7

Kekira Athaleta Almeera Rahman POV

Seperti biasanya, aku berangkat sekolah mengenakan jasa sopir pribadi walaupun jarak rumah dengan sekolah dekat. Yang perlu kalian ketahui adalah; Mama dan Papa sangat protektif dengan anak-anaknya. Salah, aku anak tunggal. Tentu saja mereka menyayangiku walaupun protektif. Untung-untung tidak over.

Setiap berangkat menuju sekolah, aku pasti melewati depan rumah Adeeva dan Afkar. Dan aku selalu melihat pemandangan yang tidak asing lagi, mereka berangkat sekolah bersama. Tentu tidak jalan kaki lagi, melainkan mengenakan motor. Dan setiap kali melihat mereka entah kenapa aku selalu membuang muka.

"Adee, Afkar!" Sapaku sesampai di gerbang sekolah. Melemparkan senyum kecil dan berjalan bersama Adee. Afkar menaruh motor di tempat parkir, sehingga aku menuju kelas dengan Adeeva.

"Yok," jawab Afkar kecil sebelum meninggalkanku dan Adee.

"Udah ngerjain tugas gak tuh?"

"Udah dong Tha, kayak gak tahu aku aja heheh...."

"Ya kali aja lupa."

"Beuh... niat amat doanya begituan hahaha...." dasar Adeeva, gaya bicaranya yang ceplas-ceplos namun membuatku senang untuk berteman dengannya. Apa adanya.

"Ya... kan gurunya itu serem."

"Aku kan anak kesayangan dia Tha," ucap Adee dengan nada sedikit "sombong", namun aku tahu kali ini kami bercanda.

"Iya-ya... aku lupa tentang itu." Kemudian hening tak ada jawaban. "Gimana? Udah sehat kan?" Tanyaku lagi agar tidak sepi.

"Ya, tentu. Aku hanya absen satu hari saja."

"Walaupun begitu, tapi waktu kamu sekolah badanmu selalu hangat."

"Iya-iya aku tahu, tapi sekarang sudah membaik. Terimakasih telah menghawatirkan diriku." Kata Adee tulus, tanpa paksaan jika dilihat dari wajahnya.

Aku baru sadar, ternyata pribadi Adee tidak seburuk apa yang telah ku argumenkan selama ini. Hipotesisku sekarang salah besar! Melihat raut wajahnya, sekarang aku tersadar. Bahwa semua ini tidak benar, argumen bodo ku salah. Salah besar.

"Heh! Ngelihatnya begituan amat!" Tegur Adee kepadaku.

"Eng... a-a-anu, iya aku tadi ada pikiran dikit." Kataku tergagap kemudian tertawa kecil namun hambar.

"Boleh kok cerita ke aku, kan kita sahabat Tha."

"Ya, pasti. Tidak sekarang aku bercerita, lain waktu?"

"Hm... tentu."

Kaki yang memijak anak tangga yang terlampau banyak telah mengantar ke depan pintu kelas. Kali ini tidak seperti biasanya, kakiku tidak capek. Beberapa menit kemudian Afkar memasuki kelas, melemparkan senyum manisnya ke semua penjuru penghuni kelas. Satu yang perlu kalian ketahui, dia ramah.

Pelajaran demi pelajaran terlewati, membuat rasa bosan nan kantuk menghampiri. Jam istirahat akan berdering limabelas menit kemudian, masih cukup lama untuk menunggu. Dan... perlahan-lahan mataku terlelap.

Zeroun Fidelyo Afkar POV

Dia, anak baru yang masih beberapa minggu bersekolah di sini. Sedari tadi kuperhatikan dirinya, dari menulis, memerhatikan guru, hingga sekarang. Terlelap di atas meja. Dari mata turun memperhatikan hidungnya, turun lagi... dan....

"Afkar!" Sentak Sheen.

"Ha? Ya?"

"Mrs.Hecky memanggilmu!" Bisiknya kecil, aku menoleh ke arah wanita yang sedang terdiam. Matanya penuh sorot kemarahan, aku menatapnya kemudian tertunduk lagi, dan menatapnya lagi.

"AFKAR! KAMU KELUAR KELAS! TIDAK USAH IKUT PELAJARAN SAYA! ANGKAT KAKI!" Mrs.Hecky dengan suara menggelegarnya. Aku hanya dapat menelan saliva.

Berjalan menuju pintu, segera meninggalkan kelas. Baik, nama murid teladanku tercoreng. Hanya duduk di balik kelas, sedikit demi sedikit mendengarkan, walaupun samar-samar.

Adeeva Afsheen Myesha POV

Pelajaran telah usai, semua bergegas pulang. Namun aku, mau tak mau harus basah. Kali ini hujan, sedangkan Afkar bersama Atha. Menunggu di halte depan sekolah, berharap ada angkutan umum yang lewat. Namun nyatanya nihil, aku sudah kedinginan.

"Adee!" Sapa seseorang dari balik kaca mobilnya yang terbuka sedikit. Aku mengerutkan kening, berpikir siapa dia.

Dahiku berkerut, memerhatikan gerak-gerik si pengendara mobil. Nyatanya dia turun dengan payung dan kepalanya tertunduk, membuatku tak dapat melihat wajahnya.

"Cepat pakai ini!" Sambil memberikan jaket yang dia pakai, dan topinya dia pakaikan di kepalaku. Sedikit kebesaran.

Aku masih terdiam, tidak tahu siapa dia. Namun kurasa tidak asing.

"Ah mungkin kamu lupa? Aku Alfin, teman SMP-mu."

"Oh Alfin, ya aku ingat. Maaf lupa hehe...." Tapi dia melingkarkan lengannya di pinggangku, membuatku semakin mendekat bahkan bersentuhan dengan tubuhnya.

"Maaf, tapi ini payungnya kecil. Ayo ku antar," serunya sambil berjalan.

" Eng... merepotkan?" Tanyaku sambil berjalan menuju sedan hitam itu.

"Tentu tidak." Kemudian hening sampai di mobil. Aku akan melepaskan jaket dan topinya tapi,

"Sudah pakai saja jaketnya, dingin." Dan aku menuruti perkataanya. "Badanmu hangat." Sanggahnya lagi.

"I-iyakah?"

Alfin tersenyum tipis, "Ya, pusing bukan?"

"Sedikit." Memang hari ini pusing, ditambah lagi terkena angin hujan membuatku semakin kedinginan.

"Pejamkan saja matamu dulu, aku mau pergi ke suatu tempat sebentar. Boleh?"

"Tentu," dan kucoba untuk memejamkan mata. Berusaha untuk menghilangkan pening.

**

"Adee...," aku mendengar suara itu, namun mataku rasanya tak ingin untuk dibuka.

"Hn...." aku sedikit bergumam dan berusaha untuk terbangun. Dan saat ku buka mata aku terpekik kaget.

--
P

ft... ini gaje, aku lagi sibuk :( jadi ini part hasil ngetik sepuluh menit doang jadi yaaa seperti ini. Aku pending dulu semua cerita. Entah balik kapan :(

Kamis, 6 Agustus 2015(13:10)
Khafidtazshafanz

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top