1. Lembur | Victor - MLQC
Buku ini ditulis dalam rangka merayakan event #NgabubuRead dan didedikasikan kepada FanficIndonesia
Created: Selasa, 28 April 2020.
"Anda tidak bisa pergi dari tanggung jawab esok hari dengan menghindarinya hari ini." - Abraham Lincoln.
•
•
•
Mr. Love: Queen's Choice © Elex
Lembur © agashii-san
Pair: Victor x Reader / MC
Warning:
1. Karena ini dirilis pada bulan puasa, mohon maaf karena ada sedikit bahas soal makanan atau kalau nggak kuat, dibacanya pas buka puasa aja °w°)
2. Sejumlah typo karena setiap part dirilis setiap hari dengan niat konsisten.
Ketukan tombol keyboard memenuhi seisi ruangan. Sesekali bunyi klik kursor mouse ikut mengiringi. Pria berusia 28 tahun itu diam memandangi monitor. Sejumlah saham investasi CEO Loveland Financial Group (LFG) sedang menurun; berjejer barisan ikon panah merah.
"Setidaknya beberapa hari ada yang naik lagi walaupun hanya sekian persen," gumam pria bernama Victor mengusap dagu.
"Ma-maaf saya terlambat!" seru [Name] dengan napas terengah-engah.
[Full Name], produser acara televisi yang gigih dalam kerja sama dengannya. Sempat Victor ingin mengakhiri kontrak finansial kepada [Name], tetapi berkat acara televisi "Investment for Justice" mengalami kenaikan rating yang stabil. Terutama penonton awal hanya diminati perempuan berusia dewasa-paruh baya, tetapi lambat laun target pria sebaya pun ikut tertarik.
"Sudah menyelesaikan laporan dana untuk bulan ini?" tanya Victor memberi tatapan skeptis.
[Name] tersenyum kaku. "Belum semuanya."
Victor menghela napas. "Sebelum pukul 00.00, laporan itu harus beres."
Sontak [Name] menoleh ke arah jam dinding yang terletak di sisi barat. Pukul 16.43. Masih ada waktu kurang dari delapan jam. Toh, sudah setengah progres laporan yang diselesaikannya. Ia menyalahkan time management yang terlalu mepet. Mengetik skrip acara variety show dan laporan pendanaan pada saat bersamaan bukanlah keputusan yang bijak.
"Apa tidak boleh besok? Aku datang ke sini untuk memberikan skrip acaramu untuk senin depan."
Victor menggeleng. "Selesaikan dalam hari ini. Besok sudah akhir pekan dan kantor LFG tidak buka. Kalau laporan tidak diserahkan akan dikenakan denda."
[Name] menghela napas. "Baiklah, tapi aku bisa mengirimimu via e-mail."
Pria itu berdiri dan mengarahkan jari telunjuk ke arah sofa kulit. "Mumpung di sini, lanjutkan saja di sana."
"Berarti aku harus lembur di sini, ya," gumam [Name] yang masih dapat terdengar oleh Victor.
"Aku akan mengantarmu pulang."
Enggan berdebat lebih lanjut, [Name] sudah mengeluarkan laptop, buku notes, dan alat tulis. Masih ada sejumlah angka yang harus diinput. Pengeluaran dan pemasukan yang diterima.
Sunyi, senyap, dan hening terjadi di antara mereka. [Name] sesekali mengintip Victor yang juga fokus memandang monitor. Pria itu tidak pernah terlihat lelah dalam bekerja. Setiap hari selalu mengenakan setelan jas rapi dan datang tepat waktu demi keberhasilan kinerja LFG.
Selama hampir dua jam, mata [Name] kian menyipit dari kondisi awal. Kondisi ruang kerja Victor yang sejuk, bersih, dan nyaman. Kepala [Name] beberapa kali tertunduk. Ia heran CEO LFG itu bisa sanggup bekerja dalam suhu sesejuk ini.
"Mau kopi?"
[Name] tertegun saat menoleh Victor yang sudah berdiri dengan menaruh jas di sisi lengan kiri.
"Boleh," ungkap [Name] pasrah dan kembali fokus--- menyadari input angkanya keliru di tiga angka terakhir.
"Baiklah." Victor meninggalkan ruangan. [Name] mengambil napas banyak-banyak. Padahal ia mengira Victor akan melempar sarkas kepadanya saat terlihat mengantuk.
Victor kembali dengan segelas es kopi krim dan kotak mungil. Terdapat beberapa panggilan dari investor dan beberapa pesan email yang harus dibalasnya. Begitu kembali, Victor menemukan [Name] telah tertidur di atas sofa. Laptopnya masih menyala.
"Padahal sudah sisa sedikit," gerutu Victor mengecek pekerjaan [Name] sembari meletakkan bawaan di atas mejanya.
Alih-alih langsung membangunkan [Name], Victor memandang langit telah gelap. Sebenarnya, ia bisa saja pulang, menunggu dengan santai kiriman e-mail [Name] di rumah. Namun, ia enggan mengakuinya dengan memaparkan alasan LFG tidak beroperasi saat akhir pekan. Sebuah keinginan yang lain; lebih personal.
Alasan sederhana saat kasmaran: bertemu dengan sang produser secara langsung. Alasan kecil yang hanya tersimpan, tersembunyi, dan tersimpan dalam benak Victor.
[Name] tertegun saat merasakan paparan embun gelas kopi sedikit membasahi pipinya. "Di-dingin!"
"Kantorku bukan hotel," sindir Victor menaruh frappe kembali di atas meja sofa.
"Maaf, tapi pasti bisa diselesaikan sebelum pukul sepuluh. Terima kasih sudah membawakan kopi dan ... apa ini?"
"Bukalah saja."
Ketika dibuka, [Name] menemukan sepiring mungil puding cangkir dengan saus karamel di atasnya. Mengingatkan Souvenir--- sebuah café misterius yang pernah didatanginya bersama Kiro. Tamunya hampir tidak ada, jam buka tidak menentu, tetapi rasa makanan di sana benar-benar juara.
"Bagaimana bisa?" [Name] terheran-heran, apalagi ia semakin yakin puding ini berasal dari kafe langganan Kiro.
Victor menopang dagu. "Bisa saja, kenapa tidak? Membeli kopi dan puding tidak sulit."
"Bu-bukan, maksudku, puding ini kan dari Souvenir," ujar [Name] makan pelan-pelan, tidak rela jika pudingnya habis.
"Lalu? Lebih baik selesaikan laporanmu."
"Siap. Souvenir adalah kafe kesukaanku yang memiliki puding terenak."
[Name] kembali melirik jam dinding. Sudah pukul delapan malam. Ia juga tidak enak sudah terkesan berleha-leha di dalam kantor LFG. Toh, ada yang aneh dengan Victor hari ini.
Victor tidak memarahinya walaupun ia sudah tertidur pulas. Tidak mengancam pembatalan kontrak. Lantas, [Name] menemukan semburat merah pada kedua pipi Victor.
"Ada apa?" [Name] menyadari keanehan lebih lanjut dari atasan LFG itu. "Apa kau demam?"
Victor membuang muka. "Tidak."
[Name] hanya manggut-manggut. Sensasi manis dan segar dari frappe dan puding karamel membangkitkan bara semangatnya. Rasa kantuk pun gentar datang hingga ketikan terakhir. Walaupun Victor sudah tak lagi mengerjakan laporan lainnya, tetapi ia tetap menunggu [Name] selesai.
Benar saja, ia selesai 30 menit lebih awal dari perkiraan.
"Ternyata menunda-nunda itu sebuah kesalahan sepele yang signifikan, ya?" tutur [Name] bersandar pada dinding lift.
"Memang. Tapi kau bisa menyelesaikannya."
"Victor jadi ikut lembur di dalam kantor."
Victor tak langsung menjawab; melainkan menyisakan jarak supaya [Name] dapat keluar lebih dulu.
"Tak masalah. Kau bisa datang jika ada masalah. Walaupun di luar jam kantor."
[Name] menoleh bingung. "Y-ya?"
"Hubungi aku. Kapan pun itu."
Angin malam berembus cukup kencang. [Name] menyadari sebuah jas gelap telah menutupi pundaknya. Dingin berganti hangat. Langkah gadis itu menjadi lebih pelan saat memandangi punggung Victor kini berbalut kemeja putih.
Pria yang pernah ia benci setengah mati, tetapi kini perasaan lama itu telah sirna seutuhnya. Kebaikan Victor yang diam-diam disadari [Name], di balik sikap dingin dan tegasnya.
"Karena seorang CEO LFG sudah bilang begitu, berarti aku boleh menghubungimu jam dua subuh! "
Victor terkekeh. "Terserahmu saja, jam segitu juga aku belum tidur. Kau harus mempelajari manajemen waktu yang baik."
"Haaa? Jadi sebenarnya kau tidur jam berapa?"
"Kalau sudah mengantuk. Masuklah." Victor membukakan pintu mobil. Dan mereka pergi meninggalkan kantor LFG, resmi mengakhiri hari itu.
Momen lembur di antara mereka terasa berbeda ketimbang pertemuan sebelumnya. Manis dan sejuk; sepiring puding pada musim semi yang baru saja tiba.
| fin |
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top