yang nggak sengaja. Mungkin akan beda cerita kalau sebaliknya."

Rena akhirnya natap Joshua. "Lo sendiri gimana?"

"Gue?" Joshua sempat ngerjap sekali.

"Apa yang lo rasain?"

"Re—"

"Jujur sama gue," kejar Rena.

Joshua agak ragu sebelum bilang, "Lo mau jawaban jujur atau—"

"Joshua."

Joshua nyender ke sandaran sofa. "Gue kaget, tapi kita berdua tau itu nggak disengaja."

"Lo keliatan nggak peduli."

"Itu yang lo liat di luar, Re," jelas Joshua.

"Aslinya?"

"Gue udah bilang apa yang gue rasain." Dari suaranya, Joshua enggan ngulangin jawaban dia barusan.

Rena natap Joshua lekat-lekat. Nggak tau kenapa, sekarang jantungnya bertalu-talu kek di luar batas wajar. "Dan lo udah lupa soal itu?"

Blas ruang tengah jadi sunyi senyap soalnya baik Rena maupun Joshua sama-sama mingkem. Di satu sisi, Joshua nggak ngejawab barang sebiji kata pun. Terus di kubu satu lagi, Rena nunggu jawaban Joshua.

"Josh," Rena berusaha mati-matian biar nggak ngamuk atau ngumpat.

"Sulit buat lupa karena gue nggak nyangka itu bakal terjadi, Re." Joshua akhirnya nyuarain respons. "Selama ini gue nggak pernah ngeliat lo dengan perasaan itu."

"Lo selalu bilang perasaan itu. Kayak nggak ada kata yang pas buat ngedeskripsiinnya," sela Rena.

"Karena asing." Joshua nyugar. "Lo kenal gue, dan sebaliknya. Kita punya perbedaan cara ngelihat perasaan itu."

"Josh—"

"Rena." Tatapan Joshua jadi melunak. "Gue nggak percaya sama itu."

"Nami?"

"Terlalu complicated bagi gue ngejelasin perasaan ke dia." Joshua ngusap muka. "Lo tau sendiri."

"Jadi," potong Rena. "Lo nggak lupa?"

"Gimana bisa gue lupa?" Joshua ngebuang tatapan ke luar jendela.

"Harusnya lo jujur dari awal." 

"Harusnya," Joshua senyum kecut. "Tapi dengan sifat lo, itu nggak mudah."

Rena kesinggung tapi dia ngakuin itu bener. Andai obrolan ini mereka lakuin sebelum Rena curhat sama kakak-kakaknya, Rena nggak jamin dia bisa se-calm ini. Bisa jadi apartemen Rena udah dipenuhi sama amukan sepihak.

"Re," panggil Joshua.

"Apa?"

"Apa lo benci sama gue?" tanya Joshua.

Ini Rena bingung mau ngejawab apa. Soalnya tiba-tiba banget Joshua nanya gitu. "Ha?"

"Sejak kejadian itu, lo ngejauhin gue."

"Josh, lo beneran nggak paham?" Rena frustrasi. "Gue nggak kayak lo yang bisa santai nggak ada beban."

"Lo benci sama gue?"

"Sekali lagi nanya gitu, gue lempar meja ke muka lo, sat!" Rena mulai emosi. "Dibilang nggak, juga."

"Lo nggak ada bilang gitu."

"NGGAK!" Rena sengaja tereak agak kenceng. "Biar telinga dakian lo entuh sekalian denger. Gue nggak benci sama lo, Joshua!"

"Then?" gali Joshua.

"Satu-satunya yang gue benci ya lo pacaran sama Nami." Rena ngangkat bahu. "Gue care sama lo, Josh. Selain Bang Bian, lo satu-satunya cowok yang deket sama gue selama ini. Gimana bisa gue benci sama lo?"

"Lo bikin keadaan seolah-olah kayak begitu, Re."

"Karena gue bingung sama diri gue sendiri." Rena ngembusin napas. "Lo berharap gue bisa langsung tadaaaa! lupa sama kejadian di antara kita dalam semalam? Nggak bisa lah."

"Harusnya lo jujur," tukas Joshua.

"Dengan lo yang ngedominasi obrolan pas terakhir kita ngobrol?" tanya Rena sarkastik.

"Apa lagi yang lo rasain, Re?" Joshua nggak ngindahin sindiran keras Rena barusan.

Jujur aja, Rena berasa lagi perang batin sama diri sendiri. Pikirannya mulai ruwet tapi Rena tahan biar nggak bablas. Mumpung dia sama Joshua lagi duduk di satu ruangan gini. Bener kata Olla. Rena kudu kelarin masalah ini biar nggak berlarut-larut.

"Gue kesel," jawab Rena jujur.

Joshua naikkin sebelah alis. "Re?"

"Lo nggak salah denger," Rena bilang gitu sambil ngelirik Joshua. "Gue panas bayangin lo ciuman sama cewek lain, sementara di sini gue nggak bisa mikir jernih kepikiran mulu sama kejadian itu."

"Re, gue nggak tau mau ngomong apa." Joshua sempat kedengeran kegelagap gitu sekilas. Dikit aja sih tapi telinga Rena bisa nangkep.

"Gue nggak yakin bisa nganggep itu cuma ciuman nggak sengaja doang, Josh," Rena ngakuin juga akhirnya.

"Rena ...."

"Apa lo cuma nganggap itu sepele atau lo punya perasaan lain ke gue?" tanya Rena membalikkan keadaan.

Joshua nggak langsung jawab. Buat sekian kali, ruang tengah apart Rena jadi sunyi bentar. Joshua keliatan lagi mikir keras, dengan Rena nunggu jawaban si bersangkutan.

"Gue nggak mau hubungan kita renggang karena ini." Joshua memutuskan. "Gue tetap anggap ciuman kita itu kecelakaan. Nggak lebih."

Rasanya, jantung Rena luruh entah ke mana habis denger itu.

"Dan, Rena," sambung Joshua.

Rena nggak ngerespons.

"Lo juga harus bersikap gitu. Lupain dan anggap itu nggak pernah terjadi."

Pas banget habis Joshua ngomong gitu, stok kesabaran Rena bener-bener diperes abis sampai ke sari pati kulit.

"BANGSAT!" Rena ngamuk seketika.

Rena nggak segan buat narik kerah Joshua terus tanpa nunggu lama, dalam sekejap mata, tonjokan melayang ke sebelah pipi Joshua.

"LO BANGSAT! EGOIS! GOBLOK!" Rena ngumpat sekeras-kerasnya. Emosi dalem dada yang dari tadi dia tahan bener-bener tsunami sekarang. "APA HAK LO NGOMONG GITU HAH!?"

Joshua sama sekali diam membeku. Wajahnya kepaling ke samping. Mamerin pipi yang keliatan mulai nunjukkin bekas kemerahan akibat tinjuan Rena.

"BAJINGAN!" Rena nggak segan buat ninju Joshua lagi pas di muka. Kali ini bahkan ampe ngenain hidung sama bibir Joshua sekalian.

Joshua masih diem. Nggak ada tanda mau ngelawan juga barang seuprit pun.

Dada Rena naik turun nggak karuan. Emosinya bener-bener udah meledak sekarang. Ngeliat Joshua di depannya nggak bereaksi apa-apa malah bikin Rena makin nano-nano.

"LIAT GUE!" Rena ngehentak kerah baju Joshua bikin cowok itu natap dia. "Lo pikir gue sama kayak cewek-cewek yang lo sodok itu? Atau kek Nami lonte pacar lo itu!?"

"Re ...."

Dan sebelum Joshua ngelarin apa yang dia mau bilang, Rena sekali lagi nonjok cowok itu.

"DIAM!" Sudut bibir Rena bergetar di luar kendali. "LO BANGSAT!"

Napas Rena mulai kesengal-sengal. Keinginan selain marah plus ngamuk tiba-tiba muncul. Sebelum Rena bablas ngeliatin itu ke Joshua, dia langsung nyeret Joshua buat bangun.

"PERGI!" Rena narik kerah Joshua.

Joshua kehuyung. "Rena, dengerin gue dulu."

"Nggak ada yang perlu gue dengerin lagi dari lo!" Rena ngedorong Joshua susah payah ke arah pintu.

"Rena."

"GUE BILANG PERGI!"

Rena kepejam, berusaha nahan kedutan hangat di kedua mata. Tangannya berusaha ngedorong Joshua asal-asalan biar segera pergi dari hadapannya. Namun, yang terjadi selanjutnya, di luar dugaan.

"Pergi!" Rena melemah. Suaranya serak diiringi getar.

Kenapa kudu di depan Joshua? Rena ngutuk diri sendiri yang nggak bisa nahan luapan emosi.

Air mata mulai menggenang di pelupuk Rena.

Bersamaan dengan Joshua narik tangan Rena.

Semua terjadi gitu aja dalam sekejap.

Suasana berbalik.

"Rena, ssh ...."

Bisa Rena rasain Joshua ngedekap dia. Erat banget seolah nggak ada hari esok. Seakan Joshua nggak bakal ngelepasin dia barang sedetik pun.

"Jangan sentuh gue!" Mulut Rena mungkin berteriak tapi dia nggak bisa berontak.

"Rena, please."

"Lo brengsek!"

Rena nggak bisa nahan tangisan di pelukan Joshua, meski dia berusaha.


























Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top