Day 2 : 300 Dollars

Esok paginya, Holly terbangun akibat cahaya silau matahari yang menembus masuk melalui gorden kamar. Sarah masih ngorok di sampingnya. Holly berganti pakaian dan segera turun ke bawah.

Holly mendapati dirinya setengah jam kemudian sibuk menuang bubur yang masih panas ke mangkuk besar untuk sarapan teman-temannya. Sebenarnya, dia enggan menyiapkan makanan untuk keempat cowok itu, namun dia toh tidak kejam-kejam amat.

Tepat saat Holly hendak naik membangunkan Sarah dan kawan-kawan, pintu lorong dari rumah sebelah terbuka.

"Wah!" mata Zach berbinar melihat mangkuk bubur di atas konter dapur, "Apa itu juga untuk kami?"

Holly hanya menggumam tak jelas.

Satu-persatu turun untuk sarapan. Vera, Pat, Sarah, Timmy, dan Gary. Chris turun terakhir, dan menatap sedih sisa bubur di mangkuk yang tinggal sedikit.

"Hari 'ni kami akan surfing." kata Gary dengan mulut penuh bubur, "Apa kalian mau ikut?"

"Tentu!" sahut Sarah antusias—sementara Chris membawa mangkuknya dan duduk di sofa di samping Holly, yang langsung menggeser duduknya beberapa senti—"Kami juga sekalian ingin belanja di pertokoan dekat pantai sambil berjemur, ya kan Vera?"

"Kalau Timmy ikut, aku sih oke." Vera menjawab pelan. Sementara itu Timmy yang sedang sibuk menonton televisi tersedak, pipinya memerah.

"Ya, aku ikut." katanya, "Tapi nggak akan ikutan surfing."

"Ayolah..." Zach nyengir menggoda Timmy, "Kau harus ikut surfing dengan kami, kau pasti tak ingin menyia-nyiakan otot bisepmu yang sudah mati-matian kau latih sepanjang musim panas kan, Timmy?"

Pat dan Sarah terkikik.

"Jangan panggil aku begitu! Dan bagian mana dari 'aku nggak bisa berenang' yang masih kurang jelas bagimu, Zach?" kata Timmy sinis. Zach memutar bola matanya jengkel.

"Aku kan cuma bercanda, bro."

"Candaanmu nggak lucu."

"Dasar kau—"

"Bubur ini enak banget." Chris yang sedari tadi diam saja mendadak menyeletuk, "Siapa yang buat?"

"Tentu saja Holly," Pat mengernyit pada Chris, "Dia satu-satunya yang jago masak. Aku? Aku perlu memasang alarm agar rebusan airku nggak menguap semua dari panci."

Sementara yang lain terkekeh, Chris memperhatikan Holly dengan tatapan menilai, "Nggak kusangka."

Pipi Holly merah padam menahan malu bercampur sebal, "Kalau kau segitu 'nggak sangka'nya, gantikan saja aku di dapur. Aku senang kok."

Chris hanya nyengir geli, "Kata-katamu itu selalu sarat kesinisan..."

Zach entah sejak kapan sudah memiting Timmy ke lantai hingga kacamatanya miring. Gary terbahak-bahak sementara para cewek memekik menyaksikan pergulatan mereka. Semuanya terlalu sibuk untuk memperhatikan perseteruan Chris dan Holly.

"Kalau itu mengganggumu, nggak usah ngomong lagi denganku." tukas Holly pendek.

Chris terperangah.

"Aku nggak bermaksud begitu." katanya tampak tersinggung.

Holly bangkit menyudahi pembicaraan yang menurutnya hanya buang-buang waktu, perhatian Sarah jadi kembali teralih padanya, "Holly, kau akan ikut kami kan?"

"Entahlah, sepertinya—"

Holly baru akan mengungkapkan keinginannya untuk tetap tinggal di cottage (sebenarnya hanya karena kejengkelannya yang akan memuncak apabila harus berlama-lama melihat hidung Chris—yang sialnya bagus—apalagi di bawah terik matahari) ketika Chris memotong kalimatnya.

"Dia ikut, barusan dia bilang padaku."

"Oh bagus!" Sarah tersenyum.

Holly mendidih. Dia menatap Chris galak, yang balas menatapnya dengan sorot menantang.

***

Dua jam kemudian mereka berangkat ke pantai, berjalan kaki lewat semacam jalan setapak pribadi (mungkin setiap orang kaya di sini wajib punya jalan setapak pribadi?) yang mengarah langsung ke bibir pantai.

Tidak seperti ketiga teman ceweknya yang bersemangat, berbikini, dan berbalut kain pantai, Holly—yang masih merasa terpaksa walaupun pada akhirnya senang melihat pemandangan pantai yang luar biasa—hanya mengenakan kaus, hot pants katun, dan sandal, sama seperti Timmy, tidak berniat berbasah-basahan.

Holly duduk menonton teman-temannya bermain-main di ombak, norak seperti anak kecil, dari bawah payung pantai. Sementara beberapa meter di sebelahnya Timmy melakukan hal yang sama. Hanya saja dia lebih tertarik pada laptopnya alih-alih menikmati pemandangan sekitar.

Chris, Gary dan Zach sedang pamer kemampuan dan perut six pack di atas ombak, membuat beberapa pasang mata cewek-cewek di sekitar situ, yang kelihatannya juga turis seperti mereka, berbinar bersemangat. Ketika salah satu dari cewek-cewek itu dengan antusias menunjuk-nunjuk Gary yang baru keluar dari air, Sarah yang dibakar kecemburuan dengan tidak sengaja menciprati bra cewek itu dengan pasir basah. Cewek itu langsung sibuk menjerit-jerit.

"Ups, sori dear." Sarah pura-pura nyengir bersalah, "Tadinya kutujukan buat cowokku, tuh yang barusan kau tunjuk."

Cewek itu cemberut dan sambil menggumamkan sesuatu, berbalik pergi bersama kedua temannya. Holly terbahak.

"Sarah, kau jahat!" Holly meneriakinya sambil tertawa.

Sarah hanya mengangkat bahu tak peduli, "Itulah yang kau dapat jika kau menunjuk-nunjuk cowokku sembarangan."

Keduanya tertawa. Ketika Sarah kembali masuk ke air dan tawa Holly mereda, Chris menghampirinya sambil menenteng papan selancarnya. Sama seperti Gary, rupanya dirinya yang bertelanjang dada juga membuat kepala cewek-cewek tertoleh mengikutinya, seperti ular yang dipancing tikus mati. Dalam hal ini, tikus matinya berambut putih, six pack, dan punya piercing.

"Ada juga yang bisa bikin kau tertawa." cibir Chris.

Holly tak menanggapinya, sambil membatin dalam hati supaya Chris kembali berselancar dan tenggelam dibawa ombak. Namun, cowok itu malah meletakkan papannya dan bergabung dengan Holly di bawah payung. Secara otomatis Holly menggeser duduknya tak tanggung-tanggung hingga satu meter jauhnya.

"Kenapa sih kau?" tanya Chris terheran-heran melihat Holly beringsut menjauh seperti itu.

"Alergi." jawab Holly asal saja. Dari sudut matanya, dia dapat melihat Chris sedang menahan cengiran. Holly diam saja. Lalu Chris berdeham.

"Kenapa kau nggak pakai bikini seperti yang lain?"

Holly memelototi Chris seolah-olah dari kepalanya tiba-tiba muncul sungut.

Apa urusan cowok-tukang-ikut-campur ini dengan kostum yang kupakai? Menyesali keputusannya mengajakku ke pantai karena gagal melihatku hanya dibalut bikini?

Memikirkan hal itu saja sudah membuat Holly kepingin muntah.

"Sori saja kalau kau kehilangan kesempatan menyaksikan bokongku yang besar." tukas Holly super sinis.

"Bokongmu sama sekali nggak besar." Chris menanggapi serius.

"Aku nggak tanya pendapatmu."

"Betul kok." kata Chris sungguh-sungguh, "Aku cuma nggak nyangka Nona Satu-satunya Yang Jago Masak ini ternyata nggak bisa berenang."

Butuh lima detik penuh bagi Holly untuk benar-benar menangkap kalimat Chris.

"Dari mana kau tahu aku nggak bisa berenang?"

"Sarah." jelas Chris sederhana, "Dia langsung mewanti-wantiku agar nggak menawarimu berenang karena itu... eh, semacam topik sensitif bagimu, kalau aku nggak salah?"

Holly mengernyit, "Aku memang sudah muak dengan kolam renang, laut, pantai, dan musim panas."

"Lalu kenapa kau mau saja diajak ke sini?" potong Chris, alisnya terangkat heran. Piercingnya berkilat terkena cahaya matahari di balik rambut putihnya yang basah dan berantakan.

"Aku kan belum pernah ke Australia sebelumnya. Hitung-hitung menyenangkan hati teman-temanku, terutama Sarah."

Sejenak, tak ada yang berbicara. Holly sedang memperhatikan Vera di kejauhan yang sedang kerepotan membawa minuman dingin untuk Timmy ketika Chris bergumam pelan.

"Gary beruntung dapat Sarah."

"Sori?"

Chris yang tadinya duduk selonjor kini menekuk lututnya dan meluruskan lengan di atasnya, "Sebelum ini masih sering memikirkannya, terus terang. Dengan Gary yang terus menerus membicarakannya di depan hidungku. Sampai tahun lalu, akhirnya aku bisa benar-benar melupakannya."

Holly akhirnya memperhatikan Chris yang mengawasi Sarah. Rambut panjang Sarah tak bisa diam ditiup angin. Dia tertawa-tawa melihat Pat, yang mencoba berdiri di atas papan selancar Zach. Sinar matahari yang berkilauan menimpa kulitnya yang kecoklatan. Holly serasa sedang menyaksikan iklan perawatan kulit dengan model yang sangat rupawan di televisi.

"Yah, dia memang cantik. Dan luar biasa seksi." kometar Holly sungguh-sungguh, "Bodoh kalau kau sampai menyerah, kan?"

Sekilas ekspresi ganjil muncul di wajah Chris menyusul kata-katanya barusan.

"Yeah, memang bodoh. Kami tolol dan bodoh karena telah membuat taruhan itu."

Holly mengerjap heran, "Taruhan?"

Chris melirik Holly gusar namun dia melanjutkan, "Ini sebenarnya bukan hal yang menyenangkan untuk dibahas, apalagi dengan kau." dia menghembuskan napas keras, "Ketika kami SMP, aku dan Gary bertaruh. Kami yang masih muda dan idiot. Sarah jelas yang tercantik di kelas kami. Bahkan di SMP kami. Dan yah, kami membuat kesepakatan, hanya di antara kami berdua.

"Seratus dolar bagi yang dapat mengajaknya ke malam prom, dua ratus dolar bagi yang berhasil menciumnya dan tiga ratus dolar jika sekaligus mengajaknya kencan."

"Kau dan Oden..." ujar Holly lambat-lambat, takut salah dengar, "... bertaruh tiga ratus dolar untuk Sarah?"

"Awalnya begitu, " Chris tak membantah, "Namun lama-kelamaan, yah kau tahu sendiri, itulah saat aku jadi tertarik betulan pada Sarah dan mulai menyukainya."

"Apa Sarah tahu kau naksir dia?" tanya Holly. Chris mendengus dan menggeleng.

"Tentu saja nggak! Aku kan nggak mungkin menghampirinya dan bilang 'hai Sarah aku naksir kau, tinggalkan saja Gary dan jadian denganku!'. Itu sinting namanya."

Holly diam saja, menunggu. Maka Chris melanjutkan ceritanya, "Jadi, kembali ke kisahku. Gary, yang notabene populer, bintang olahraga dan tampan, berhasil memacarinya. Berusaha mengubur kekesalanku, aku menggabrukkan tiga ratus dolar di nampan makan siangnya pada jam istirahat, kukatakan 'selamat' dan..."

Holly tak tahan lagi. Dia bangkit dan memandang Chris penuh kemarahan, telinganya serasa berdenging.

"Kau kesal karena Oden berhasil memenangkan Sarah, atau karena kau kehilangan tiga ratus dolar-mu yang berharga?" tanyanya dingin.

Chris mendongak menatap Holly terbengong-bengong, mulutnya membuka-menutup kehilangan kata-kata, "Aku nggak—"

Sebelum Chris menyelesaikan kalimatnya, Holly berbalik dan berjalan pergi dengan langkah lebar-lebar, menjauhi pantai. Dia bisa mendengar Chris memanggilnya dan sekejap saja dia berhasil menyusul Holly.

"Hei, Gary menolak uang itu dan dia bilang padaku lupakan saja. Dia berniat serius dengan Sarah. Dia sudah nggak peduli. Taruhan itu nggak penting lagi. Oke?"

"Jadi?" Holly tidak menghentikan langkahnya, mereka sekarang semakin jauh dari pantai dan kembali ke bawah naungan palem-palem, "Apa itu ada bedanya? Kalian tetap saja pernah taruhan tiga ratus dolar untuk Sarah."

"Lihat Gary sekarang!" erang Chris putus asa, "Dia sungguh-sungguh menyayangi Sarah! Kau sendiri melihat bagaimana semalam..."

"Bagaimana jika itu nggak pernah terjadi?" Holly berhenti dan menghadapi Chris, "Bagaimana jika Gary Oden, sepupumu yang populer itu, menerima uangnya lalu mencampakkan Sarah? Dia itu sahabatku, brengsek. Kami sudah saling kenal sejak sekolah dasar dan walaupun SMP kami berbeda, jika saat itu aku tahu, aku nggak akan segan menerobos kelasmu hanya buat meninju wajahmu dan sepupumu. Katakan padanya, jika dia belum bilang yang sebenarnya kepada Sarah, aku benar-benar akan ikut campur dalam masalah ini."

"Aku sudah bilang padamu." kata Chris perlahan, wajahnya merah padam menahan marah, "Gary nggak pernah menerima uang itu. Masing-masing dari kami memutuskan bahwa taruhan itu nggak pernah terjadi!"

Holly menggeleng-gelengkan kepalanya, mendengus jijik, "Itulah kenapa aku benci cowok. Kalian nggak berpikir. Apa bagi kalian cewek itu semacam Playstation? Setelah puas bermain-main, kau tinggalkan begitu saja? Bahkan kau bisa bertaruh! Berapa harga cewek bagi kalian? Seratus dolar? Tiga ratus dolar? Oh. 'Lupakan saja. Nggak penting lagi. Tak pernah terjadi'. Begitu katamu barusan?"

Keduanya hanya mampu saling menatap selama beberapa detik. Holly sudah berbalik dan meneruskan berjalan ketika Chris menyeletuk.

"Kalau kau punya masalah dengan cowok, jangan lantas menimpakannya padaku dan Gary!"

"Oh ya! Jelas aku punya masalah dengan cowok!" Holly menghadapinya lagi, suaranya makin melengking tinggi, "Bagaimana tidak? Ketika umurku sembilan tahun, pamanku yang baik menggunakanku sebagai alasan untuk bermesraan dengan wanita lain. Mereka bertemu setiap akhir pekan, di kolam renang tempatku biasa latihan. Dan nggak lama setelah mengetahuinya, bibiku bunuh diri."

Chris kali ini jelas tak sanggup menyembunyikan kekagetannya. Matanya yang biru gelap mengerjap-ngerjap bingung.

"Saat umurku sepuluh tahun," Holly melanjutkan, "...ayahku berselingkuh di pantai. Ibuku dan aku menangkap basah dirinya bersama kekasihnya ketika kami menyusulnya, mengira dia sedang menyiapkan semacam kejutan liburan musim panas untuk kami di sana. Seperti yang rutin dia lakukan sepanjang tahun. Dan pada akhirnya dia memang sangat berhasil mengejutkan kami."

Holly hanya berhenti sebentar untuk menarik napas, "Dan apa yang kudapat saat mengejarnya dan memohon-mohon padanya agar tidak meninggalkan kami?" Kemudian Holly mengangkat lengan kirinya dan menunjuk bekas luka memanjang yang tertoreh di sana, "Dia memukulku, berteriak-teriak bahwa dia sudah muak dengan aku dan ibuku dan meninggalkanku begitu saja, terjatuh dan berdarah-darah terhantam karang pantai. Dua hari kemudian, mereka bercerai. Sayang aku masih bocah, terlalu takut untuk mencekik ayahku saat itu juga."

Dia tak lagi memedulikan tanggapan Chris, yang menyaksikannya menumpahkan aib masa lalunya dengan tak terkendali dan penuh amarah.

"Nah." kata Holly, suaranya sudah kembali normal, hanya kali ini matanya mendadak terasa panas dan berair, "Begitulah. Jelas kehadiran laki-laki di kehidupanku memang hanya akan mendatangkan masalah, seperti yang kau bilang."

Mulut Chris membuka lagi, "Aku benar-benar—"

Holly berbalik sebelum Chris sempat berkata apa-apa lagi, dia berlari dan memasuki jalan setapak, meninggalkan Chris yang berdiri membeku di belakangnya, berharap cowok itu tak sempat melihat bulir-bulir air matanya yang berjatuhan tanpa bisa dicegahnya.

---

Aww :'(

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top