02. Perihal Nama
we continue,
Masa bodo jika aku dianggap orang gila oleh orang-orang. Bagaimana tidak, aku terus-terusan tertawa kencang sebab Jeno-di telepon-mengatakan sebuah hal konyol yang hampir membuatku berhenti bernapas. Jeno berkali-kali terkekeh mendengar suara tawaku, bahkan ia bilang; teruslah tertawa, aku rindu suaramu.
SuArA ApA iNi OppA? SuAra JEniS yG mNa? (ღ˘ω˘ღ).
"Kei, kamu cewek, kan?" tanya Jeno dari seberang sana. Aku mendengus kecil, kemudian mengumpatinya. Jeno tertawa.
"Yaiyalah aku cewek. Buruan ah, kamu ngerjain soal lesnya lama banget!" ucapku seraya mencak-mencak, Jeno menggumam seperti; oh, calm down, please.
"Hoho. Ku kira kamu wanita, wanita yang nantinya akan mendampingiku, aXIAAAT-Goblok Jeno! Ngegombal mulu lo dajjal!" Aku terkekeh mendengar sahutan dari teman-teman Jeno. Terdengar seperti suara pukulan, sudah pasti Jeno memukul temannya tersebut. Tidak kencang kok, paling sedikit perih saja di wajah si sohib.
Jeno berceletuk, "A-aduh, maaf, Kei. Aku kelepasan lagi buat ngegebuk si Renjun. Hehe. Mulutnya licin emang, pertanda suka ngegado margarine." katanya bercanda. Aku tertawa, setelahnya- aku mengomeli Jeno agar bergegas menyelesaikan tugasnya, Jeno hanya manggut-manggut, berdeham, kemudian aku menyemangatinya lalu mematikan teleponnya.
Baru saja hendak mengantongi ponselku, ternyata Jeno menghubungiku lagi. Aku menghela napas sabar.
"Lupa satu, Kei!" katanya, kemudian melanjutkannya. "Ai lop yu. Muach." lalu tertawa kencang. Ya Tuhan, hanya itu saja? Menghabiskan pulsa memang.
"Hilih anjeng. Cepetan loh, aku tunggu ini! Kalo engga-aku pulang bareng Mas Taeyong, nih." ancamku, iya, janjinya aku pulang dengan Mas Taeyong. Namun ketika Jeno memaksaku agar pulang bersama, aku asal nerima aja.
"Ngegas mulu kamu, brojol dari tabung elpiji, iaia?" balasnya bercanda. Lagi, lagi, dan lagi. Aku merotasikan bola mata malas kemudian mengumpatinya berkali-kali.
Tentang Mas Taeyong-aku lupa dengan janjiku; jika aku pulang bersama sang supir. Tanpa pikir panjang, lebih baik aku mengabarkan Mas Taeyong-aku terlebih dahulu menghubungi Mas Taeyong sebelum si Jeno. Memberitahunya, agar tak usah menjemputku pulang.
"Okay, okay, calm down bebs. Aku bakal ngebut nih ngerjainnya. Tinggal satu soal lagi kok, soal ekonomi." katanya. "Anyway, kamu duduk manis aja disana. Aku bakal cepet selesai, kok. Bubay, beps." tutup Jeno, aku hanya berdeham sembari terkekeh geli.
"Iya, Jen. Semangat." aku mematikan teleponnya kemudian menghela napas panjang. Kurasa, aku akan pulang telat hari ini.
Angin berhembus damai menyapu permukaan wajahku. Aku bersandar pada pilar-pilar bangunan tempat lesku. Menunggu Jeno menyelesaikan tugasnya.
Dua puluh menit berlalu, rasanya mataku seperti di siram cairan panas. Teramat perih tak terkendali. Jelas-jelas aku mengantuk disini, namun, kepalaku pun berbalik-melihat sekeliling. Wah, sial. Jeno lama sekali, aku sudah tak tahan.
Aku menguap lalu memejamkan mata, dengan terpaksa. Daripada aku tertidur di atas motor nanti, lalu terjatuh, kemudian masuk rumah sakit, lalu bertemu Tuhan-Oh, okay.
Demi apapun, rasa damai dan tenang menjadi satu. Aku mulai memasuki dimensi lain-apa lagi kalau bukan mimpi. Di mimpi itu, ada satu siluet yang menghampiriku. Aku tengah murung ternyata siluet itu semakin dekat dan dekat-hingga napasnya menyapa permukaan wajahku.
Ia mengulurkan kedua tangannya. Ia menawariku agar naik di atas punggungnya. Aku menggeleng. Lantas siluet itu menggendong tubuhku secara paksa hingga membuatku terasa seperti melayang.
Kriet,
Suara itu membuat mataku terbuka perlahan. Aku menatap sekitar kemudian membelalakan mata. Oh, gila. Ini aku berada di dalam mobil bersama Jen-bentar. Mobil Jeno kan ga ada patung gerak-geraknya? Lalu mataku menoleh ke arah jok supir kemudian berteriak dalam hati. Owanjeng, ini Mas Taeyong.
Tepat pada saat itu, Mas Taeyong menolehkan kepalanya. Aku langsung berpura-pura tidur, tanpa berpikir untuk keluar dari mobil ini-sebab yang sudah pasti, papa dan mama pasti khawatir. Jadilah Mas Taeyong yang turun tangan. Aku memang tak pernah pulang se-sore ini, sih. Wokwok.
"Dek, handphonemu bunyi terus itu. Pusing mas denger ringtonenya."
Aku membuka mata-hanya satu. Kemudian menggumam, "Maap, mas. Pasti ini kerjaan Jisung, hehe." menggaruk tengkuk canggung kemudian menatap display name orang yang menelponku. My babi honey muah muah♡
Bagaimana tidak, ringtone ponselku yang semula di ambil dari potongan lagu A Whole New World alias lagu yang dinyanyikan suamiku, Zayn Malik. tiba-tiba berubah menjadi lagu Wikwik. Aku menggeram kesal dalam hati, Jisung kalau balas dendam tak tahu batas memang.
"Iya, Jen? Aku minta maap banget buset, lagian kamu lama banget sih, jadinya Mas Taeyong langsung turun tangan nganterin aku!" kataku mencak-mencak. Bahkan dari sebelahku saja, alias Mas Taeyong, ia terkekeh pelan melihat interaksiku dengan Jeno.
"Yaahhh, kamu sama Mas Taeyong, ya? Haduh, maapin aku juga, ya? Masalahnya, mama nyuruh aku buat bawa kamu ke rumah. Katanya kangen. Kiw."
Aku tersenyum. "Bilang aja mama nyuruh kamu belanja, habis itu kamu harus ajak aku gegara kamu gabisa bedain mana tomat, mana paprika. Lagian otak kamu dimana, sih?"
Jeno tertawa, "Di selangkangan."
"Babi." balasku setelahnya, membuat Mas Taeyong menoleh ke arahku. Buset, Mas Taeyong kayak orang yang baru ketemu aku. Padahal, tiap hari aku juga sering bilang Jisung babi.
"Kamu naik mobil, kan?" tanya Jeno, aku mengerutkan dahi.
"Iya, Jen. Btw, kok kamu daritadi enggak matiin telponnya?"
"Aku lagi ngabisin es sirup. Tapi btw, Kei. Tiap aku minum es sirup tuh kejang-kejang mulu buset. Apakah ini pertanda jika aku kesirupan?" celotehnya panjang lebar dan tak ada manfaat tentunya.
"Kesurupan, Jeno. Udah deh, makin lama kamu makin gak waras. Asli. Sawan aku." balasku dengan wajah muram. Lagipula, cuacanya juga mendung, takut jika Jeno nanti kehujanan. "Btw, kamu bawa jas hujan, kan?"
"Bowo."
"Bawa, Jeno."
"Mwueueh, iya kok. Aku bawa. Tapi tau gak? Si Woojin tadi nyeritain tentang berita gitu. Semacam peristiwa kehilangan seseorang." Aku menyimak ucapan dia, mungkin kali ini lebih serius.
"Terus?"
Jeno pun melanjutkan ucapannya, "Nah, di berita itu bilang, kalo di daerah mana itu ada kakak yang kehilangan adiknya. Udah dua hari di cari, kemana-mana gak ada. Polisi juga nyari semacam bukti geh gak ada, Kei. Habis itu, pas wartawan konfirmasi ke keluarganya, ternyata, adiknya si kakak itu belum lahir. Keren banget gak s-"
Tut.
Naik darah aku lama-lama, anjeng.
"Mas Taeyong, info jual ginjal?"
Mas Taeyong menoleh, "Setau mas. Ginjal sekarang udah naik, sekitar 300 jutaan lebih. Apalagi kornea, 250 jutaan."
"Stress aku mas, punya pacar gak ada serius-seriusnya." ucapku. Mas Taeyong tertawa mendengarku berkata seperti itu. Aku melirik, "Hih, mas malah ketawaaa!"
"Hahaha lagian mas juga denger. Volume telepon kamu itu kenceng banget. Mas aja bisa denger suara Jeno, dan bisa liat letak kebodohannya seperti apa."
Aku mendecak, "Tapi, ya, gitu. Dia kalo marah, sukanya diem."
"Yang kayak gitu, mending pertahanin aja, Dek Kei. Mas denger curhatan kamu minggu lalu itu kan, katanya, Jeno tuh begonya ke kamu doang. Kalo marah paling sebatas ngajak ketemuan, empat mata di atas rooftop. Terus sekalinya dia ngajak pulang temen satu eskulnya-cewek lagi, dia langsung jelasin ke kamu. Tandanya, dia tuh sayang banget sama kamu. Nganggep kamu seperti ibunya. Yang mungkin bagi dia, kamu bakal jadi ibu dari anak-anaknya di masa depan." ucap Mas Taeyong.
Aku tersenyum tipis, "Iya, sih, mas. Cuma kalo di aku, jatohnya cringe. Dia sikap ke temennya gimana, eh, ke akunya malah kayak orang oon."
"Ya Allah, Dek Kei. Ngejelekin pacar sendiri." kemudian menggeleng heran. "Pertahanin aja. Mas dukung kok."
"Hehe, iya, mas. Makasih banyak." kemudian menggaruk pipi pelan. "Oh, ya. Papa nyetujuin gak tuh?"
Mas Taeyong terbahak. "Nyetujuin, kok. Gila, mas seneng banget." ujarnya sembari tersenyum lebar. Manis banget, kayak cerminan masa depan aku deh.
Aku mengerutkan dahi setelahnya. "Emang beneran, anak mas dari Kanada? Terus tinggal sendirian? Makannya gimana? Kerja, gak?" pertanyaanku memang banyak sih.
Mas Taeyong hanya menggeleng, "Dia gak kerja. Paling makan tuh, sebatas buat keju dari susu sapi. Kadang, dia bikin tahu sendiri."
"Mandiri, ya, mas." kataku. "Gak kayak aku, buset."
"Nah, kamu kan dari keluarga berada. Yang penting rajin belajar aja deh. Orang seumuran kamu itu udah kewajibannya menuntut ilmu. Anak miskin jadi kaya sebab rajin, sedangkan anak kaya jadi miskin, sebab malas. Gitu aja, sih." ujar Mas Taeyong.
"Tap-"
"Kamu juga punya ibu yang hebat. Tanda kalau kamu itu, memang orang kaya di muka bumi ini," kemudian Mas Taeyong melihat ke arahku. "jangan suka mengeluh, ya?"
Mau tak mau, aku mengangguk. Takut jika Mas Taeyong merasa bersalah kepada anaknya jika ia tak berhasil menemukan sang istri.
"Mas, kalo boleh tau ... Anak mas itu cewek apa cowok?"
"Cowok." katanya. Lalu aku lihat, jika mobil sudah terparkir di depan rumahku. "Emang kenapa, Dek?"
"Namanya?"
"Minhyung, panggilan dari istri saya. Mark Luke, nama asli dia." jawabnya. Mulutku membulat, ohhhh. Pasti Mas Taeyong yang mengusulkan nama untuk anaknya. Nama Mas Taeyong juga ada aksen Kanadanya kok. Sama seperti si anak, Mark Luke.
"Udah nyampe. Turun, terus mandi. Mas nanti siapin air angetnya, oke?" lalu mengusak rambutku lembut membuat aku tersenyum tipis.
Aku keluar dari mobil, barusan mau buka pintu, tiba-tiba-Jisung muncul. Sambil berkacak pinggang, lalu menunjuk ke arah ponselnya.
"Mbak, hape aku rusak! Liat nih!"
Aku melirik sekilas ke arah ponselnya. Kemudian memutar bola mata malas. "Ya itu mah, salah lo aja, budi. Udah deh minggir."
"Ih anjing! Mbak! Ayoklah anterin Jisung ke konter hapeee!" katanya sambil narik tangan aku, gerakin tubuh aku ke kana dan ke kiri. Aku mendecak.
"Kan mbak udah bilang, jangan dateng ke mbak kalo kamu butuh mbak. Masa lupa sih? Pikun lo."
Aku menoyor kepala Jisung. Jisung merengut kesal. "mAMAAAA!!! MBAK KEI GAMAU NGANTERIN AK-"
"IYA-IYA, BABI! AKU ANTERIN!" lalu mendecak. "Dasar kang ngadu."
"MAM-"
"JISUNG, BERISIK!"
Aku tertawa kencang mendengar sahutan mama dari lantai atas. Jisung justru mengacungkan jari tengahnya lalu menarikku ke luar rumah. Suka-suka dia saja lah, lagian aku di rumah palingan cuma ngegabut doang.
Aku pun melempar tas tadi ke sembarang rah, habisan, Jisung tak memberiku waktu untuk ke kamar sebentar. Jisung memberikan kunci motornya kepadaku, lalu aku pun menyalakan mesinnya.
Aku yang menyetir. Jisung yang ku bonceng.
"Udah? Kamu bawa uangnya gak?" tanyaku sembari melihat Jisung lewat spion. Jisung mengangguk, menunjukkan dompet hitamnya.
Tak butuh waktu lama, aku pun mengegas motornya menuju ke konter terdekat. Beda tiga gang doang kok. Kalau naik motor, palingan waktu yang di butuhkan sekitar 6 menit.
Jisung menaruh handphonenya di atas meja konter. "Mbak Jes, saya mau benerin hape."
Aku cuma duduk disitu sambil ngeliat deretan handphone yang dijual disana. Dengan merk yang beragam dan harga yang bermacam-macam pula.
"Hape kamu kenapa emang, Jis?" Mbak Jessica ngeliat hape Jisung, dibongkar baterainya, kemudian di keluarkan kartu memorinya. "Hape kamu bagus-bagus aja, buset, Jis."
Jisung menghela napas. "Rusak, mbak."
"Ngeyel kamu, Jis. Udah pulang yuk?" dengusku. Jisung menggeleng.
Mbak Jessica mencubit pipi Jisung pelan. "Rusak dimananya, Jisung. Mbak udah bongkar, bagus-bagus aja kok."
"Hish, mbak. Rusak! Aku pake buat nge-cas kan, nah, pas di cas itu gak bisa masuk." kata Jisung. Mbak Jessica langsung bilang ooohhh panjang banget kayak anu.
"Bilang dong! Dikira mbak apanya yang rusak." kata Mbak Jessica, "Yaudah. Palingan ini diambilnya lusa, ya. Kalo mbak gak bisa benerin, nanti mbak telpon ke nomor kakakmu, biar di ambil."
"Noh! Jangan asik main game mulu makanya." omelku seraya menoyor kepala Jisung.
Jisung menjulurkan lidah, "Sirik aja emang!"
Mbak Jessica melerai aku dan Jisung, "Heh, udah-udah! Nanti bayarnya pas hape adekmu udah di ambil aja, ya, Kei." ucapnya ke arahku. Aku sih cuma ngangguk aja. Selain ngangguk, aku bisa apa lagi emang.
"Yaudah, mbak. Saya sama Jisung pamit dulu. Makasih, mbak Jess."
Tring!
jENOo
1 new message!
[wOI BEPS, LIAT NIH FOTONYA!]
-slide to open.
jENOo
| wOI BEPS, LIAT NIH FOTONYA!
keishaa
manaa?|
jENOo
| sent a photo
| Ada cowok nyasar anjer, lumayan jir mukanya, pas gwa ajak ngomong, dia malah gangerti. Ternyata dari luar negri
keishaa
gANTENG BANGET PARAH TOLOL|
Gila, bule tu Jen?|
jENOo
| iya bodoh, kan td di bilang, dia gpaham ap yg gua omongin
keishaa
gapaham krn bahasa apa krn lo yg ngomongny g bener?|
jENOo
| sALAH LAGI KAN, CAPEK DEH
keishaa
namina oge lalaki, always wrong |
jENOo
| serius woi, anjir
| dia tadi di depan rumah gua, kyk org linglung
| td gwa kan ngasih uang gt dia nolak
keishaa
lu kata pengemis apa tolol |
jENOo
| yauda ia maap kan aku gatau😭
| oiya, kamu mau tau gak cara dpt uang banyak gimana?
keishaa
kerja, |
jENOo
| engak! ini serius, modal yang keluar cuma dua belas ribu doang, kamu lgsng kaya nanti.
keishaa
apade apa? |
jENOo
| beli mangkok, beps
| terus kamu ke jalan raya, sambil nyanyi
| kamu bakal beruntung klo ad yg ngasih km uang
keishaa
tau gak sih, jen? |
jENOo
| ak tempe
keishaa
mas taeyong perna bilang, katanya, kalo kepala keluarga yg baik itu, yg nafkahin anak istri. masa km tega nyumpahin aku jd pengamen? |
read
keishaa
DIGITUIN AJA MINGKEM LO SEROK SEROK KUACI |
jENOo
| tau gak sih, ak bacanya menghayati loh
| :***
keishaa
najis |
"Mbak Kei mah, ayok dong, chat-annya di rumah aja!!"
"Hehe, maaf, Jis." kataku lalu memasukkan handphoneku ke dalam kantung celana. Aku naik ke atas motor kemudian sedikit membalikkan badan, "Bagi sini kunci motornya." pintaku. Jisung menurut.
Aku memasukan kunci motor itu kemudian menggas-nya hingga sampai ke rumah.
Dari perjalanan konter hingga sampai ke rumah, aku masih mikir tentang gambar yang di kirim Jeno itu. Buset, kalau kalian ngeliat fotonya, itu ganteng banget dong.
Tapi rasanya-aku kayak gak asing deh sama mukanya itu...
+++
🍟asiqq 2k words, maaf garink, soalnya ak ga terlalu ngurus ada humor/engganya disini. agak lebih-yea。
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top