6. Mabuk | Tsunashi Ryunosuke - IDOLiSH7
"Janganlah takut terhadap apa yang dilakukan, selama itu benar." - Marie Curie.
Created: Minggu, 3 Mei 2020
-----------------------------------------------------------
"Senpaiiii. Tambah satu lagi, yey!" [Name] terkekeh lebar dengan wajah memerah. Sejak menjadi mahasiswi tingkat pertama, ia telah bergabung dalam klub. Jika tidak, ia akan menjalani kehidupan sebagai mahasiswi kupu-kupu. Hanya datang belajar dan pulang begitu saja.
"Anak ini benar-benar tidak bisa minum ya?" tanya Nikaidou Yamato, kakak tingkat tahun keempat. [Full Name] bergabung pada sebuah klub teater. Selama ini, ia tidak pernah mendapatkan peran di atas panggung. Alhasil, ia diharuskan bekerja di belakang layar.
Walaupun sudah dua tahun bergabung, [Name] tentu saja pernah merasa kecewa. Semua perasaan negatif itu hanya tersimpan erat di dalam hatinya. Klub teater ini memiliki jumlah anggota yang padat. Salah satu alasan klub teater berjaya dan terus memiliki kesempatan di atas panggung setiap festival budaya berkat eksistensi laki-laki yang berada di seberangnya.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa--- Tsunashi Ryunosuke.
Satu angkatan dengan Nikaidou Yamato, pemuda asal Okinawa itu menjadi sosok kekasih idaman kampus. Namun, Ryunosuke tidak pernah terlihat intens dengan gadis lain. Ia tetap berusaha ramah sebagai teman dan senior.
"Gila, siapa yang bisa mengantarmu pulang kalau mabuk begini?" gerutu Yamato memijat dahi.
Ryunosuke yang tengah menghampiri Yamato melirik ke arah [Name] yang sudah tampak sempoyongan. Mata yang terpejam, tetapi bibirnya sesekali tertawa. Kepala [Name] pun beradu pada dada bidang Ryunosuke yang duduk di sebelahnya untuk mengambil segelas air.
"Ryunosuke-senpai, apa kau bisa mengantarnya pulang? Kudengar kos kalian hanya berbeda beberapa blok." Sebagai ketua klub, Yamato tampak sungkan. Akan tetapi, tidak ada anggota yang terlihat dapat diandalkan untuk mengantar juniornya pulang.
"Aku akan mengantarnya pulang sekarang."
"Sekarang? Tumben? Masih ada sake, lho," goda Yamato tersenyum simpul.
Ryunosuke berbalik badan untuk membopong lengan [Name] pada tengkuknya. Ketika posisi gadis itu telah stabil pada sandarannya, ia pun bisa berdiri dengan berhati-hati.
"Tidak apa, lain kali saja. Oh ya, jika Yamato-san berkenan, aku selalu menyadari [Name] selalu tidak pernah mendapat peran di atas panggung. Aku juga ingin anggota lain juga pernah mendapatkan kesempatan yang sama."
Yamato mengusap dagu. Sistem perolehan peran selalu didapatkan dengan cabut undian. Memang [Name] agak kurang beruntung sejak bergabung. Namun, [Name] selalu mengerjakan tugasnya dengan telaten di balik layar.
"Mungkin bisa kupertimbangkan."
⸙※⸙
Mabuk
Pair: College Student! Tsunashi Ryunosuke (TRIGGER) x Reader
.
.
.
"Hm? Aku di mana?" gumam [Name] masih setengah mabuk.
"Aku akan membelikanmu penawar mabuk di konbini."
"Suara ini ... Ryunosuke-senpai? Kenapa bisa aku dibawa ke sini? Hm, mimpi."
Ryunosuke tertawa. "Lain kali kau jangan memaksakan dirimu minum bir terlalu banyak. Kepalamu pasti pusing. Semoga saja besok kau tidak muntah."
[Name] percaya saja jika Ryunosuke yang tengah menggendongnya terjadi di alam bawah sadar. Ia kembali melanjutkan celotehannya.
"Tapi jika aku tidak ikut minum ... mungkin aku akan menyesal. Sekali saja aku ingin tampil sekali selama masa perkuliahanku. Jika disuruh menjadi pohon juga tidak apa-apa. Bahkan pantonim juga senang."
Ryunosuke menepuk pelan lutut kanan [Name].
"Pohon? Lucu sekali, [Name]."
"Ahahaha, itu sungguhan! Selama ada senpai, klub terasa lebih ramai. Aku merasa sangaaat beruntung bisa bicara dengan senpai. Meskipun sedang mimpi."
"Selama ini aku hanya ikut-ikutan bergabung karena ajakan Yamato-san. Tapi lama-lama aku juga merasa senang berada di klub ini," ujar Ryunosuke menempatkan [Name] di atas kursi yang tersedia di depan konbini.
Gadis itu memiringkan kepala pada sisi kiri sambil bersandar. Ryunosuke melepas jaket denim miliknya, lalu merebahkan pada bahu [Name].
Tak lama kemudian, Ryunosuke memberikan sebotol minuman isotonik. Ia duduk bersebelahan dengan [Name] yang diam memandang guguran pohon sakura.
"Arigatou. Ini sudah tahun terakhir senpai berkuliah, ya?"
Ryunosuke mengangguk. "Masa-masa kuliah berlalu sangat cepat."
"Setelah lulus, senpai akan tetap berada di Tokyo?" tanya [Name] meneguk minuman itu perlahan.
"Mungkin tidak. Aku mungkin saja kembali ke Okinawa, menemui adik-adikku, meneruskan hotel milik ayahku ... jika memang tidak ada alasan dapat bertahan di sini."
[Name] mengerucutkan bibir. "Apa ... aku tidak bisa jadi alasan? T-Tapi kau selalu bisa bermimpi apa saja. Kembali ke Okinawa, tapi tak lupa datang ke sini lagi."
Pipi Ryunosuke merona padam. Gadis itu memang sedang mabuk. Mabuk berat. Ada yang pernah berkata bahwa seseorang yang mabuk akan bertutur jujur; apa adanya.
"Jadi kau tidak ingin aku pergi?"
[Name] menggeleng cepat. "Tentu saja! Tapi semua tentu saja tergantung senpai lagi. Sebagai penggemarmu, keputusanmu juga penting! Padahal kosan kita dekat, tapi aku selalu malu saat berpapasan denganmu! Karena ini mimpi, bukan? Mimpiiiii."
Ponsel Ryunosuke menerima sebuah pesan singkat. Tsumugi Takahashi, teman satu kos [Name]. Beruntung [Name] tidak harus sampai menginap di kosnya.
"Penggemarku, ya? Ayo, kita pulang." Ryunosuke kembali menggendong [Name].
⸙※⸙
Apabila setiap manusia memiliki kemampuan untuk menghilangkan suatu benda, [Name] ingin memusnahkan minuman beralkohol itu dalam sejarah kehidupan. Dua belas jam setelah insiden mabuk di restoran sushi, [Name] resmi kehilangan kesadaran. Ada sepotong demi sepotong memori yang masih samar dalam benaknya.
"Apa kau baik-baik saja? Syukur ibu kos semalam tidak ada di tempat," kata Tsumugi memberikan teh hangat.
[Name] berkaca sepintas. Rambutnya acak-acakan, maskara luntur, dan masih mengenakan sebuah jaket denim yang ... kebesaran. Saat ia melepaskan jaket tersebut, tercium semilir aroma woody, tetapi tentu saja bukan wewangian yang biasa dikenakan [Name].
"Tsumugi-san ... semalam aku bisa balik ke kos karena siapa, ya?"
[Name] sebenarnya sudah merasa ingat akan kejadian demi kejadian, tetapi ia terus membayangkan Ryunosuke --- senpai idamannya itu. Seperti mimpi. Berceloteh apapun tak masalah karena tidak akan diketahui subyek aslinya.
"Tsunashi-senpai. Apa mungkin ia ikut minum juga ya? Wajahnya juga memerah saat menggendongmu pulang ke sini."
[Name] mengguncang bahu Tsumugi. "Su-sungguh? Ja-jadi kemarin bukan mimpi. Dan jaket ini milik senpai."
"Lusa ada pertemuan klub, bukan?"
[Name] memegang kedua pipi yang telah memanas. Bagaimana ia bisa bersikap biasa-biasa saja dengan Ryunosuke setelah kejadian memalukan semalam? Tertawa tidak jelas, mengeluh soal peran yang tidak pernah didapatkan selama bergabung, dan merepotkan kakak kelasnya.
Lengkap.
⸙※⸙
Persiapan festival budaya pun dimulai. Klub teater tetap mengadakan pertunjukan di atas panggung. Yamato mengadakan rapat klub dengan membawa sebuah buku skrip. Tangled, sebuah dongeng yang diperankan Rapunzel sebagai tokoh utama. Sesuai tradisi, setiap anggota akan menerima tugas dalam sebuah undian dalam kotak kertas.
[Name] sudah menatap pasrah. Ini kesempatan terakhirnya menjadi pohon.
Namun, ia tetap mengaduk kertas itu sembarangan di dalam kotak, lalu mengambil isinya.
RAPUNZEL.
[Name] menganga selebar-lebarnya, tak peduli akan pandangan orang lain akan ekspresinya.
"Yamato-san!" sergah [Name] menyerahkan kertas undian yang baru diterimanya. "I-ini saya salah ambil!"
Pria berkacamata itu tertawa terbahak-bahak. "Tidak, kok. Selamat."
Di belakang Yamato, Ryunosuke yang baru masuk pun ikut cabut undi. "Akhirnya dapat peran belakang panggung."
"Jadi apa?" tanya Yamato penasaran. Walaupun Ryunosuke pernah mengajukan pertimbangan, [Name] mendapatkan peran tersebut murni karena keberuntungannya.
Menunggu demi yang terbaik, pikirnya.
"Make-up artist," kata Ryunosuke tersenyum berseri, tetapi matanya menangkap eksistensi [Name] yang sudah terburu-buru segera membaca buku skrip. Menghampiri [Name], Ryunosuke duduk di sebelahnya.
"Rapunzel, ya?" kata Ryunosuke mengintip judul buku skrip.
[Name] mengangguk kikuk. Sontak, ia teringat jaket denim kakak kelasnya masih tersimpan di dalam tas.
"Ma-maaf sudah menyusahkanmu. Jaketmu sudah kucuci. Dan terima kasih sudah mengantarku pulang waktu itu," kata [Name] tak menatap wajah Ryunosuke, terbatas pada kedua bahu laki-laki itu.
"Ada apa?" tanya Ryunosuke mengernyitkan dahi. "Masih pusing karena mabuk waktu itu?"
[Name] menggeleng pelan. "Bu-bukan. Saat itu ... aku mengatakan hal-hal bodoh. Pasti senpai tidak nyaman, ya?"
Ryunosuke mengacak pelan rambut gadis itu. "Aku senang karena kau berbeda dari pemikiranku. Jangan sungkan untuk bercerita denganku."
⸙※⸙
Festival budaya pun semakin dekat. Anggota yang memegang peran di atas panggung semakin berusaha memantapkan kemampuan berakting. Didukung pula oleh tim belakang panggung yang kompak. Kostum pemeran pun dapat dikenakan setelah diselesaikan oleh tim kostum. Setelah rehearsal, mereka memutuskan berlatih dengan kostum di atas panggung.
"I-ini keren sekali," ungkap [Name] kagum saat memegang sebuah gaun berwarna pink-keunguan yang terlihat gemerlap oleh butiran glitter.
Namun, ia menyadari menjadi Rapunzel agak berbeda dengan putri dongeng lainnya. Sebuah wig pirang diedarkan tim kostum kepadanya. Dan benar saja karena baru saja dipegang, wig itu terasa lebih berat dan kewalahan karena amat panjang. Ketika keluar dari ruang kostum, ia berpapasan dengan Ryunosuke.
"Belum ada yang meriasmu?" tanya Ryunosuke mengernyitkan dahi. Padahal sejumlah peran lainnya sudah terlihat siap.
[Name] mengangguk pelan. "Toh, cuman latihan."
Ryunosuke menarik tangan gadis itu. "Latihan pun membutuhkan kepercayaan diri. Sini, aku saja."
Walaupun ia sudah pernah didandan oleh Tsumugi, tetapi berbeda saat Ryunosuke melakukannya. Jemari Ryunosuke lebih besar, tegas, dan kokoh saat mengaplikasikan krim.
"Menjadi make-up artist adalah pengalaman pertamaku di belakang panggung," kata Ryunosuke mulai menyapukan blush pada tulang pipi [Name].
"Apakah menyenangkan?"
"Seru juga walaupun bekerja di belakang layar. Sebagai sesuatu yang baru terjadi pada tahun terakhirku di klub."
[Name] manggut pelan, lalu berucap, "Setelah ini, senpai akan pergi, ya."
Nada muram itu terjeda ketika Ryunosuke mengulas perpaduan warna beige-pink pada bibir [Name].
"Hanya sementara. Aku akan dengan senang hati menerimamu jika ingin datang ke Okinawa. Pada saat itu, aku akan menjemputmu. Ka-Kalau kau benar-benar ingin." Ryunosuke membuang mukanya yang sedikit memerah.
[Name] menautkan alis, lalu polos bertanya, "Bersama Yamato-san dan lainnya?"
Ryunosuke memasangkan wig pirang di atas kepala [Name] yang telah terpasang jaring kepala. Pemuda itu menempati jari telunjuk tepat di depan bibirnya.
"Aku hanya mengajakmu. Rahasia kita berdua."
| fin |
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top