23. Mulai Goyah

Keisha dan Mark jalan berdua menyusuri koridor kelas 11. Kedua insan itu berjalan bersandingan membuat Jeno yang tengah main kartu remi dengan Hyunjin dan Sanha ini mensiuli mereka.

"Kiwwww, mantan!"

"Berisik, Jen!" balas Keisha dengan teriakan yang tak kalah menggemanya. Jeno hanya bisa terlekeh kecil tatkala bayang-bayang Keisha dan Mark menjauh dari pandangannya.

Jeno menggebrak meja sebab terlalu semangat karena ia yang memenangkan permainan ini. "YES! GUA MENANG!" pekiknya bangga atas kemenangan hari ini.

Sanha memutar bola matanya malas. "Kalo gitu, lo yang jadi sasaran buat TOD, goblok."

Jeno terdiam. "Lah? Kok gua, njing! Lo berdua lah yang gua kasih TODnya."

Hyunjin tertawa kencang. "Lo lupa, bi?" kekehnya. "Kan tadi sepakatnya, yang menang, yang di kasih truth or darenya. Otak lo salah server kali."

Sanha dan Hyunjin tertawa bersama. Keduanya tertawa dengan terpingkal-pingkal, mengejek Jeno yang tengah memasang wajah kesalnya itu.

"Bacot lo. Gua milih truth." ucap Jeno.

Hyunjin mengangguk kemudian menepuk bahu Sanha pelan, "Kasih soalnya, Ha. Yang susah, berbobot gitu kayak soal UN." Hyunjin terkekeh puas tatkala Sanha menyetujui ucapannya.

Sanha bertopang dagu seraya berpikir, "Hmmmmmm..." gumamnya.

"Ham hem ham hem, buruan! Lo bukan Nisa Sabyan!" dengus Jeno sebal dengan Sanha yang emang terkadang suka gak jelas orangnya.

Sanha terbahak. "Iye sabar!" katanya. "Oke. Lo jujur, ya, Jen?"

Jeno mengangguk malas.

"Lo sebenernya suka gak sih sama Herin?"

🎡

Keisha dan Mark kali ini memilih untuk mampir ke warung kecil-kecilan terlebih dahulu yang tempatnya berada tepat banget di depan gerbang sekolah. Mark sama Keisha duduk di kursi panjang yang terbuat dari kayu itu, mereka berbincang sembari menunggu pesanan jadi.

Baik Keisha maupun Mark sama-sama tertawa, menertawakan leluconnya masing-masing.

Bi Ratih, selaku ibu-ibu yang berjualan di warung ini memberikan semangkuk turkimie kepada Mark yang memesannya. "Nih, Mark, mie-nya sudah jadi~" kata Bi Ratih.

Keisha mengrenyit, "Bi, pesenan akunya manaaa?" rengek Keisha yang hanya diangguki oleh Bi Ratih.

Bi Ratih menoyor kening Keisha pelan seraya mencibir ucapan si gadis. "Bentar lagi, neng, tenang aja kali. Ya kali bibi gak bikinin mie gorengnya."

Keisha mengusap keningnya yang baru saja ditoyor oleh Bi Ratih. Mark tertawa pelan melihat Keisha yang malu sudah menanggapi Bi Ratih dengan muka yang nyolot.

Mark menyodorkan semangkuk mie tersebut kepada Keisha, "Mau coba?"

Keisha terkekeh, lalu menyodorkan kembali mangkuk tersebut kepada Mark. "Ngapain coba?"

"Nyobain, laaaah," Mark nyodorin lagi mienya ke arah Keisha.

Baru saja mau mengembalikan semangkuk mie tersebut ke Mark, tiba-tiba Bi Ratih memanggil nama Keisha sambil menyodorkan pesanannya kepada si gadis. "Ya Allah neng, kamu pesen dua mie jadinya?"

Keisha menggeleng, lalu mengembalikan semangkuk mie rebus tadi kepada Mark. "Enggak, Bi. Fitnah aja,"

Bi Ratih tertawa. Ia memberikan sepiring mie goreng kepada Keisha dan Keisha menerimanya dengan wajah canggungnya itu.

Bi Ratih tersenyum miring, "Gausah malu elah, neng. Padahal Mark dah baik loh ngasih mienya ke kamu."

"Apadah, bi, ih aing." gumam Keisha sambil mengaduk mie yang memang belum tercampur sempurna dengan bumbunya.

Mark sedaritadi hanya bisa tersenyum manis melihat Keisha yang sibuk dengan urusannya sendiri. Hingga akhirnya, tangan kurus Mark berhasil hinggap di puncak kepala Keisha.

Keisha terdiam ketika Mark mengusap surainya lembut. "Ngapain Mark?"

Mark terkekeh, lalu mengusaknya sekilas. "Lo bisa-bisanya, ya, bikin gue makin sayang sama lo?"

. . .

Keisha masuk ke rumah, meninggalkan pintu yang terbuka lebar begitu saja. Keisha berhenti sebentar untuk sekadar melepas sepatu dan menaruhnya di rak. "Mark, tutup pintunya, jan lupa." seru Keisha pada Mark yang baru saja masuk.

Mark mengangguk, lalu menutupnya perlahan.

Keisha pun masuk, pemandangan yang pertana kali ia lihat ialah Jisung yang asik menonton televisi di ruang tamu. Keisha mengrenyit, ada empat kaki yangnia lihat. Lantas, dua kaki jenjang yang satunya itu, siapa?

"ALLAHU RABBI, JISUNG?? INI TEH LAMI? CUNTAQ PISANNNN!"

Keisha tiba-tiba datang, tanpa permisi, tanpa aba-aba ia menghampiri Lami yang asik bersenderan pada bahu Jisung. Jisung terperanjat kaget, begitu juga Lami yang ikutan terkejut sebab Jisung bangun begitu saja.

Jisung melihat Mark dan Keisha dengan tatapan layaknya orang terciduk. Mark tertawa kecil, "Jisung udah gede, ya?" kata Mark lalu melenggang pergi begitu saja.

Keisha ikut tertawa menanggapi Mark yang sepertinya meledek Jisung dan Lami. Karena baru kali ini Jisung berduaan dengan seorang perempuan, di rumahnya lagi. Ini benar-benar pemandangan yang langka menurut Keisha dan Mark tentunya.

"Mbak? Oiya, mbak. Ini kenalin, Lami. Ceweknya Jisung."

Tatapan Keisha justru beralih ke arah Lami yang sedang tersenyum ke arahnya. Keisha tersenyum lebar, tangannya terulur untuk mencubit pipi Lami.

"Ternyata Jisung demen yang bening, ya? Lami, kamu rumahnya dimana? Mau banget dimesumin sama Jisung kayak gini?"

Keisha tersenyum ketika Lami tertawa kecil kepadanya. "Kak Kesiha juga cantik, kok."

"Keisha, bukan Kesiha, Lam." ini Jisung yang mengoreksi ucapan Lami.

Lami hanya haha-hihi saja seraya menggaruk tengkuknya yang sama sekali tak gatal. "Hehe. Maaf, ya, Kak Keisha."

Keisha hanya mengangguk untuk membalas permintaan maaf Lami. Keisha pun beralih untuk menatap Jisung seraya menepuk bahunya pelan. "Mbak ke atas dulu bentar. Mau ganti baju, kamu sama Lami disini dulu, ya. Mbak masih mau ngobrol banyak sama pacar kamu."

Jisung hanya mengangguk.

Seperti yang dikatakan barusan, Keisha langsung pergi ke lantai atas berniat untuk berganti kostum di dalam kamarnya

Ketika ia membuka pintunya, ia justru bertemu dengan Mark yang tengah mengganti sprei kasur miliknya. Keisha mengrenyit, "Mark. Lo keluar dulu sih, gua mau ganti baju."

"Terus spreinya?"

"Ntar dilanjut lagi elah. Ribet amat lu."

Mark mengangguk ragu kemudian ia melenggang pergi dari hadapan Keisha. Keisha menatap kepergian Mark dengan intens, hingga saat Mark hendak menutup pintu, Keisha pun memanggilnya.

"Mark!"

Mark terdiam, lalu menyembulkan kepalanya lewat daun pintu yang sedikit terbuka. "Kenapa?"

"Gue mau bilang ke lo,"

Kening Mark berkerut dengan satu alis yang terangkat satu. Matanya menatap aneh Keisha yang sedang menelan air liurnya susah payah. "Iya?" tanya Mark.

Keisha terkekeh kecil, "Kalo gue ... juga suka sama lo dari lama."







Mark tertegun. "Serius?"






"Iya." Keisha mengangguk semangat, kemudian ia teringat sesuatu perihal seseorang. "Oiya, kira-kira, Mas Taeyong setuju gak ya?"

Mark yang awalnya sumringah, wajahnya menjadi keruh sebab ia tak mengerti apa yang baru saja Keisha lontarkan kepadanya, "Mas Taeyong?"

"Iya. Papa lo."

Keisha tersenyum kecil melihat perubahan wajah Mark yang terlihat tidak mengenakan. Keisha paham, mungkin, Mark belum bisa mentolerir apa yang telah Mas Taeyong lakukan padanya. Keisha ingat betul ketika Mark dan Mas Taeyong berkelahi di rumah. Dan pada saat itu juga, Keisha jatuh cinta dengan pembantunya sendiri.

Keisha suka dengan Mark yang apa adanya. Dia tidak memandang perempuan dari sudut kecantikannya. Mark cuma ingin wanita yang mau menghargai apa yang ia punya.

Mark hanya bisa tersenyum tipis dan mengangguk ragu. "S-semoga aja, K-Kei,"





dah la.
ngerasa ga si, crita ini makin lama makin gajelas.
gue gabis seluwes dulu nulisnya.
gtw kenapa, gue kyk cape gt.

oiya, mulai minggu gue balik lagi ke pesantren dan gabisa nge up lagi, ^3^
hehe, bubay!♡.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top