12. Kelinci | Adonis Otogari - Ansuta

“Tujuan dari belajar adalah terus tumbuh. Akal tidak sama dengan tubuh, akal terus bertumbuh selama kita hidup” - Martimer Adler.

Created: Sabtu, 9 Mei 2020

--------------------------------------------------------------

Ruang tamu indekos Undead diramaikan oleh empat penghuni. Seorang gadis bernama [Full Name] menyerahkan empat buah kunci di atas meja. Setiap kunci memiliki label dengan warna berbeda-beda.

"Kalau ada masalah mengenai seputar indekos, hubungi di nomor label itu. Kita bikin grup chat saja kalau perlu."

"Ide bagus," sahut penghuni pertama, Sakuma Rei mengeluarkan ponsel.

Seorang penghuni lain berambut pirang bernama Kaoru menambahkan, "Minta nomor WhosApp sekalian, Mbak?"

[Name] melengos ke arah Kaoru. "Itu udah sekalian. Awas kalau nanya modus, saya block."

Kaoru meringis sedih karena penolakan [Name]. "Huhu, galak sekali, Mbak."

Pria berambut jabrik bernama Koga Oogami bersedekap. "Fasilitas kosnya diperbaiki, dong. Minimal dikencengin sinyal wifinya gitu, kek."

[Name] tersenyum kesal. "Kalau mau begitu, biaya kos bulanannya ditambah, ya?"

"Cih, dasar Mbak kos matre," gerutu Oogami.

Hanya ada seorang pemuda yang terus bergeming. Di antara ketiga pemuda yang sempat bercerocos. Kulitnya gelap eksotis, netra keemasan, serta rambut jabik keunguan --- Adonis Otogari.

"Adonis-san, saya boleh minta nomor ponselnya?"

Adonis tetap saja diam.

Rei menyela, "Adonis kurang menyukai gadget, jadi selama ini ia tidak memakai ponsel."

[Name] menatap bingung. "Ah ... begitu?"

"Soal pembayaran uang kos Adonis akan dititipkan kepada saya."

"Baiklah."

Selama menggantikan posisi bibinya sebagai pemilik indekos Undead, [Name] berharap semuanya akan baik-baik saja.

Kelinci

Pair: Adonis Otogari (Undead) x Reader

.

.

.

Sementara waktu, [Name] menambah pekerjaan sebagai pengurus indekos yang diurus oleh sang bibi. Santai, tenang, dan tugas yang simpel. Ia juga bisa sambil merawat dua ekor kelinci peliharaan di belakang halaman indekos.

"Lucu."

Jantung [Name] seakan melorot ketika mendengar suara eksistensi yang terdengar asing di belakangnya. Ternyata pemuda pendiam yang sama sekali tak berucap sepatah kata pun. Saat melakukan perubahan kunci dengan label informasi kepada penghuni kos Undead.
 
"Y-Ya," jawab [Name] gagap. "Adonis-san ma-mau pegang kelincinya?"

Netra keemasan Adonis terus menatap Coco dan Moco --- dua kelinci cokelat yang dinamai [Name]. Karena apartemen [Name] tak membolehkan ada hewan, ia memindahkan ke indekos Undead. Akhir-akhir ini, kesibukan sebagai murid jurusan produser SMA Yumenosaki cukup menghambat kunjungan [Name] dalam merawat kedua kelincinya itu.

Adonis menautkan alis. "Saya bingung cara memegangnya."

[Name] tersenyum kecil. "Selama tidak ditarik kedua telinganya atau memegang tengkuk belakang. Harus memegang bagian depan perut. Mirip menggendong bayi, sih."

"Begitu ...." Adonis mengangguk pelan.

[Name] mempraktikkan cara menggendong kelinci, lalu didekatkan kepada Adonis. Pemuda itu mundur sedikit, lalu satu tangan kanannya menopang jarak dengan gadis itu.

"Maaf, aku membuatmu tak nyaman, ya?"

"Saya takut tak sengaja melukai kelincimu. Tapi terima kasih sudah menawarkan."

[Name] terkekeh kecil. Ternyata Adonis tak terlihat dingin seperti pemikirannya. Ia memang hanya canggung.

"Tidak masalah. Jangan sungkan mencoba jika ingin."

• • •

Adonis masih saja penasaran dengan Coco dan Moco. Sudah seharian [Name] tak datang berkunjung ke indekos. Namun, ia hanya terus mondar-mandir tak jelas. Kejadian itu disadari Oogami ketika sedang menyeduh air panas dari dapur.

"Kau ngapain, sih?" tanya Oogami berseru dari jendela dapur.

"Moco ... dan Coco."

Oogami mengernyitkan dahi. Hanya Rei yang menjadi sosok disegani oleh Adonis, sehingga ketuanya itu juga yang paling mengerti. Usai mematikan api kompor, Oogami berderap menuju pintu kamar Rei.

Benar saja, pintu kamar Rei tak terkunci. Rei tertidur di dalam peti. Ruangan ketua itu juga sangat dingin; pada remote pendingin ruangan menunjukkan suhu enam belas derajat celsius.

"Aku bahkan tak mengenal musim panas kalau terus berlama-lama di sini," gerutu Oogami membuka paksa peti itu. "Rei, Adonis sedang bertingkah aneh."

Iris merah Rei melebar. "Hm?"

"Dia terus mondar-mandir dan menyebut nama Coco-apalah itu."

Rei langsung terbangun, lalu menuju halaman belakang indekos. Benar saja, Adonis masih di sana. Berjongkok dan melihat kelinci itu dengan tatapan muram.

"Ada masalah apa, Adonis?"

"Kelinci [Name] belum dikasih makan hari ini. Saya ingin bantu, tapi tidak tahu pakannya di mana."

Rei mengeluarkan ponsel. Mengetuk layar beberapa kali, lalu mengaktifkan mode loudspeaker.

[Moshi-moshi, Sakuma-san?]

"[Name], kau masih di sekolah?"

[Iya, ada banyak kelas hari ini sehingga mungkin aku pulang agak sore.]

"Kau tahu pakan kelinci peliharaanmu di mana? Adonis tampak cemas sejak siang ini."

[Astaga! Mereka pasti kelaparan! Ada di lemari kabinet atas dapur sebelah kiri. Kemudian, sesuaikan saja isinya ke wadah yang tersedia. Terima kasih!]

Sesuai instruksi, Adonis menggapai pakan kelinci. Saat ia menyodorkan aneka sayuran kering itu, Moco dan Coco makan dengan lahap. Senyum lebar terukir pada kedua sudut bibir Adonis.

"Syukurlah [Name] bisa dihubungi, ya?" ucap Rei menepuk bahu Adonis.

"Sakuma-san."

"Kenapa?"

"Saya ... mau beli ponsel."

Oogami tertegun. "H-Hah? Bukannya kau gaptek?! Jangan sampai rusak, ponsel 'kan mahal!"

Adonis menatap kelinci itu dengan mata membara. "Saya tidak bisa membiarkan kejadian ini menyusahkan kalian lagi."

Rei berkata, "Sebenarnya tidak masalah. Tapi jika kau ingin akan kutemani."

• • •

Adonis memandang kotak mungil itu di atas meja kamar tidurnya. Berwarna abu-abu metalik. Benda asing yang menjadi trend semua kalangan saat ini.

Entah apa menarik dari benda yang mirip televisi mini, pikir Adonis.

Dari jendela, Adonis bisa memandang langit yang mulai mendung. Hujan mulai turun perlahan membasahi daratan. Ada pun eksistensi yang terus berlari sambil melindungi kepala dengan tas.

"Itu ... [Name]-san."

Tanpa pikir panjang, Adonis langsung bergegas keluar kamar. Hal pertama yang terpikirkan langsung menuju halaman belakang indekos. Benar saja, kandang outdoor itu tidak memiliki penutup yang teduh. Moco dan Coco mulai kebasahan.

Begitu pun [Name] yang baru menggendong Coco ke dalam sebuah kandang indoor yang lebih kecil dan teduh. Ketika ia menoleh, Moco telah digendong oleh Adonis.

"Adonis-san?"

"S-Saya khawatir kalau mereka sakit," kata Adonis menaruh Moco yang segera melompat ke kandang indoor.

[Name] tersenyum hangat. "Terima kasih. Adonis-san ternyata bisa menggendong kelinci dengan benar. Moco juga baik-baik saja, bukan?"

Kedua kelinci itu telah berada di dalam kandang yang hangat. Adonis ikut tersenyum. Sebuah momen yang sejenak mendebarkan jantung [Name]. Laki-laki pendiam itu seketika tampak berbeda.

"Tunggulah di ruang tamu sebentar."

Duduk di sofa, [Name] pun mendapati sebuah handuk putih mendarat di atas kepalanya.

"Jangan lupa segera mengganti pakaianmu. Dan ... apa saya boleh meminta bantuanmu?"

[Name] menggosok pelan rambut yang basah pun berucap, "Tentu."

Adonis meletakkan kotak ponsel itu di atas meja. "Tolong ajarkan saya cara memakai ponsel."

Teringat kejadian pertemuan lalu, [Name] maklum karena Adonis baru pertama kalinya memiliki ponsel. Ia menyuruh Adonis mengeluarkan sendiri dan menyentuh layar sesuai instruksi.

"Pertama-tama, kau harus instal aplikasi di Play Shop."

Adonis langsung berdiri, menggapai payung di rak dekat pintu. "Baik, saya akan berangkat sekarang."

[Name] mengernyitkan dahi, lalu menunjuk ponsel Adonis. "Bukan toko fisik, tapi toko yang ada di ponselmu itu."

"O-Oh, begitu ...."

"Kemari, sini," ujar [Name] menepuk sofa. Adonis pun duduk di sampingnya. Menginstal WhosApp dan mendaftarkan ke grup indekos Undead.

Seiring waktu berlalu, hujan pun mereda. [Name] dan Adonis pun mendatangi kembali kandang indoor dan memindahkan ke halaman belakang indekos.

"Di antara yang lain, Adonis-san paling peduli dengan kelinciku, ya."

Netra keemasan Adonis beralih dari kelinci ke gadis itu. "Mereka mungil jadi pengen saya lindungi. Sama kayak [Name]-san."

Manik [Name] melebar. "S-S-Saya? Kenapa saya?"

"Karena [Name]-san juga mungil kayak mereka."

Menjadi semerah tomat, [Name] tak bisa berkata-kata. Adonis yang pendiam ternyata bisa menggoda halus seperti Kaoru.

"Saya boleh 'kan tetap menjaga dan merawat mereka selama di kos Undead ini?" tanya Adonis. "Meskipun saya kurang suka main ponsel, tapi saya akan belajar."

"Yo-yoroshiku onegaishimasu."

| fin |

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top