6 - Masa lalu
Dava mengendarai motor maticnya dan membonceng Alvan di belakang. Daritadi mereka hanya diam dan sibuk dengan pikiran masing-masing.
Alvan sudah biasa dengan suasana seperti ini, apalagi sekarang mereka berada di jalanan terbuka. Berbicara dengan topik yang seru pun akan terganggu karena suara bising dari kendaraan. Tapi tidak dengan Dava.
Ia ingin bertanya pada Alvan, apa yang membuatnya menjadi Kakak ipar Rani? Menurut hasil stalk-nya, Rani tidak mempunyai Kakak ipar. Hanya kakak perempuan kandung yang berwajah hampir mirip dengan Rani.
"Hmm, Ko."
Dava memanggil Alvan, alih-alih membuka pembicaraan. Alvan yang mendengar itu langsung menyahut dan bertanya,
"Apa?"
"Aku boleh nanya gak?"
Alvan menaikkan sebelah alisnya, penasaran dengan apa yang ingin ditanyakan Dava.
"Nanya aja."
Awalnya Dava ragu, bukankah menanyakan hal itu berkaitan dengan hal pribadi? Disini, Ia hanya sebatas penasaran atau kepo. Agak tidak sopan kalau dia bertanya hal-hal pribadi seperti itu.
"Koko Alvan kok bisa jadi Kakak Iparnya Rani?"
Alvan yang mendengar pertanyaan Dava sempat terkejut, namun kembali bersikap biasa lalu mendengus.
"Lo tau lah, perjodohan."
Dava membuat mulutnya seperti huruf 'O' sebagai respon. Ia menyimpulkan bahwa, Alvan dijodohkan dengan Kakaknya Rani.
"Tapi gue masih calon, belum jadi Kakak Ipar yang resmi."
Respon Dava sama seperti yang tadi dan ia juga menganggukkan kepalanya. Dua jawaban itu sudah cukup menurut Dava, ia tidak ingin menanyakan hal yang lebih jauh lagi.
"Oke, kali ini gue yang gantian nanya."
Alvan berkata seperti itu sambil berpangku tangan. Tepat di saat lampu merah, kendaraan mereka berhenti. Dava yang mendengar omongan Alvan pun menyempatkan diri untuk menoleh.
"Nanyain apa ko?"
Lelaki yang duduk di jok belakang motor menatap Dava intens. Membuat tubuh Dava merinding ngeri.
"Lo, kenapa bisa bilang Rani itu gebetan lo?"
Dava membulatkan mata, terkejut dengan pertanyaan Alvan. Ia langsung menunduk, tidak berani menatap (Calon) Kakak Iparnya.
"Secara ya, kalo dilihat-lihat, Rani ogah banget jadi gebetan lo."
Alvan menekankan kata 'ogah banget', dan itu cukup menohok hati Dava. Tapi Dia berbicara sesuai fakta, tidak akan ada yang bisa menyalahkannya.
Dava berbalik dan menghadap ke depan, lalu memegang kedua handgrip motornya dan tersenyum kecut.
"Aku mau cerita. Tapi koko jangan bilang Rani ya?"
"Mau gue cerita pun dia gak akan dengar."
Menghela napas, lalu mencengkram handgrip motornya dan bersiap untuk menjalankan motornya kembali.
"Jadi gini.."
Awalnya aku itu cuma pengagum rahasia--bahasa kerennya Secret Admirer. Jadi dulu aku sering kasih surat sama hadiah dan aku letakkin di bawah loker mejanya.
Gadis berambut pendek itu menaruh tasnya di atas meja, lalu menaruh kepalanya di atas sana. Matanya terpejam dan bersiap untuk ke alam mimpi, namun bel tanda masuk berteriak. Membuatnya harus mengangkat kembali kepalanya yang terasa berat.
Tas yang ia letakkan di atas meja tadi, ia angkat dan dimasukkan ke bawah loker. Namun ia sempat menghentikkan tindakannya saat menyadari ada sebuah benda yang membuat tasnya tidak bisa di masukkan ke lokernya.
Menarik tasnya keluar, lalu merendahkan sedikit kepalanya dan melihat ke dalam loker. Matanya menangkap sebuah kotak beserta amplop putih diatasnya. Tangannya pun tergerak untuk mengambil benda tersebut.
Sebuah kotak berukuran sedang bewarna pink muda dan amplop putih bertuliskan 'Unknown' di sudut kiri.
Karena guru pelajaran sudah memasuki kelas, ia langsung menyimpan kotak tersebut beserta amplop ke dalam tas dan menyimpan tasnya ke bawah loker.
○○○○○
Saat jam istirahat, Gadis itu membuka kotak yang ia temukan di bawah mejanya tadi pagi. Sebuah coklat bewarna pink berbentuk kelinci, yang dihiasi pita bewarna coklat di lehernya. Ia mengernyitkan dahi, lalu beralih pada amplop putih yang disingkirkannya tadi.
Membuka penutup amplop, lalu mengeluarkan isinya. Kertas bewarna pink yang dia ambil dari amplop tersebut, ia buka dan dibacanya.
Happy Valentine!
Maaf kalo hanya ini, semoga suka :)
-Unknown
Gadis itu mendengus, menutup kotak, menyimpan kertas yang ia baca ke dalam amplop dan memasukkannya ke dalam tas.
"Ini udah ke 8 kalinya gue dapat ginian. Siapa sih yang ngirim gak jelas gini?"
Ia menggerutu, sambil mengedarkan pandangan mencari sosok-sosok yang nampak mencurigakan. Namun nihil, ia tidak menemukannya.
Sebenarnya aku cuma iseng sih, karena aku mikir...Kenapa dia gak deketin aku kayak cewek-cewek lain?
Kupikir, setelah aku kasih dia barang kayak gitu, dia bakal cari tahu siapa pengirimnya. Namun, sebaliknya.
Dava menunjukkan ekspresi kekecewaannya, namun tak lama kemudian ia kembali tersenyum.
Tapi...Aku bersyukur, dia masih mau menerima barang dariku.
"Dava, hari ini kita nonton yuk?"
Seorang Gadis berambut ikal bergelayut di lengan Lelaki berambut coklat tua--Pacarnya. Si lelaki mengusap tengkuk belakangnya.
"Lain kali aja ya, Chel? Aku sibuk."
Tersirat kekecewaan di wajah Gadis itu, namun ia mengendikkan bahu dan kembali bermesraan dengan pacarnya.
Si lelaki cukup risih, apalagi ditempeli terus seperti itu. Kalau saja ia tidak memperdulikan image-nya, mungkin gadis di sebelahnya sudah ia tendang ke kolam ikan yang ada di halaman depan sekolah.
Sampai si lelaki menangkap sosok gadis berambut pendek--yang akhir-akhir ini sering ia buntuti. Ia lihat gadis itu membawa sebuket mawar merah--yang ia letakkan di atas meja gadis itu. Pandangannya tak terlepaskan oleh gadis itu, sampai sang kekasih memukul lengannya dan memarahinya.
"Kamu liatin apa sih?"
Si lelaki menggeleng. "Enggak kok."
Dan memasang senyuman, membuat setiap orang yang ingin memarahinya, harus berpikir dua kali karena tidak tega...memarahi orang tampan.
Dan entah kenapa...Aku, jadi punya perasaan, sama Rani. Jadi, aku mengakhiri hubunganku dengan pacarku. Saat naik ke kelas 2, aku memberanikan diri untuk mendekatinya. Yaa, walaupun pertemuan pertama kita gak enak juga sih.
Alvan turun dari motor, lalu berpangku tangan dan memasang tatapan tajam pada Dava--membuatnya merinding (lagi).
"Berani banget lo, ngaku-ngaku gebetan. Awalnya juga Secret Admirer."
Dava ingin membuka mulut, namun ia langsung bungkam saat Alvan mengarahkan telunjuknya tepat pada wajahnya.
"Shut up. Gue mau kasi ini dulu ke Dosen. Ntar lo lanjut lagi ceritanya."
Alvan berbalik, memasuki rumah Dosennya yang minimalis itu. Di motor, Dava memegangi kepalanya yang terlindungi helm dan nangis buaya.
Ranii...Kakak ipar lo kejam!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top