Day 7 : A... What?!

Sajian makan malam yang mereka tengah nikmati sebetulnya enak sekali. Ketika tadi Holly kembali ke dalam, disusul Chris yang masih bertampang super bingung, Gary dan Zach sudah menggabungkan dua meja sehingga mereka berdelapan bisa makan bersama. Holly duduk sejauh mungkin dari Chris. Sayangnya indera pengecap Holly dirancang untuk mengikuti suasana hatinya sehingga ketika dia menyuap potongan steak pertamanya—yang dideskripsikan Zach dengan 'Aku siap mati saat ini juga!'—dia seperti sedang mengunyah potongan kecil ban mobil. Kebetulan Timmy duduk persis dihadapannya. Dia duduk disebelah Vera yang sedang sibuk menertawai lelucon Pat sehingga ketika dia menegur Holly, tak ada seorang pun yang memerhatikan.

"Bagaimana?"

Holly menelan dagingnya susah payah, "Apanya yang bagaimana?"

Timmy mengetuk-ngetukkan jarinya tak sabar, "Soal Tom. Kau sudah menyuruh Chris berdamai?"

Holly buru-buru menenggak air putih di hadapannya agar tidak tersedak. Jujur saja, hal itu sama sekali tak terpikirkan di benaknya ketika bersama Chris di lapangan parkir tadi.

"Ng... belum." ujar Holly, kemudian mengarang alasan. "Kupikir ada baiknya mereka yang menyelesaikannya sendiri. Toh besok Tom dan ayahku akan datang ke bandara untuk mengucapkan salam perpisahan."

"Wah." Timmy tampak agak terkejut, "Semoga segalanya berjalan lancar kalau begitu."

"Yeah, trims."

Cowok itu mengangguk menyemangati dan meneruskan makannya.

"Benarkah itu Holly?" mendadak Sarah nimbrung dari sebelahnya dan bertanya dengan suara rendah, "Ayahmu juga akan datang? Kalian sudah berhubungan baik?"

"Well, aku kan hanya mengikuti saranmu. Aku pernah berjanji padamu akan mencoba memberi kesempatan kepada cowok di kehidupanku. Yah, ayahku juga cowok kan? Jadi aku serius mempertimbangkannya."

Sarah dan Holly saling berpandangan. Tak ada kata-kata, namun itu sudah cukup bagi mereka berdua.

"Aku bangga sekali padamu, Holly."

"Dan aku bangga karena punya sobat yang menginspirasiku untuk melakukannya."

Mereka saling tersenyum dan berpelukan.

"Awww... bolehkah aku ikutan?" Gary memasang wajah memelas dan bangkit dari kursinya, hendak merangkulkan kedua lengannya ke pundak dua cewek yang sedang berpelukan itu ketika—untungnya—Sarah cepat tanggap dan mencegahnya.

"Ini masalah cewek." Sarah memberinya pandangan mengancam. Gary memutar bola mata lalu dalam satu gerakan luwes, dia menarik pinggang Sarah ke dalam dekapannya dan menciumnya penuh-penuh. Kehebohan besar terjadi di meja mereka.

"IIIIH, KALIAN MALU-MALUIN!" Pat menjerit terpana melihat sepasang kekasih itu. Sarah melambaikan satu tangannya yang tidak sedang memeluk leher Gary ke arah Pat sambil terus mencium. Holly dan yang lain tertawa. Namun tak ada yang tertawa sekeras Chris. Tak ada yang menyadari ini kecuali Timmy dan Holly.

"Apakah membahagiakan sekali melihat mereka ciuman?" Timmy meliriknya dengan alis terangkat.

Tawa Chris mereda, "Ah, bukan-bukan... hanya sudah menyadari sesuatu. Dan itu lucu banget."

Holly tak bisa menahan diri untuk memandang Chris sama herannya seperti Timmy.

***

Menggunakan alasan 'bersenang-senang di malam terakhir', Sarah dan Gary memaksa mereka semua berkeliling pusat kota Torquay seusai makan malam.

"Untuk apa kita meyewa cottage pinggir pantai kalau nggak menikmati pantainya?" dukung Pat cerdas.

Vera yang pipinya kemerahan karena terlalu banyak meminum anggur ikut mengangguk, "Malam ini kita senang-senang!"

Mendapati kenyataan bahwa semua orang memutuskan untuk berjalan kaki hingga ke pantai—jaraknya lumayan juga—diam-diam Holly bersyukur telah memilih menggunakan sneakers.

Di sepanjang jalan Torquay, mereka menikmati keindahan sekitar. Gedung-gedungnya, lampu-lampu jalanan yang terkesan klasik, juga hawa sejuk malam hari yang berembus menerpa wajah. Vera dan Pat tak hentinya cekikikan, sementara Sarah dan Gary asyik berangkulan. Holly memimpin jalan, sementara ketiga cowok—Zach, Timmy dan Chris—berjalan paling belakang. Zack tampak lesu.

"Perutku seperti mau bocor." dia mengeluh.

"Apakah ini akan membuatmu berpikir supaya lain kali kau bisa menahan diri melahap apa saja yang tersaji di depan matamu?" Timmy memutar bola mata sinis.

"Yeah...yeah..."

Jika tadi perjalanan dari cottage-restoran butuh waktu dua puluh menit dengan taksi, kali ini rasanya sudah berjam-jam Holly berjalan sebelum akhirnya melihat pantai.

"Akhirnya!" Vera mengangkat dua tangannya kelewat girang, hal yang tidak akan dilakukan Vera-non-mabuk.

Lima belas menit kemudian—dengan sedikit usaha dari cewek-cewek untuk membujuk pengawas pantai agar memberi ijin, "Bereskan sisa sampahnya!" ancam si pengawas—mereka berhasil membuat api unggun kecil dan menyusun apa saja yang tersedia di sekitar mereka untuk dijadikan alas duduk. Semua orang berusaha duduk sedekat mungkin dengan api, sementara Holly berusaha duduk sejauh mungkin dari Chris, walaupun hal itu sia-sia mengingat Sarah—lagi-lagi—sengaja hanya menyisakan satu batang pohon kering untuk didudukinya bersama Chris. Cowok itu bertingkah seakan tidak terjadi apa-apa. Ekspresinya santai. Kelewat santai malah. Sesekali ketika pandangan mereka bertemu, Holly merasa Chris sedang berusaha menahan diri untuk nyengir. Mencurigakan.

"Sweety Tiny Timmy-ku..." Vera tergelak-gelak dibahu Timmy, yang sekarang wajahnya sudah melampaui ambang warna merah normal. "Aku selalu ingin melihatmu tanpa kacamata konyolmu itu..."

Vera berusaha meraih kacamata Timmy, namun Timmy mengelak mundur, "Bukankah kau pernah bilang ini bukan masalah bagimu?"

"Ya ampun Tim, cewekmu itu kan sedang mabuk." kata Gary sambil menyodok-nyodok bara api dengan tongkat kayu. Sarah masih menggelendot di lengannya.

"Ayolah... lepaskan sebentar saja!" kali ini Vera berhasil merampas kacamata Timmy dan berlari kabur sambil tertawa-tawa. Pat cekikikan menyaksikannya. Timmy berdiri.

"Haruskah aku mengejarnya?" dia mendesah putus asa pada Gary.

"Turuti saja, daripada dia nanti menenggelamkan diri karena kau tidak juga menyusulnya."

"Hei!" Sarah memukul lengan Gary.

Dengan gontai Timmy berbalik dan menyusul Vera.

Sarah dan Gary berpandangan. Kemudian dia menatap Holly dan Chris bergantian.

Chris menghembuskan napas dan mengambil tongkat kayu Gary, "Pergilah."

Mereka berdua tanpa basa-basi lagi langsung bangkit dan pergi ke balik bayang-bayang pepohonan. Tak lama Pat mengedip minta maaf pada Holly dan bersama Zach mengikuti jejak Sarah. Holly hanya bisa menggerutu. Untuk kesekian ratus kalinya dia terpaksa berduaan saja dengan cowok ini.

"Entah mengapa sepertinya kehidupanku di sini seolah diatur agar tidak jauh-jauh dari kau."

Holly bisa merasakan Chris meliriknya, "Kau ternyata masih mau bicara denganku setelah menuduhku mempermainkanmu."

Jujur saja hal ini sejenak terlupakan.

"Itu bukan tuduhan. Itu kenyataan."

"Cukup. Aku nggak mau debat lagi denganmu. Setidaknya kau dengarkan ceritaku dulu baik-baik."

"Lalu? Untuk apa cerita itu? Sebagai permintaan maaf karena tadi sudah bersikap nggak sopan padaku dan... Vannessa?" Holly mencibir.

Chris menganga.

"Apa kau ini masih saja sok idiot atau memang betulan nggak tahu siapa itu Vannessa?"

"Jangan menyebutku idiot." mata Holly menyipit berbahaya, "Kau yang bilang sendiri kalau dia itu cewekmu."

"Yeah, tapi..." dia menghela napas, "Ketika aku bilang begitu, apa kau benar-benar mengganggapnya serius? Maksudku, aku kan hanya bilang dia 'cewekku' bukannya 'pacarku'..."

"Sudah kubilang jangan mengolok-olokku, Logan."

"Logan?" Chris memandangnya tak percaya sembari mendengus, "Sudahlah Holly, percuma. Kau nggak akan berhasil membuatku berpikiran bahwa kau kembali anti-diriku."

"Anti-apa?!" Holly shock.

"Jangan mengalihkan pembicaraan."

"Aku nggak mengalihkan pembicaraan, kau yang mengalihkan."

Suara mereka memecah kesunyian pantai, Holly dan Chris saling melotot sekarang.

"Baiklah." Holly yang pertama menyerah, "Jadi apa maksudmu 'dengarkan cerita baik-baik'? Aku tahu cowok picik sepertimu pasti berpikir aku ini kelewat bodoh dan kau pasti merencanakan sesuatu..."

"Aku memang merencanakan untuk meluruskan kesalahpahaman konyol ini. Dan apakah rencana itu bisa disebut picik?"

"Baiklah!" Holly mengangkat kedua tangannya frustasi, jengkel mendapati Chris selalu berhasil balik menyudutkannya. "Baiklah! Jadi siapakah gerangan Vannessa itu? Ooooh... aku sungguh mati penasaran dibuatnya! Apakah dia—seperti kebanyakan terjadi di film-film—ternyata adik sepupumu atau semacamnya?"

"Bukan. Dia nggak punya hubungan darah denganku." jawab Chris sambil menggulung-gulung lengan kemejanya.

"Nah." kata Holly dengan nada klimaks, "Kalau begitu nggak ada yang perlu diluruskan. Dia memang cewekmu..."

"Dia anjingku." potong Chris.

Sejenak hening.

Holly menatap Chris tanpa kedip.

"Hah?"

Chris mengulang sederhana, "Vannessa anjingku."

Kata-katanya sukses membungkam Holly. Seolah huruf-huruf yang menyusun kata anjing itu berubah menjadi huruf raksasa dan berjatuhan dari langit menimpa kepala Holly.

A-N-J-I-N-G.

Vanessa seekor anjing.

"Anjing?" Holly bertanya, bertingkah seolah gendang telinganya robek atau apa.

Akhirnya, cengiran yang sedari tadi telah mengembang di wajah Chris pecah menjadi tawa berderai-derai.

"Sudah kuduga aku nggak akan kuat melihat ekspresimu!" katanya, tergelak hingga terbungkuk-bungkuk.

Holly hanya melongo. Dia masih belum bisa menerima kenyataan ini. Bukan, dia tidak bisa menerima kenyataan ini. Otaknya seperti bereaksi lamban sekali.

Bagaimana mungkin?

Vannessa?

SEEKOR ANJING?!

"Kau... kau bicara dengannya di telepon." Holly balas menatap Chris, yang masih terbahak-bahak, dengan pandangan jangan-coba-bodohi-aku.

"Apa aku nggak boleh bicara dengan anjingku? Ibuku menyorongkan telepon pada Vannessa dan dia menggonggong ketika mendengar suaraku."

"Ta-tapi..." Holly menolak mempercayai pendengarannya, "Dia anjingmu... bagaimana mungkin kau bilang padaku bahwa dia cewekmu? Itu kan... tolol banget."

"Well, memang aku seperti orang tolol, tapi hal itu wajar-wajar saja kan? Lagipula dia betina. Dia memang my girl, my best girl. Anjing kesayanganku." Chris mengangkat bahu menyebalkan.

Holly mengerjap, namun dia keras kepala. "Kau bilang Vannessa sering lari pagi denganmu! Sarah bilang dia pernah menemui Vannessa di rumahmu saat Vanessa sedang makan malam di sana! Priest bilang kau pertama kali bertemu dengan Vannessa ketika kau menyelamatkannya dari orang usil! Kau juga bilang kau memasang piercing itu bareng Vannessa!"

"Aku yakin sekali aku sudah menceritakan bagian piercing itu padamu. Di pesawat. Aku bilang anjingku juga kupakaikan piercing, agar kami kembaran. Tapi sepertinya kau melewatkan bagian di mana aku menyebutkan nama 'Vannessa' karena kau... bukankah tempo hari kau bilang kau ketiduran di pesawat?" Chris tersenyum penuh kemenangan sambil kembali menatap bara api yang semakin redup.

Holly hanya membuka-menutup mulutnya seperti ikan mas koki.

"Kau melihatnya seolah dia seorang cewek. Cobalah mulai menganggapnya sebagai seekor anjing, Holly."

---

A-N-J-I-N-G  XD

Tinggalkan jejak dengan vote & comment!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top