Day 5 : A Confrontation
Esok harinya cuaca begitu cerah, kontras dengan suasana hati Holly. Zach, Gary dan Pat mendesah penuh damba ketika melihat langit di luar yang biru dan angin berhembus menyenangkan menggoyangkan puncak-puncak pohon. Betapa herannya mereka ketika Holly turun ke ruang televisi dengan pakaian pergi.
"Kau mau ke mana sendirian?" ulang Pat curiga, Chris mendongak dari majalahnya dan Sarah langsung berpaling dari drama siangnya. "Hari ini rencananya kita semua akan ke pasar ikan..."
Holly tidak menjawab. Dia hanya melemparkan pandangan penuh arti pada Sarah dan menuju pintu depan.
"Kau masih ingin menemuinya?" tanya Sarah keheranan sambil meloncat dan bergegas merendenginya. Holly sudah menjelaskan segalanya pada Sarah. Termasuk kecurigaan Chris bahwa Tom adalah adik Holly. Awalnya Sarah tidak bisa menerima mengapa dia tak diberitahu soal pertemuan Holly dengan ayahnya kemarin dulu. Holly sangat mengerti itu. Sarah adalah sahabat karibnya sejak kecil, wajar saja dia marah karena bukan menjadi orang pertama yang mengetahui hal ini.
"Tentu saja." sahut Holly datar, "Aku ingin membuktikan kecurigaanku bahwa dia sudah tahu siapa aku sejak awal. Mungkin karena itu dia berusaha mendekatiku dan jika kecurigaanku benar, aku butuh penjelasannya."
Nada suara Holly sudah final dan tidak bisa diganggu gugat.
"Aku kemarin bilang tidak akan mengganggumu, tapi aku berubah pikiran. Aku ingin ikut." tiba-tiba saja Chris sudah berdiri di belakang mereka berdua, entah sudah berapa lama berada di situ. Holly menatapnya terkejut. Sarah langsung menyambut baik pernyataan Chris.
"Yeah aku juga ikut." kata cewek itu.
"Astaga." Holly terbelalak, "Kalian bicara seolah aku ini hendak menemui kriminal berbahaya. Ini cuma Tom, oke?"
"Cuma Tom yang belum kau kenal." timpal Chris, "Dengar, saat pertama aku melihatnya aku sudah punya firasat tidak enak. Dan aku hanya ingin memastikan itu nggak terbukti."
"Betul kata Chris. Aku juga ingin memastikan cowok itu nggak macam-macam denganmu."
Holly mendelik pada Sarah. Dia jadi setengah menyesal telah menceritakan semua ini padanya. Sarah balas memandangnya, matanya memancarkan tekad kuat. Demikian juga Chris. Mengingat tubuh Chris yang jauh lebih jangkung darinya, Holly jadi merasa jauh lebih terintimidasi tatapannya.
"Baik-baik. Terserah kalian. Tapi awasi aku dari jauh saja. Jika Tom mulai menunjukkan tanda-tanda mencurigakan seperti... mengeluarkan pisau dan mencoba menusukku atau semacamnya, kalian baru boleh menyerbu." Holly berkata sambil memutar bola mata.
Sarah dan Chris mengikutinya dari belakang ketika Holly menyusuri jalan setapak biasa yang menuju pantai. Ketika akhirnya mereka keluar dari balik bayang pepohonan dan melangkah di atas pasir, Holly menyipitkan mata mencari sosok Tom, dan menemukannya. Tom berdiri persis di sebelah kios minuman yang hanya berjarak lima meter dari tempat mereka sekarang. Holly berbalik untuk menghadapi kedua temannya.
"Itu dia. Kalian mengawasiku dari sini saja."
"Kami bisa berpura-pura memesan minuman dan duduk di sana supaya lebih dekat denganmu." usul Sarah penuh harap.
"Nggak." kata Holly tegas, "Jujur saja, itu agak mencolok dan mudah dikenali."
Sambil mengatakannya Holly menunjuk rambut putih Chris. Cowok itu nyengir dan berkata, "Sori."
Holly meninggalkan mereka dan berjalan menuju Tom yang sedang celingukan. Suasana pantai memang tidak seramai biasanya, namun kios minuman tetap penuh orang, kebanyakan sedang duduk-duduk di bawah meja berpayung, menikmati limun bersoda mereka. Saat Tom melihat Holly, senyum cerah merekah di wajahnya.
"Kau datang lebih awal!" sapanya.
Holly memaksakan senyum.
"Cuacanya sedang oke banget." Tom melambai ke udara sekitarnya, "Nah, kita pergi sekarang?"
"Sebelumnya, aku ingin menanyakan sesuatu yang terus terang menggangguku." ungkap Holly tanpa ba-bi-bu, "Aku penasaran, dari mana kau mendapat 'Garreth' sebagai nama belakang?"
Senyum ceria Tom sontak memudar dan dihiasi ekspresi kaget. Namun dia segera menguasai diri. Senyumnya terbit kembali.
"Jadi kau rupanya mengamati kartu namaku. Aku mendapatkannya dari ayahku, tentu."
"Ya, ayahmu—tentu saja. Dan apakah ayahmu bernama Edward?"
Holly sudah matang-matang memikirkan pertanyaan ini. Karena seandainya seluruh dugaan Chris salah, jika 'Garreth' itu nama yang hanya kebetulan sama dan Tom ternyata murni tidak memiliki hubungan apapun dengan ayahnya, dia bisa berdalih dengan berpura-pura cuma punya kenalan dengan nama Edward. Tapi sepertinya Tom tak mengindikasikan bahwa dia tidak kenal Edward.
"Sudah berapa lama kau tahu aku anaknya? Apa kau menerkanya?" tanyanya dengan senyum yang masih sama. Dalam hati Holly bertanya-tanya apakah Chris dan Sarah mendengar ini dari tempat mereka mengawasi.
"Setelah kau meneleponku." jawab Holly singkat, "Jadi benar ibumu Amanda Watts?"
Wanita yang ditemuinya di pantai itu? Holly menambahkan dalam hati.
"Benar, dia ibuku."
"Tapi ini mengejutkan." Holly berkata, "Kau hanya selisih dua tahun dariku. Padahal orangtuaku bercerai saat umurku sudah sepuluh tahun."
"Apa kau begitu polos atau hanya berpura-pura bodoh?" senyum manis yang sedari tadi dipertahankan Tom lenyap seutuhnya, "Kau pikir ayahmu baru memiliki anak lagi setelah dia resmi bercerai? Kalau begitu ngapain saja dirinya selama delapan tahun berselingkuh?"
Tom tampak puas mengamati wajah Holly yang dipenuhi keterkejutan.
"De-delapan...?"
"Ya, delapan tahun." Tom menyelesaikan kalimat Holly, "Dad berselingkuh di bawah hidung ibumu sejak kau masih berumur dua tahun kurang. Lahirlah aku. Dad tampaknya tak tahan terus menerus merasa bersalah pada ibuku dan aku hingga akhirnya, dia menceraikan ibumu."
Holly tak sanggup menahan diri untuk tidak menganga saking shock-nya dia akan fakta baru ini. Selama ini dia tidak pernah menyangka ayahnya telah berselingkuh bertahun-tahun lamanya. Dia memang tidak tahu sejak kapan orangtuanya cekcok, tapi delapan tahun benar-benar di luar dugaan.
"Dari mana kau tahu semua ini?" tanya Holly saat dia sudah menemukan kembali suaranya, "Kau bisa saja bohong. Kau bisa saja menceritakan ini karena... karena kau pikir kami ingin kembali pada pria itu!"
Tom tertawa sinis, "Bukankah aku tak perlu repot-repot? Kau sudah membencinya semenjak itu kan? Aku tahu semua ini karena Dad menganggapku sudah cukup dewasa. Dia berhutang penjelasan padaku. Dia menceritakanku segalanya."
Mereka saling berhadapan, mata terpaku satu sama lain.
"Apa sebenarnya tujuanmu?" suara Holly sedingin es saat mengucapkannya, "Kau tidak semata-mata menemukanku di Australia hanya untuk mengucapkan, 'Hai Holly! Aku saudara tirimu yang selama ini nggak kaukenal!'"
"Bukankah semua ini sudah jelas?" Tom tertawa hambar dan melangkah mendekatinya, membuat Holly tersadar bahwa tinggi mereka sama. "Sejak Dad menceritakan segalanya, aku menyelidikimu. Aku tahu Sarah Blyton pemilik cottage mewah itu adalah temanmu sejak kecil dan merupakan kebetulan luar biasa bahwa akhirnya, temanmu turut membawamu berlibur ke sini. Itu memudahkanku. Tapi kau salah. Aku memang berniat mengenalmu, untuk memperingatkanmu dan ibumu agar jauh-jauh dari kehidupan kami, karena selama ini kau dan ibumu-lah sumber permasalahan pada keluargaku!"
"Oh, benarkah?!" kemarahan Holly meledak, orang-orang sudah mulai memandangi mereka berdua namun dia tak peduli. "Jadi aku dan ibuku sumber permasalahan yang menganggu keharmonisan keluarga kecilmu? Lalu apa yang kau lakukan? Apa yang ibumu tersayang lakukan? Apa kau pikir kalian tidak bertanggung jawab atas hancurnya keluargaku?"
"Jangan..." Tom mengepalkan tangannya, "...bicara tentang ibuku seperti itu, Fadden."
"Kalau begitu jaga pula mulutmu." sahut Holly pedas.
Cowok itu tampak seperti habis dipaksa menelan pil pahit, dia berkata dengan tajam. "Baiklah, tapi sampaikan ini pada ibumu di rumah."
Lalu dia meludah ke kaki Holly.
"CHRIS, JANGAN—!"
Semuanya berlangsung dengan amat cepat. Diiringi teriakan nyaring itu, tiba-tiba saja sekelebatan rambut putih melewati Holly dan...
BUUGH!
Selama sedetik yang mencengangkan, Holly berusaha mencerna semua ini. Sarah yang baru saja berteriak. Chris baru saja menerjang keluar dari balik semak-semak dan meninju Tom, tepat menghantam wajahnya. Tom jatuh tersungkur. Didengarnya Sarah dan beberapa orang menjerit ketakutan.
"Kau nggak punya hak melakukan itu, pilot brengsek." geram Chris, mengernyit murka.
Tom yang sudah pulih dari kekagetannya sendiri, bangkit dan dengan sangat cepat menubruk Chris. Kepalan tangannya terayun dan dia balas menghantam wajah Chris. Holly menahan napas ngeri. Chris terhuyung-huyung menabrak kursi dan kelihatan siap menyerang balik.
"CHRIS, STOP!" Holly berteriak, namun terlambat, dua cowok itu sudah saling menerjang. Chris yang jauh lebih jangkung, unggul dan memiting Tom hingga keduanya terjatuh. Mereka berdua bergulat di atas pasir. Saling meninju, memukul bagian apa saja yang bisa dicapai satu sama lain. Seluruh kejadian itu hanya berlangsung dalam hitungan detik sampai-sampai Holly merasa otaknya agak lamban bekerja dan baru memutuskan berlari untuk memisahkan mereka. Orang-orang sudah berkerumun dan berseru panik. Usaha Holly sia-sia, dia berupaya menarik Chris dari atas Tom, namun tenaga keduanya sebagai cowok benar-benar keterlaluan. Mereka masih saling memukul.
"Bantu aku!" Holly berteriak lagi pada siapa saja yang mau mendengarkan.
"Apa-apaan...?" suara parau seseorang yang sudah amat dikenalnya terdengar dari antara kerumunan. Sosok tegap Edward Garreth menyeruak dari balik orang-orang yang menonton dan terbelalak menyaksikan pemandangan di depannya. Kalimatnya terhenti di udara. Dia menatap bergantian Chris dan Tom yang berkelahi kemudian Holly yang sedang berjuang memisahkan dua cowok itu.
"APAKAH TAK ADA YANG MAU MEMBANTUKU?!" Holly berteriak frustasi. Segera saja Edward, Sarah dan beberapa laki-laki tegap berseragam penjaga sama seperti Edward turun tangan. Sarah dan salah satu laki-laki berseragam itu membantu Holly dan menarik Chris sekuat tenaga dari Tom. Mereka bertiga memegangi kedua lengan Chris kuat-kuat, menahannya dari godaan memberontak melepaskan diri dan mulai berkelahi lagi. Sementara itu Tom berdiri dengan agak kepayahan, dibantu Edward. Holly menatap kedua cowok itu. Bibir bawah Chris sobek dan meneteskan darah, tulang pipi kirinya memar, dan lengannya tergores. Kondisi Tom lebih parah lagi. Sebelah matanya bengkak dan merah, hidungnya berdarah, alisnya robek dan rahangnya juga memar.
"Semua yang terlibat kericuhan ini ikut ke kantorku sekarang juga." perintah Edward.
***
"Dia yang menyerangku duluan!" Tom membela diri saat mereka berenam sudah tiba di ruang depan kantor jaga. Chris dan Tom duduk di kursi kayu yang letaknya berjauhan, Holly dan Sarah berdiri di belakang kursi Chris. Si laki-laki berseragam berdiri di dekat Tom untuk berjaga-jaga, sementara Edward sedang menatap Tom intens.
"Sudah berkali-kali kubilang jangan mencari-cari alasan untuk memulai keributan..."
"Aku nggak mencari-cari alasan!"
"Aku nggak akan repot-repot meninjunya jika saja cecunguk ini menjaga kelakuannya." tukas Chris dingin. Tom berdiri lagi dari kursinya dengan sangat cepat, sepertinya tak tahan untuk segera memulai perkelahian lagi. Beruntung si laki-laki penjaga cepat tanggap dan segera menahannya.
"Kau sebut aku apa barusan?!" bentak Tom di tengah-tengah usahanya melepaskan diri dari si penjaga. Chris juga sudah berdiri dan menatap Tom penuh kebencian.
"Tahan emosimu, Nak." si penjaga berkata.
"Tidakkah kalian berdua bisa bersikap lebih dewasa?!" Edward meraung frustasi. Dia memandang orang-orang di sekelilingnya mulai dari Tom, Chris, kemudian berpindah ke Sarah dan akhirnya jatuh ke Holly. Pandangannya pada Holly beberapa detik lebih lama dibandingkan yang lainnya.
"Kau." dia menunjuk Sarah, "Jelaskan apa yang sebenarnya terjadi."
Sarah tampak kaget ditunjuk seperti itu. Apalagi Holly tahu persis Sarah sempat mengenal baik Edward karena Sarah teman Holly sejak kecil. Dia sering bertemu dengan Edward dulu ketika berkunjung ke rumah Holly.
Bagaimanapun Sarah menjawab dengan tergagap-gagap.
"Eh... aku melihat Holly dan bocah ini mengobrol dan kemudian mereka mulai saling berteriak dan lalu..." Sarah mendelik benci pada Tom, "...dia meludahi kaki Holly."
Holly diam saja. Jantungnya berdentum-dentum keras, membatin bahwa saatnya bisa kapan saja.
Raut wajah Edward kelihatan seperti habis ditempeleng. Dia menatap Tom murka.
"Ke-kemudian..." Sarah melanjutkan penjelasannya, "...Chris langsung menghampirinya dan menonjoknya. Tindakan yang tepat menurutku, mengingat Holly itu temanku."
Tom dan Sarah saling melotot.
"Jelas sudah." Edward menatap galak Tom, "Ini sepenuhnya kesalahanmu."
Tom hanya mendengus getir, "Yeah, dan kau tahu alasannya."
Kemudian dia bangkit dari kursinya. Sejenak Holly mengira Tom hendak menyerbu Chris lagi, karena si penjaga dan Chris juga sudah waspada, namun ternyata dia berjalan menaiki tangga menuju lantai dua kantor dan mereka mendengar pintu dibanting menutup. Edward mendesah putus asa. Kini dia menghadapi Chris yang agak keheranan.
"Aku sebagai orangtuanya meminta maaf padamu, dia memang masih anak-anak dan kepalanya mudah panas. Jadi..."
Holly tersentak. Tom memang anaknya.
"Bukan aku yang seharusnya Anda mintai maaf, Mr. Garreth." celetuk Chris muram, "Anda seharusnya minta maaf pada Holly."
Edward benar-benar sudah kehilangan tamengnya. Kalau sedari tadi dia sengaja memfokuskan pembicaraan pada Tom, tak bisa lagi mencari alasan untuk menghindari berbicara pada Holly secara langsung.
Untuk pertama kalinya selama tujuh tahun.
"Kami menunggu di luar Holly." Sarah menggamit lengan Chris dan berbicara pada penjaga, "Sir, bisakah kau memberi kami air dan handuk bersih...?"
"Oh ya, ya. Tentu saja."
Kemudian mereka bertiga keluar ruangan dan meninggalkan Holly sendirian. Bersama Edward.
Untuk beberapa detik mereka hanya saling bertatapan. Holly tak berkata apa-apa. Dia sudah tahu saat-saat seperti ini pasti akan datang. Dia sudah memikirkannya sejak pria ini pergi bertahun-tahun yang lalu.
Edward mencoba tersenyum, "Kau sudah besar."
"Tentu saja." Holly mendengus, "Ibuku merawatku dengan baik. Dan kau mengenaliku kan, saat aku dan Chris menyalakan kembang api?"
Kalimat sederhana yang dilontarkan Holly rupanya memberikan efek besar bagi Edward. Mulut pria itu membuka-menutup ragu-ragu. Suaranya parau ketika dia mulai berbicara lagi.
"Dengar, aku tahu aku... uh..."
"Aku nggak bisa lama-lama." Holly berkata, dia bisa mengira apa yang coba diucapkan Edward, "Temanku terluka dan dia nggak bisa menungguku terlalu lama."
Tanpa kata-kata lagi, tanpa basa-basi, Holly berjalan menuju pintu kantor dan membukanya. Setitik bagian hatinya berharap Edward akan mencegahnya, atau melakukan sesuatu, sekecil apapun untuk mencegahnya pergi. Namun pria itu bergeming, membiarkan pintu di belakang Holly tertutup.
---
Gimana Tom menurut kalian?
Mohon vote & comment :)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top