Friendship With(out) Love part 16
Aku menghabiskan hampir tiga jam ini dengan menangis.
Tragis sekali memang. Aku tidak pernah berharap kisah cintaku seindah novel romance yang kubaca atau FTV dan drama komedi romantis yang sering kutonton. Tapi setidaknya jangan se dramatis ini.
Aku mencintai Abi. Abi mencintaiku. Tapi dia akan menikahi Sofie dan belajar mencintainya. Kalau kalian berharap Abi akan membatalkan pernikahannya karena aku, kalian salah. Abinaya Putra Gunadi adalah satu dari sedikit pria yang bisa kau pegang omongannya. Dia tidak akan berbohong. Dan jika sudah berjanji, meskipun hujan badai dia akan tetap datang. Karena hal itulah aku mencintainya sedemikian dalam.
Jadi jelas, meskipun cintaku tidak bertepuk sebelah tangan. Tapi aku tidak akan pernah memiliki Abi. Dia akan memenuhi janji yang dibuatnya dengan Sofie dan melaksanakan ijab kabul dengannya. Dan hari itu sudah pasti jadi kiamat kecil untukku. Bisa kubayangkan suatu hari nanti, akan ada replika Abi junior yang memanggilku "aunty Gwen" dan aku akan menggendong mereka dengan linangan air mata.
"Sudahlah Gwen..stop crying oke?" Fiona sudah bosan mendengarku menangis sejak tadi. Aku memang meneleponnya. Memaksanya bertanggung jawab karena sudah memberitahukan keberadaanku pada Abi, namun tidak menyelesaikan masalah apapun di antara kami.
"Jahat banget sih, Fi. Kan kamu janji nggak kasitau aku dimana.."
Aku terisak.
"Gwenny..dia bilang sesuatu yang membuat aku berpikir kalo mungkin sebaiknya dia sampaikan sendiri. Aku nggak mau kamu nyesel, dear.."
"Ya teruuuus? Itu nggak ngubah apa-apa.."
"Kan paling nggak akhirnya kamu kesampaian ngerasain bibirnya Abi..gimana Gwen? Good kisser, huh?"
"Fionaaaaa!"
Wajahku memerah mengingat adegan ciuman kami tadi. Aku memang belum pernah ciuman sebelumnya. Aku koreksi, aku 27 tahun dan belum pernah ciuman. Kenapa? Karena aku memang tidak pernah membiarkan diriku terlalu dekat dengan pria. Selain Abi tentunya.
"Persiapannya memang sudah 95 persen, Gwen.. Sofie sudah nyebar undangan." Aku melirik undangan berwarna putih gading di atas mejaku. Kewarasanku saja yang membuatku bertahan untuk tidak membakarnya.
"Aku paham, Fi.."
"Good! Udahan nangisnya, okay? Aku nggak maksa kamu untuk dateng, Gwen. Tapi kalau kamu jadi Abi, apa yang paling kamu harapkan? Dukungan dan support kalau apa yang dia putuskan itu benar kan?"
"...."
"Nggak usah di jawab, Gwen. Aku cuma berusaha membuka pikiranmu aja. Nggak selamanya apa yang kita cintai jadi milik kita, belajarlah menerima itu. Tuhan pasti udah nyiapin seseorang buat kamu, dear. Mungkin lebih baik dari seorang Abinaya.."
Emang ada yang lebih baik dari dia?
Aku menarik nafas, "Aku nggak janji bakal dateng, Fi. Tapi akan aku pikirkan.."
"Nah itu baru Gwen Lativa. Aku kangen kamu yang semangat, Gwenny. Bukan yang menye-menye macam artis FTV gini.."
Kalau ada di dekatku sudah dipastikan aku akan menjitak kepalanya.
Aku mendengus kesal, "Namanya juga lagi patah hati.."
"Iya iya, aku ngerti. Eh udah dulu ya, dear. Aku mau pergi ama Jason ni. Kamu baik-baik ya, nanti kita sambung lagi.."
Aku menutup sambungan telepon dan mulai berpikir tentang apa yang Fiona katakan. Si cerewet itu ada benarnya juga sih. Satu-satunya hal yang bisa kuberikan sebagai sahabat saat ini adalah dukungan. Terutama setelah menghilang macam ini, Abi pasti khawatir dan akhirnya merasa tidak yakin dengan keputusannya.
Mungkin Adrian benar, obat patah hati adalah jatuh cinta lagi. Tapi obat patah hati yang paling mujarab sebenarnya adalah keikhlasan hati untuk menerima yang bukan milik kita. Aku ingat, mama pernah bilang padaku bahwa mencintai seseorang itu sudah satu paket dengan sakit hatinya. Jadi jangan pernah berharap merasakan jatuh cinta tanpa sakit hati.
***
Hari ini akhirnya aku turun gunung. Keluar dari tempat persembunyianku. Rasanya asing berjumpa dengan teriknya matahari dan angin yang menerpa wajahku. Besok adalah hari pernikahan Abi. Dan aku sudah memutuskan untuk datang. Aku tidak memberitahu mamaku atau bahkan Fiona bahwa aku akan datang, alasannya aku hanya tidak ingin mendapat tatapan iba dari mereka. Di undangan tertera bahwa acaranya akan di laksanakan di salah satu hotel bintang lima di Jakarta, itu berarti aku bisa menginap di hotel tersebut dan mungkin datang saat acara sudah hampir selesai. Semakin sedikit orang yang kutemui akan semakin baik.
Aku membeli sebuah gaun sederhana berwarna hijau mint berbahan favoritku, chiffon. Gaun panjang tanpa lengan itu sudah membius mataku sejak awal aku datang ke butik kenamaan ini. Sepasang high heels dan clutch berwarna silver pun aku beli untuk melengkapi penampilanku. Kemudian aku memesan tiket pesawat untuk besok pagi, acaranya akan dilaksanakan jam 7 malam.
Berjalan-jalan ternyata cukup membuat pikiranku kembali segar. Entah mengapa aku sudah tidak antipati saat melihat undangan putih gading yang di dalamnya tertulis
Sofie Camelya
With
Abinaya Putra Gunadi
Air mataku pun sudah tidak memaksa untuk keluar lagi. Aku menyambut hari pernikahan Abi dengan tenang, dan perlu kuakui, aku akan memberikan standing applause pada kemampuanku yang cukup baik untuk menyembuhkan diri sendiri.
***
Aku melangkah malas dan membenarkan letak kacamata hitamku. Bandara Soekarno-Hatta pada pagi hari memang tidak terlalu ramai, hanya bagian keberangkatan saja yang dipadati orang. Setelah mengambil bagasi, aku memutuskan untuk langsung mencari taksi. Biasanya kalau aku pulang bepergian dari manapun, Abi akan selalu menjemputku. Kalau dia tidak bisa, maka dengan mudahnya dia akan menyuruh anak buahnya melakukan itu.
Ck..Abi lagi..katanya udah ikhlas kemarin..
Aku langsung masuk ke dalam taksi berwarna biru yang paling terkenal di dunia pertaksian. Setelah menyebutkan tujuanku, aku langsung bersandar. Duh, ternyata susah ya kalau lagi patah hati gini. Suasana sunyi dikit langsung mellow. Denger lagu yang nadanya miring dikit alias sedih, langsung mewek. Nggak bisa banget dapet tempat duduk yang ada sandarannya, pasti langsung dipake buat ngelamun.
Hari Sabtu pagi jalanan Jakarta bisa di bilang tidak seramai biasanya. Dari bandara ke pusat kota hanya memakan waktu setengah jam. Padahal biasanya mencapai dua atau tiga jam. Setelah check in di hotel tempat Abi dan Sofie akan melangsungkan pernikahan nanti malam, aku bergegas menuju kamar. Kepalaku terlalu panas dan butuh di istirahatkan. Lagipula aku harus bersiap untuk nanti malam.
Mempersiapkan penampilan dan tentu saja..
Mempersiapkan mental.
***
Hai,
Nah lho..ada kejadian apa ya di nikahan Abi dan Sofie?
Kalo vote dan komennya bejibun, aku langsung posting malam ini juga ya!
Okay sipp? :D
Buat yang udah baca + vote +komen, saya ucapin terima kasih banyak. Itu adalah semangat buat penulis baru dan abal-abal seperti saya.
Love,
Vy
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top