FDBH | 5. Strange
Aderine hanya menatap dengan diam, Sean yang tengah menyantap lahap mie yang tadi ia buatkan. Aderine hendak pergi, tapi dengan teganya laki-laki itu menyuruhnya untuk tetap tinggal. Parahnya, Sean sama sekali tidak memberi Aderine alasan, kenapa laki-laki itu itu mau dirinya tetap di dapur, menemaninya yang tengah khusuk mengisi perutnya itu. Andai Sean memberi alasan, barangkali ia bisa mengikhlaskan hatinya menemani suami super sombong dan super dinginnya itu.
Sean lagi-lagi bersikap aneh, dan entah itu kali keberapa Sean bersikap aneh padanya. Aderine tidak pernah melihat Sean berperilaku seaneh ini, sebelum mereka menikah beberapa hari yang lalu. Dalam artian, Sean berubah semenjak statusnya berubah menjadi suami Aderine.
Aneh yang Aderine maksud, adalah Sean yang mau menyantap makanan instan. Dulu, laki-laki itu pernah berkata jika ia anti dengan yang namanya makanan instan, terlebih lagi mie instan. Dengan alasan mie instan yang tidak sehat lah, pabriknya yang tidak higenis lah, banyak bahan kimianya lah, dan segala macam keburukan yang tersimpan di otak laki-laki bernama lengkap Sean Leonard itu.
"Dad, bisa nggak Aderine balik ke kamar? Aderine udah ngantuk banget," kata Aderine, dengan mulutnya yang sedikit terbuka karena menguap.
Aderine berbicara seperti itu, bukan hanya untuk menghindari Sean, melainkan ia memang sudah sangat mengantuk. Waktu sudah menunjukkan pukul 12 kurang limabelas menit, hampir melewati tengah malam, dan di jam seperti itu biasanya Aderine sudah terlelap di alam mimpinya. Aderine bukan tipe gadis yang suka begadang, jika tidak karena rasa laparnya yang luar biasa menyiksa, Aderine tidak akan bangun di jam-jam malam seperti ini.
Bagi Aderine, begadang itu tidak ada gunanya. Sama seperti kata Haji Rhoma Irama dalam salah satu lagunya. Bagi Aderine begadang itu buang-buang waktu, tenaga, listrik rumah, makanan rumah, dan sebagainya.
Begadang jangan begadang. Begadang tak ada gunanya. Begadang boleh saja, asal ada gunanya.
Ah entahlah, lagu itu sudah cukup lama. Otak Aderine tidak cukup kuat untuk mengingat lirik lagu bergenre dangdut tersebut. Ia benar-benar lupa dengan liriknya, meski kata-kata itu memiliki frekuensi yang cukup sering dinyanyikan oleh beberapa orang.
"Nggak sopan banget kamu kembali ke kamar sementara suami kamu tengah mengisi perutnya yang lapar. Kamu harus menunggu saya sampai selesai makan. Saya nggak peduli. Oh ya, buatkan saya teh hangat juga ya, gulanya dikit eh tanpa gula saja," ucap Sean tanpa intonasi namun terdengar pedas. Dan, tumben-tumbennya laki-laki itu berbicara panjang lebar? Ada apa dengan suami Aderine itu?
Tanpa banyak bicara lagi, Aderine segera melaksakan perintah suaminya itu. Sementara Sean, laki-laki sedingin kulkas itu kembali melahap mienya yang masih tersisa banyak, karena sebelumnya ia hanya melahapnya sedikit.
Selang beberapa menit, akhirnya Sean menyelesaikan makan malamnya yang sudah sangat terlambat itu.
"Hah, kenyangnya," desah Sean. Ia mengusap perutnya yang terasa begah, kemudian pandangannya beralih pada Aderine yang tampak terduduk di samping meja dengan kepalanya yang menelungkup di antara dua lututnya.
Sean mengernyitkan dahinya, bingung dengan apa yang gadis itu lakukan. Bukannya gadis itu mau kembali ke kamarnya setelah membuatkan ia teh hangat? Memang ia tidak memberi izin, tapi kan gadis itu bisa pergi tanpa meminta izinnya. Kenapa gadis itu masih di sini? Dasar aneh!
Teh untuknya sudah Aderine buat dan Sean tinggal meminumnya saja. Tapi, keinginannya untuk meneguk teh itu tiba-tiba menguap. Rasanya ia sudah tidak ingin meminum teh buatan Aderine tersebut.
Sean berjalan menghampiri Aderine, laki-laki itu dengan tidak sopannya menyenggol tubuh Aderine dengan kakinya.
"Hei, gadis aneh?"
Sean terus menyenggolkan kakinya pada tubuh Aderine, sebenarnya laki-laki itu bisa saja berjongkok dan membangunkan Aderine dengan cara yang lebih manusiawi. Namun, laki-laki itu terlalu malas untuk berjongkok barang sebentar saja. Selain arogan, ternyata ia juga pemalas!
"Bangun!" Masih dengan kakinya, Sean berusaha membangunkan Aderine.
Sean tidak ingin menggendong gadis itu, walau jarak kamar Aderine dengan dapur tidak terlalu jauh. Sean tidak ingin menyia-nyiakan tenaganya hanya untuk menggendong Aderine. Tubuh gadis itu meski tidak gemuk tapi terlihat berisi, sudah pasti tubuhnya berat. Sean jelas saja tidak mau tubuhnya pegal-pegal gara-gara menggendong tubuh Aderine.
Tapi sepertinya laki-laki itu lupa, gara-gara dia sendirilah Aderine tertidur di dapur. Aderine memang bisa pergi tanpa meminta izin laki-laki itu, tapi gadis itu juga tidak mau mengambil resiko mendapat lirikan tajam dan juga sinis serta sindiran pedas dari laki-laki tersebut.
Jika saja laki-laki yang sialnya sangat tampan itu, membiarkan Aderine kembali ke kamarnya, Sean tidak memiliki kemungkinan menggendong Aderine.
Aderine bukanlah tipe orang yang bisa menahan kantuknya lebih dari lima menit. Sudah menjadi rahasia umum, gadis itu sering di hukum di sekolah dan kampusnya gara-gara tertidur di kelas. Dan satu fakta lagi, gadis itu sangat sulit untuk dibangunkan dari tidurnya. Terlebih lagi, saat Aderine mengkonsumsi obat tidur, walaupun yang ia minum hanya berdosis kecil itu bisa saja membuat Aderine tertidur seharian penuh.
Dan kejadian seperti itu, sudah pernah terjadi pada Aderine. Dulu, pernah sekali Aderine mengalami insomia, karena merasa terlalu lelah dan tidak bisa tertidur, akhirnya gadis cantik itu memutuskan untuk meminum obat tidur. Dan akhirnya, Aderine cepat terlelap ke alam mimpi. Kehebohan terjadi pada esok harinya. Rihanna, wanita yang berstatus sebagai ibu angkat Aderine tersebut sangat khawatir dengan keadaan putri angkatnya, yang tertidur seperti orang mati. Waktu itu, Aderine sangat sulit dibangunkan, dan tentu saja hal itu membuat Rihanna merasa takut.
Dengan sigap, wanita itu memanggil dokter, dan untungnya tidak terjadi hal buruk pada Aderine. Aderine pun terbangun pada malam harinya, kondisinya pun bisa dikatakan cukup baik. Gadis itu tidak mengeluh sakit, atau juga pusing.
Memang kondisi yang Aderine alami itu sedikit aneh bagi bidang kedokteran. Respon yang tubuh Aderine terima terlalu berlebihan dan jauh dari kata normal. Saat darah gadis itu diuji lab, dokter juga tidak menemukan penyakit yang bersarang di tubuh Aderine.
"Aderine, bangun!!" Sekali lagi, Sean menggoyangkan tubuh Aderine dengan kakinya. Dan lagi-lagi gadis itu tidak segera bangun dari tidurnya.
"Dasar menyusahkan!" Gerutu Sean yang akhirnya memutuskan untuk membopong Aderine ke kamarnya. Dengan wajah datarnya yang terlihat kesal, pria berusia 32 tahun itu mulai mengangkat tubuh Aderine.
Dengan langkah panjang nun cepatnya, tidak membutuhkan waktu yang lama untuk Sean, sampai di kamar gadis itu. Sean membaringkan tubuh Aderine dengan tidak sabaran. Bukan karena nafsunya yang ingin segera melahap Aderine, bukan, bukan seperti itu. Sean merasa tidak mampu menahan bobot tubuh Aderine lebih lama lagi.
Membopong gadis itu, membuat tenaga Sean yang hanya berasal dari suapan mie instan itu cepat terkuras. Andai saja, Sean melahap makanan yang lebih bergizi mungkin tenaganya tidak cepat terkuras. Hal ini membuktikan jika makanan instan yang umumnya sering di makan anak kos itu, tidak begitu sehat terhadap kesehatan tubuh. Kandungan gizinya juga sangat sedikit, sehingga disarankan untuk mengurangi memakan makanan instant tersebut.
"Gadis yang menyebalkan. Bisanya menyusahkan saja," gerutu Sean lagi, meskipun begitu Sean tetap menyelimuti tubuh Aderine dan mencoba membenarkan posisi tidur Aderine agar esoknya gadis itu tidak terbangun dengan rasa sakit di sekujur tubuhnya.
Sepertinya, laki-laki itu tidak menyadari jika ia sudah memberikan sedikit perhatiannya terhadap Aderine. Entah itu disengaja, atau tidak, wajah Sean tidak menunjukkan ekspresi yang berarti.
*****
Minggu pagi, membuat Aderine bermalas-malasan di atas tempat tidurnya. Ia tidak memiliki agenda apa pun di hari bersantai itu. Aderine masih bergelung ria dengan selimut tebalnya, tampak malas beranjak dari tempat tidurnya itu.
Sepertinya juga, gadis itu tidak menyadari tempatnya sekarang yang sudah berada di kamarnya. Aderine mungkin melupakan kejadian semalam, di mana ia sudah tertidur di dapur.
"Loh, kemarin itu gue liburnya tiga hari ya? Perasaan cuma dua hari, deh?" Gumam gadis itu. Aderine menggaruk pucak kepalanya yang tidak gatal, gerak refleks Aderine ketika gadis itu merasa bingung.
"Atau perasaan gue aja, yang terlalu larut sedih karena kepergian Mommy? Yah, jadi keinget Mommy kan?" Desahnya dengan nada suara yang terdengar sendu.
"Mommy, apa kabar di sana? Aderine kangen Mommy. Belakangan ini Daddy rada aneh, Mom. Dan Aderine kayak ngerasa takut sama Daddy, kira-kira kenapa ya, Mom?" Lirihnya menatap foto Rihanna yang terpajang di atas nakasnya. Aderine mengusap setitik kristal yang jatuh dari sudut matanya. Mengingat ibu angkatnya yang telah damai di sisi Tuhan, membuat Aderine kembali merasa kehilangan.
Aderine menghela napasnya, berusaha mengusir kesedihan yang kembali menghampirinya. Gadis itu beranjak dari posisinya yang masih tiduran, dan segera membersihkan tubuhnya.
Tidak lama, Aderine keluar dari kamar mandi, dengan baju tidurnya yang sudah berganti dengan baju santai. Gadis itu mengikat rambutnya tinggi, lalu memoleskan sedikit bedak ke wajahnya. Terakhir, Aderine memoleskan lip tint bewarna merah ceri ke bibirnya, untuk membuat parad ayunya itu tidak terkesan pucat.
Dari pada kembali larut dengan kesedihan, gadis itu memilih untuk berjalan-jalan di sekitar kompleks perumahannya. Dengan begitu, perhatiannya akan sedikit teralih.
Aderine keluar dari kamarnya, tanpa sengaja ia berpapasan dengan Sean yang baru menuruni anakan tangga. Kamar Sean memang terletak di lantai dua, sementara kamar Aderine terletak di lantai satu. Sudah pernah dijelaskan bukan, tentang letak kamar pasang suami istri itu?
"Pagi!"
Aderine membulatkan matanya, sedikit kaget karena pria itulah yang pertama kali menyapanya. Meskipun suara Sean masih terkesan datar, tapi aneh saja pria itu mau menyapa Aderine lebih dahulu. Biasanya saja, pria itu tidak menjawab sapaan Aderine.
"Ehm, pagi," balas Aderine sedikit canggung. Mengingat jika ini kali pertama Sean menyapanya.
"Mau ke mana?"
"Jalan-jalan di sekitar kompleks. Kalau Daddy?"
"Sama."
Aderine hanya mengangguk, bingung mau berbicara apa.
"Boleh barengan?" Aderine hampir terasedak ludahnya sendiri. Jika tadi level kagetnya hanya satu, sekarang naik menjadi level tiga. Apa yang Sean tadi bilang? Jika Aderine masih tertidur, seseorang tolong bangunkan Aderine!
"Y-ya, boleh," jawab Aderine dengan sedikit gugup, tubuhnya tampak mematung di tempat.
"Ayo!" Sentak Sean, yang sudah berjalan beberapa langkah mendahului Aderine. Lalu berhenti melangkahkan kakinya, ketika melihat istrinya itu masih mematung di depan pintu kamar. Mendapat tatapan tajam dari Sean, membuat Aderine segera melangkahkan kakinya. Laki-laki dingin itu mengangguk, masih tanpa senyum dan kembali melangkahkan kakinya.
Sean membuat mood Aderine seketika memburuk. Ditambah lagi perasaan takutnya yang tiba-tiba datang. Niat Aderine untuk menghindari pria arogan itu, sepertinya tidak mendapat izin dari Tuhan. Buktinya, Tuhan selalu mendekatkan mereka dengan kejadian-kejadian kecil yang tidak terduga.
TBC
Masih mau lanjut? Jawab ya :)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top