Day 4 : Girl Talk
Holly terbangun keesokan harinya dengan pikiran-pikiran yang kembali menyerbu kepalanya bagaikan ledakan-ledakan kembang api semalam. Dia berbaring lama di kasurnya, tak bergerak, menatap langit-langit kamar yang memantulkan cahaya matahari dari ventilasi. Dia mengingat lagi detail-detail kejadian yang baru dialaminya.
Tanpa sadar tangannya bergerak menyentuh puncak kepalanya, tempat tangan Chris mengacak rambutnya beberapa jam yang lalu. Mungkin ini hanya bayangan Holly, tapi di situ masih terasa hangat.
Rasanya butuh waktu lama sekali untuk sekedar turun dari kasur dan mengambil handuk. Kepalanya penuh, sampai-sampai kakinya seolah mendapat giliran paling akhir dari otaknya untuk dapat fokus memberinya perintah berjalan. Dia merayap turun melewati Sarah yang molor di sebelahnya dengan perlahan agar tidak membangunkannya.
Akhirnya sambil menenteng handuk, dia membuka pintu kamarnya dan berjalan ke kamar mandi. Rumah masih sepi, belum ada satupun temannya yang bangun. Syukurlah, dia jadi tak perlu repot-repot menjelaskan kenapa matanya merah dan bengkak. Juga tak perlu memberi alasan pada Sarah bila temannya itu menyadari bantal Holly basah.
Edward Garreth. Holly mendengar dua kata itu bergaung-gaung di kepalanya, mengalahkan suara air dari pancuran.
Bagaimana dia bisa disini? batin Holly, Dan yang lebih mengejutkan, bekerja sebagai penjaga pantai. Delapan tahun yang lalu Dad masih bekerja di perkantoran, menjabat posisi asisten manajer. Sudah cukup bergengsi bagi kami bertiga yang tinggal di Memphis. Tentu saja ketika Mom dan aku masih tinggal bersamanya. Setelah mereka bercerai aku dan Mom pindah ke Baltimore... sejak itu aku nggak pernah tahu dan nggak pernah ingin tahu di mana selama ini Dad tinggal, apa persisnya yang dia kerjakan, juga bersama siapa dia sekarang. Apakah wanita di pantai dulu yang dia permainkan sudah meninggalkannya atau malah memaafkannya, aku nggak peduli.
Holly menuang samponya terlalu banyak.
Tadi malam Holly dihadapkan, dipaksa menghadapi lebih tepatnya, pada sosok di masa lalunya. Ingatan tentang pria itu pun masih segar seperti baru kemarin dialaminya.
Bukan secara 'fisik' mengingatnya. Terus terang Holly sempat pangling melihat ayahnya yang sekarang lebih kurus, berkumis, dan memakai seragam petugas pantai. Bukannya setelan bermerek yang terseterika licin seperti dulu dia selalu kenakan. Holly mengingatnya sebagai seseorang yang telah menghancurkan kepercayaannya dan ibunya. Seseorang yang dulu sangat disayanginya melebihi apapun di dunia ini, dan kemudian dalam waktu singkat menjadi seseorang yang paling dia benci.
Benci? kata suara kecil di kepalanya. Lalu kenapa tidak kau cekik saja dia, ketika tadi malam dia berdiri di hadapanmu?
"Idiot." Holly memaki dirinya sendiri sambil menyalakan shower di atas kepalanya.
***
"Aku semalam benar-benar ingin membangunkanmu... tapi nggak tega." kata Sarah.
Holly, Sarah, Pat dan Vera sedang duduk berjemur di tepian kolam renang, seusai sarapan. Cowok-cowok masih tertidur akibat kencan-kencan mereka yang melelahkan semalam. Di antara para cowok yang pulang lewat tengah malam, Chris—yang jelas pulang paling awal—belum turun untuk sarapan. Mau tak mau Holly sedikit heran.
"Jadi?" Holly memaksakan nada ringan dan ceria ketika megatakannya, "Bagaimana acara kalian semalam? Adakah hal signifikan yang terjadi?"
Efek yang dihasilkan dari pertanyaannya sungguh sesuai dugaan. Sarah berceloteh panjang lebar tentang betapa romantis dan lembutnya Gary semalam. Candlelight dinner dan ciuman yang sempurna menurutnya, hingga membuat pasangan-pasangan lain di sekitar meja mereka mendelik jengkel.
Vera bercerita bahwa jalan-jalannya dengan Timmy benar-benar memuaskan.
"Timmy melakukan banyak hal yang belum pernah dia lakukan." katanya. Wajahnya merona merah.
"Ya?" pancing Sarah.
"Mmm... dia, yah bagaimanapun juga suasananya memang mendukung. Ketika kami keluar dari museum kedua, tiba-tiba saja Timmy..." Holly bertaruh dia dapat merasakan panas yang menguar dari tubuh Vera, "...dia menarikku ke gang sempit di antara gedung dan... dan... yeah."
"Oooh!" Sarah melonjak-lonjak hingga kursi rotan yang didudukinya berderit-derit, "Aku curiga dia mencuri salah satu DVD kita sebagai referensi sebelum kalian pergi berkencan!"
"Oh ya... dia juga membisikkan sesuatu di telingaku saat itu... sesuatu seperti 'cinta pertama' dan... entahlah, nggak bisa konsentrasi. " tambah Vera semakin merona.
"Ya ampun! Ya ampun!" pekik Sarah, kursinya berderit-derit makin heboh.
"Hebat juga Priest..." Holly bergidik kagum, masih ternganga, "Badannya kecil tapi nyalinya besar."
"Cobalah memanggilnya 'Tim', Holly." bujuk Sarah.
"Otomatis." Holly mengangkat bahu.
"Kurasa dia maunya bilang kau adalah cinta pertamanya tapi nggak sanggup karena sulit berkonsentrasi?" Pat nimbrung blak-blakan.
Pipi Vera resmi kebakaran.
"Pat!" Sarah memandangnya seolah baru pertama kali melihatnya, "Dan apa yang terjadi denganmu semalam?"
Mendengar pertanyaan Sarah, kontan Pat membeku. Vera mengangkat alis cemas.
"Apa berjalan lancar?"
"Yeah, lancar sih sebetulnya... kami jadian. Ciuman juga. Hanya saja..."
"Astaga! Hanya saja? Apa?" desak Sarah.
"Aku hanya nggak nyangka bahwa dia yang bakal nembak duluan. Bahkan sebelum aku menyelesaikan 'ya'-ku dia sudah menyerang bibirku..."
Holly yakin sekali kursi rotan Sarah akan patah jika dia terus melonjak gila-gilaan seperti ini. Bunyi deritnya sudah sangat mengkhawatirkan.
"Nah." kata Sarah dengan nada klimaks, "Kita bertiga bisa dikatakan sukses total. Namun bagaimana dengan Miss Fadden dengan si jangkung nyentrik itu?"
Holly sudah menduga pada akhirnya pertanyaan akan balik menyerangnya. Tatapan Sarah pada Holly sudah seperti singa lapar yang melihat anak rusa berlari-larian di bawah hidungnya.
"Nggak ngapa-ngapain." Holly berbohong habis-habisan.
"Omong kosong." Pat berdecak tak sabar, "Sarah menemukan sepatu kets-mu tergeletak sembarangan di kamar dan berlumur pasir."
Pat, Sarah, dan Vera bertukar cengiran. Holly menyesal semalam tidak menyimpan sepatunya dengan baik. Merasa disudutkan dan tak punya alibi, akhirnya dia mengaku.
"Yeah-yeah... baiklah. Aku memang ke pantai semalam."
"Sendirian?" tanya Pat penuh selidik.
"Kira-kira bagaimana?" Holly balik bertanya sebal.
"Tentu saja tidak!" kursi Sarah berderit-derit mengerikan lagi, "Holly yang kita kenal nggak akan ke pantai sendirian malam-malam. Dia akan berpikir itu kurang kerjaan."
"Semua orang akan berpikir itu kurang kerjaan." koreksi Holly, memutar bola matanya.
"Aku dan Zach kan juga di pantai semalam." Pat keheranan, "Tapi kenapa kita nggak ketemu?"
"Ng, aku... oh baiklah! Maksudku kami..." ralat Holly setelah menangkap alis Sarah yang naik-turun menggoda, "Kami nggak ke pantai yang biasanya."
Cuma butuh kurang dari semenit untuk menjelaskan garis besar acara kembang apinya dengan Chris semalam. Holly dengan sengaja meloncati bagian di mana Chris menggenggam tangannya dan tidak menceritakan pertemuan mereka yang mengejutkan dengan si penjaga pantai Edward Garreth.
Dia tidak ingin teman-temannya—terutama Sarah—yang seharusnya sedang menikmati pengalaman kencan mereka dengan tenang malah jadi sibuk mengkhawatirkan kondisi emosi Holly sepanjang sisa liburan. Yeah, mungkin Holly akan memberitahu mereka, tetapi nanti. Setelah pesawat mereka mendarat dengan aman di Amerika.
"Kembang api?!" seru Pat sama hebohnya dengan Sarah (yang membuat kusinya berderit-derit lagi), "Apakah mungkin kembang api yang kulihat bersama Zach itu kembang api kalian?"
"Mungkin." kata Holly, mengingat Pat dan Zach hanya berjarak beberapa ratus meter dari dok batu tempatnya dan Chris membuat kehebohan semalam.
"Oh... kalau begitu kau dan Chris adalah malaikat-malaikatku!" Pat menekap mulutnya. Vera menatapnya horor.
"Malaikat? Menjijikan. Aku nggak bisa membayangkan Holly dan Chris beterbangan di sekeliling kepalamu dengan sayap berbulu sambil membawa-bawa harpa..."
"Bukan begitu!" Pat mendelik jengkel pada Vera dan Sarah yang terkikik, "Maksudku saat di mana Zach menembakku adalah setelah kami berdua menyaksikan kembang api kalian, Holly! Kau dan Chris-lah penyemarak kebahagiaanku semalam!"
***
Rupanya keceriaan Sarah-Pat-Vera akan keberhasilan dalam kencan mereka berlanjut hingga siang harinya. Terutama karena—Holly jadi sangat menyesal telah bercerita pada teman-temannya—Sarah pikir akhirnya misinya berhasil. Membuat Pat dan Holly tidak berlama-lama menjomblo.
"Aku nggak jadian dengan dia, oke?" ulang Holly frustasi untuk yang kesekian-ratus kalinya, berusaha menghentikan Sarah yang terus menerus menyudutkannya di dapur. Sarah nyengir.
"Pat dan Zach sudah jadian. Kurasa kau dan Chris tinggal tunggu waktu."
Gary yang saat itu kebetulan lewat di belakang Sarah untuk mengambil jus, langsung berhenti. Dia memandang Sarah dan Holly bergantian.
"Siapa dengan Chris yang tinggal tunggu waktu?" tanyanya.
Sarah menggedikkan kepala ke arah Holly.
"Kau serius?!" Gary mendengus dan menatap Holly ternganga, "Chris Logan yang ini?"
Sarah ganti memandang Gary ternganga, "Berapa Chris sih yang kita kenal? Dan lagi, memangnya kenapa kalau Holly dengan Chris?"
Gary terpana seolah baru saja menyaksikan Holly bersalto di hadapannya, "Whoa..."
"Apa?" tanya Holly curiga.
"Wah, aku nggak nyangka saja kau bisa suka pada Chris. Maksudku, kalian berdua kan kelihatannya selalu sengit-sengitan." Gary mencibir.
Holly merasa ini sudah kelewatan, "Cukup kalian berdua. Aku nggak pernah bilang aku suka pada cowok itu! Biar kuluruskan hal konyol yang kalian omongin ini..."
"Oh, ini sama sekali nggak konyol Holly!" kata Sarah dengan mata berbinar-binar, "Ingat perkataanmu? Kau bilang akan mencoba memberi Chris kesempatan..."
"Aku bilang 'mencoba' kan?" Holly habis kesabaran, "Bukannya bilang aku 'suka' padanya atau apa..."
"Tapi Holly, kalau kau mengerti maksudku..."
"Kau sendiri, ingat perkataanmu?" Holly balik menyerang, "Sebelum kita berangkat kau bersumpah nggak akan menjodoh-jodohiku dengan siapapun. Dua hari yang lalu kau bilang nggak akan repot-repot menyodorkan cowok ke bawah hidungku!"
"Yah tapi—"
"Oh, diamlah kalian berdua." potong Gary sambil melongok ke luar dapur, "Cowok yang lagi kalian bicarakan baru saja turun dari kamarnya dan sekarang sedang me... oh hai Chris!"
Kepala Chris muncul dari balik pintu, tidak sadar akan perubahan suasana yang drastis di hadapannya. Sarah mendadak jadi sangat sibuk mengikalkan rambutnya, sementara Holly kembali melanjutkan kegiatannya yang sempat terputus karena gangguan Sarah, memotong-motong wortel, namun kali ini dengan kekuatan ekstra dan kejengkelan berlebihan.
"Aku cuma mau tanya, apa kita semua jadi makan siang di luar sekarang?" tanya Chris.
"Oh!" Sarah menepuk dahinya, "Tentu saja."
"Apa?!" Holly membeku, pisaunya terhenti di udara. "Kalau begitu ngapain kau menyuruhku mengerjakan ini?"
"Aku lupa Holly, sori." ucap Sarah cepat-cepat, "Yah... wortel itu bisa disimpan untuk makan malam."
Gary mendengus lagi.
"Apa?" tanya Holly galak sambil mengacung-ngacungkan pisaunya ke wajah Gary, "Jika kau terus-terusan mendengus kepadaku aku nggak akan repot-repot menyediakanmu makan malam."
---
Sabar Holly, sabaaarrr wkwkw
Jangan lupa voment :)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top