FDBH | 2. Cold Man

Aderine tergugu, apa yang barusan keluar dari mulutnya sama sekali tak pernah terlintas dalam pikirannya. Gadis itu tampak shock dan tidak mampu berkata-kata.

Tentu saja. Lagipula, gadis mana yang tidak kaget jika tiba-tiba dirinya diajak ke gereja oleh sang ayah untuk melakukan pemberkatan pernikahan? Parahnya, itu pernikahan ia dan ayahnya sendiri.

Tidak ada ayah yang melakukan itu, mungkin hanya terjadi pada hidupnya saja.

Pupus sudah harapan Aderine untuk menikah dengan laki-laki idamannya. Lelaki idaman Aderine tidak muluk-muluk, hanya seorang pria yang dapat mencintainya dengan tulus, tidak masalah jika tidak memiliki harta melimpah, tidak masalah jika tidak berwajah tampan, tidak masalah pula jika tidak memiliki fisik yang sempurna. Aderine tidak masalah dengan semua hal itu. Bukankah cinta dapat membawa kebahagiaan?

Ingin rasanya Aderine menangis, perasaannya seperti tengah diaduk-aduk. Aderine kesal dengan takdir hidupnya yang sedemikian rumit itu. Sama sekali Aderine tidak berkeinginan menikah dengan laki-laki dingin seperti Sean. Aderine membenci tipe laki-laki seperti itu, Aderine lebih menyukai sosok hangat dengan selera humor yang tinggi. Jika saja Sean itu tipikal laki-laki seperti yang Aderine impikan, mungkin saja Aderine akan berusaha menerima pernikahan itu. Namun kenyataan telah menamparnya telak, laki-laki tampan itu tidak akan merubah sikapnya dari dingin menjadi hangat.

"Silakan berciuman, sebagai bukti cinta kalian terhadap Tuhan." Itu perintah yang terdengar setelah pengucapan janji suci pernikahan Aderine dan Sean. Mata Aderine sedikit membulat mendengarnya, gadis berambut panjang bergelombang itu tidak mau ciuman pertamanya diambil oleh Sean. Laki-laki es balok yang seharusnya tetap berstatus sebagai ayah angkatnya. Benar-benar menyebalkan!

Sean hanya mengangguk mendengar perintah dari pendeta. Sebenarnya, Sean sudah mengatur segala sesuatu tentang pernikahannya dengan Aderine, dengan rapi dan sempurna. Ya, meskipun pernikahan mereka itu terbilang sangat sederhana. Walau begitu, pernikahan Sean dan Aderine tetap berjalan seperti pernikahan pada umumnya, hanya saja tidak ada tamu yang menghadiri pernikahan itu. Pernikahan itu hanya dihadiri oleh beberapa pengawal Sean yang bertugas sebagai saksi dan juga sang pendeta yang menikahkan mereka.

Berita pernikahan mereka pun, tidak akan tersebar ke khalayak ramai. Sean sengaja menyembunyikan status barunya dari publik, banyak alasan yang melatar-belakangi keputusannya itu. Salah satunya, Sean tidak ingin dicap sebagai laki-laki yang tega mengkhianati istrinya dengan menikahi gadis lain, yang bahkan anak angkatnya sendiri, sehari setelah kematian sang istri. Demi Tuhan, tanah kuburan Rihanna masih basah, bunga-bunga di atasnya saja bahkan belum layu.

Sean terdengar sangat brengsek di sana. Sean benci jika reputasinya terdengar seperti banci. Menurutnya, laki-laki yang tega menyakiti perempuan dan bertingkah brengsek itu merupakan banci. Dan ia bukan banci! Tapi entahlah, siapa yang tahu? Bisa saja di masa depan dirinya berubah menjadi banci.

Tangan besar Sean menyentuh pinggang ramping Aderine, membuat gadis berusia dua puluh tahun itu, terlonjak kaget. Aderine merasakan deru napas Sean yang beraroma mint berhembus mengenai wajahnya. Aroma maskulin dari parfum yang Sean kenakan pun, begitu memabukkan.

Jika Aderine termasuk golongan perempuan yang tergila-gila dengan Sean, mungkin gadis itulah yang pertama kali mendaratkan bibirnya di bibir Sean. Namun, Aderine bukan termasuk golongan itu. Aderine itu tipikal orang yang besar gengsi. Ia lebih memilih aliran baru, yang disebutnya sendiri dengan nama 'BarAnSe' yang merupakan singkatan dari 'Barisan Anti Sean'. Aderine berpikir, jika seandainya ada gerakan yang bertema penghapusan laki-laki dingin dari muka bumi, Aderine pasti mengikutinya. Bahkan, dia akan mendaftar sebagai ketuanya. Gadis berkulit putih cerah itu akan memastikan bahwa di dunia ini tak akan ada laki-laki es balok. Menurut Aderine, lelaki dingin patutnya ditendang ke benua Antartika atau benua Arktik, karena di sanalah tempat yang dingin-dingin berada. Dan mereka, para si dingin bisa mencari jodoh di sana, itupun jika ada. Atau boleh juga sekalian di tendang ke gurun sana, biar meleleh itu hati esnya.

Aderine memejamkan matanya, ketika jarak wajahnya dan wajah Sean tinggal sejengkal. Aderine merasa detak jantungnya semakin berpacu. Gadis itu mulai merasa khawatir, jantungnya kian berdetak cepat, ia takut jika satu-satunya jantung miliknya itu terlepas dari tempatnya. Aderine tidak mau mati konyol, apalagi alasannya hanya karena dirinya yang akan mendapat ciuman pertama.

Aderine mengerutkan keningnya bingung, sudah lebih dari lima detik berlalu, tapi Aderine tidak merasakan ada bibir seksi yang mendarat di bibirnya. Perlahan, Aderine membuka matanya. Dilihatnya Sean yang memandangnya intens, dengan dua sudut bibirnya yang terangkat. Hei! Pria dingin berwajah datar itu tersenyum! Dan dia ... terlihat sangat tampan. Oh, ayolah, pria dingin itu memiliki senyuman yang sangat manis.

"Jangan harap saya bakal cium kamu," ucap Sean dengan nada datarnya.

Ucapan Sean itu sukses membuat pipi Aderine bersemu merah. Aderine merasa malu, ia tahu jika dirinya tanpa sadar sudah menginginkan ciuman dari Sean, laki-laki dingin yang saat ini sudah berstatus sebagai suaminya. Si Dingin yang sialnya sangat kharismatik itu kembali menyunggingkan senyum, lebih tipis dari senyum yang tadi, tapi tidak membuat ketampanannya sedikit pun berkurang.

Sean sendiri merasa bingung, ia sulit mengontrol bibirnya untuk tidak tersenyum, melihat ekspresi lucu yang Aderine tunjukkan. Gadis itu begitu lucu saat salah tingkah dan malu. Ingin rasanya ia mencubit pipi gadis itu saking gemasnya. Namun Sean sadar, dia tidak boleh melakukannya. Itu sama saja, ia telah membuka hatinya untuk perempuan lain masuki. Ia sudah bertekad, sampai kapan pun hatinya akan tetap menjadi milik Rihanna. Tidak akan ada wanita yang menggantikan posisi mendiang istrinya itu. Tidak akan pernah.

Untuk sesaat, Aderine terpana melihat ketampanan Sean. Aderine benci mengakui jika laki-laki yang ada di hadapannya itu begitu tampan. Dan Aderine juga benci mengakui bahwa Seanlah pria tertampan yang pernah dilihatnya.

Surga dunia bagi Aderine dapat melihat senyuman laki-laki itu. Sean Leonard, dia salah satu sosok yang berpengaruh di dunia bisnis yang terkenal dengan image dinginnya, bahkan pria itu mendapat julukan 'Cold Devil', suatu julukan yang jelas menggambarkan siapa Sean yang sebenarnya. Seorang iblis yang terkurung dalam tubuh malaikat berwajah rupawan, namun beraura dingin.

"Aderine juga nggak ngarep dicium laki-laki kayak Daddy," lirih Aderine setelah gadis itu menormalkan detak jantungnya yang berderu cepat.

"Kayak Daddy?" Suara Sean terdengar mencibir, ia menatap Aderine dengan sinisnya. "Benarkah?" Sekarang suara Sean terdengar merendahkan.

"Tentu."

"Lalu, bagiamana dengan ini?"

Sean mengecup cepat puncak kepala Aderine, membuat Aderine terpana seketika. Ya, meskipun hanya kecupan di dahi, tapi itu sukses membuat jantung Aderine kembali berdetak cepat. Aderine menatap Sean dengan pandangan protesnya, sedang yang ditatap kembali pada ekspresi semula. Dingin dan datar, seolah sulit untuk tersentuh. Benar-benar laki-laki es balok yang super beku.

****

Malam semakin larut, tapi Aderine sama sekali belum mengantuk. Ia tengah memikirkan nasibnya, sekarang ia sudah berstatus sebagai istri orang. Aderine bersyukur, ia tidak tidur sekamar dengan Sean.

Aderine juga bersyukur, suaminya tidak memaksanya untuk melakukan kegiatan intim yang seharusnya pasangan suami istri lakukan. Aderine belum siap melakukan itu, apalagi dengan orang seperti Sean. Aderine tidak yakin pria itu berselera dengannya, jikapun pria itu berselera dengannya, mungkin saja dia tidak akan memperlakukan Aderine dengan lembut.

Aderine mengangkat tangannya, ia mengamati jari manisnya yang mana ada cincin yang melingkar di sana. Ah, cincin itu Sean berikan sebelum dirinya masuk ke kamar. Cincin yang diberikan Sean sewaktu pernikahan mereka tadi sudah ia lepas dan sudah ia simpan dalam lemari. Kata laki-laki itu, cincin yang sekarang terlihat lebih indah. Aderine setuju mengenai hal itu.

Cincin itu terlihat sederhana, namun terlihat elegan dalam waktu yang bersamaan. Berlian mungil yang terletak di tengahnya, tampak berkilauan saat terkena cahaya. Sementara, di bagian cincinnya sendiri ada sebuah ukiran yang bertuliskan dua inisial nama.

A & L, dua inisial itulah yang tertulis di sana. Aderine merasa bingung, namanya memang benar berawalan huruf A, tapi nama Sean? Nama pria itu tidak berawalan huruf L.

Aderine meraba cincin itu, seakan ada gelombang tinggi yang menghantamnya, Aderine merasakan suatu perasaan yang aneh. Di kepalanya seperti tengah diputar slide film yang menggambarkan masa-masa remajanya. Tapi bayangan di sana tidak begitu jelas, terlihat buram. Tiba-tiba Aderine merasa kepalanya berdenyut sakit, bayang-bayang itu berubah cepat, menghantam batinnya berulang kali. Aderine menjerit, kepalanya terasa sakit, hingga perlahan kesadaran gadis itu mulai terkikis. Pada akhirnya mata Aderine pun tertutup rapat.

Lagi, tanpa Aderine sadari. Sean menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan dari balik pintu yang menyisakan celah sempit itu.

****

Tbc...

Masih mau lanjut?

Masih suka?

Ada yang mulai bosen?

Maaf untuk typonya yang banyak.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top