2. Fancy! You!

Jam menunjukkan pukul 5 sore saat Mika mulai mendapati kedua teman sekelasnya itu sudah selesai mengepel lantai gazebo sekolahan yang Mika sebut sebagai ruang tanpa jendela, tempat biasa anak murid SMA Nusa Bangsa bisa merasakan udara bebas dan angin alami. Tempat itu rutin digunakan para guru untuk mengajar di ruang terbuka agar lebih fresh katanya.

Itulah mengapa dia sedang berada di depan tangga Gazebo. Bangunan ini sering digunakan jadi harus sering dibersihkan juga. Bertugas sebagai ketua kelas seharusnya tidak sampai mengawasi dua teman lainnya yang sedang dihukum karena bolos piket tadi pagi, sehingga dihukum wali kelas, Bu Ayu, untuk membersihkan gazebo taman sekolah itu.

Mika merasa dia memanjakan dua temannya itu dengan menawarkan bantuan untuk membuang air di ember bekas ngepel lantai. Bukan ingin memanjakan, dia hanya ingin tugasnya cepat selesai. Dia ingin pulang. Dia juga tidak ingin ember dan gagang pel lantai milik kelasnya itu esok hari sudah lenyap entah ke mana karena tidak dikembalikan ke tempat penyimpanannya lagi oleh Kai dan Valen. Dua orang temannya itu bukan orang yang bisa dipercaya.

“Gue sekalian ke kelas buat ambil tas dan kayaknya abis ini kita bisa pulang,” ucap Mika seraya mengamati lantai Gazebo dari jarak dekat sedangkan Kai dan Valen sedang duduk di lantai undakan tangga. “Dan, jangan duduk di anak tangga. Kalian bikin lantai basahnya jadi kotor lagi.” 

Mereka memang tidak akrab amat, sudah biasa melihat Kai dan Valen menatapnya dengan sorot ingin berantem atau bahkan mengabaikan ucapannya seolah dia tidak penting amat. Mika menahan senyum melihat raut wajah Kai dan Valen yang kesal tapi kemudian keduanya fokus ngobrol lagi.

Tidak menggubris reaksi dua cowok itu, dia segera mengambil ember dan membawanya ke keran air untuk membuang air kotor dan membilas ember berisi air dengan pembersih lantai itu. Lalu setelah bersih dia berjalan menuju kelasnya di lantai atas. 

“Kenapa Jordan akrab dan temenan sama Mika ya? Masa suka sama tuh cewek? Mika kan nggak cakep amat.”

Ada yang bicara seperti itu seolah Mika tidak terlihat. Padahal dia sudah berdiri di depan kelas. Di kelas 11 IPA 4, masih cukup ramai oleh beberapa orang murid yang duduk saling berhadapan. Ada yang sampai memutar bangku. Di meja dipenuhi buku-buku, sepertinya mereka sedang belajar bersama. Belajar tapi tidak sambil bergunjing memang rasanya kurang.

Mika tidak mempedulikan itu, dia berjalan menuju lemari penyimpanan barang.

Karena Jordan itu bisa melihat cewek apa adanya. Berteman tanpa pandang bulu. Nggak memilih temannya harus good looking.

Cewek itu menahan dengusan agar tidak tampak jelas saat di pintu kelas sudah terlihat sosok perempuan tinggi dan kurus, berkulit bagai pualam putih. Rambut hitam yang sepunggung digerai. Tas berwarna pink soft berada di punggungnya. Mika sempat melihat dari sudut pandangannya dan tahu siapa gerangan cewek yang muncul di sana.

“Nami!” Salah satu perempuan bernama Sissy memanggilnya.

“Nami, lo belum pulang?” Suara Cecilia terdengar seantero kelas karena nyaring. Soalnya dia memang bawel.

“Hai, kalian belum pada pulang? Gue balik ke kelas mau ambil buku ketinggalan di kolong meja.” Nami memang manis, ada nada senyum dan ramah pada ucapan yang bahkan sangat sederhana.

Mika melengos pura-pura tidak melihat saat dari ekor matanya ada bayangan Nami yang sedang berjalan kembali menuju pintu. Mika berpura-pura merapikan alat-alat kebersihan milik kelas di lemari itu agar lebih lama memiliki alasan masih berada di depan lemari.

“Mika! Kai dan Valen udah kelar bersihin Gazebo?” Nami sempat berhenti dan bertanya.

Mika menoleh dan mendongak. “Udah.”

Nami senyum kecil sekilas. “Oke, gue duluan, Mik. Guysss, gue duluan ya! Hati-hati di jalan, bye-bye!” Pamit
perempuan itu lalu melangkah riang menuju pintu kelas. Ucapannya mengundang sahut-sahutan manis dan doa baik-baik dari sekumpulan murid cewek yang lagi belajar tadi.

Mika mengakui kalau Nami itu baik dan ramah, tapi tetap saja dia tidak ingin berteman. Tidak bisa menyukai Nami juga.
Saat Mika mendongak pandangannya dan berbalik badan, hiruk pikuk kumpulan cewek itu mendadak jadi kaku dan aneh. Yang duduk membelakangi Mika juga terlihat buru-buru mengalihkan pandangan, dari sisa gerakan punggung dan kepalanya yang sempat tertangkap mata Mika.

Tidak ingin lama-lama Mika mengunci pintu lemari kelas dan mengambil tas. Ingin pulang. Namun, dia mengurungkan niatnya. Dia ingin mengecek Ruang Tanpa Jendela, tepatnya mencari Kai dan Valen. 

Jangan-jangan habis itu mereka berdua lagi merokok di belakang sekolah. Nyari masalah lain lagi!

**

Dua cowok itu masih duduk santai di pinggiran gazebo. Bukan sekadar ngobrol, mereka sedang gibah seru.

“Dari gosip cewek-cewek, dia lagi deket sama Jordan.” Suara Valen terdengar sangat seru. “Udah putus sama Dean. Mungkin peletnya udah luntur.”

“Dianya aja kali yang mau menjilat pansos ke Jordan. Padahal Jordan juga risih ketempelan dia.” Kai mencibir. “Gue juga melihat drama menjijikan pas Jordan  senyum-senyum ngajak Mika jalan bareng. Gue juga lihat si Dean melengos pas melihat mereka. Gosip dari Chika, kalo Mika sama Dean udah putus karena Mika akrab sama Jordan. Peletnya kenceng banget.”

“Cewek cantik tuh kayak member Twice, masa Jordan dan Dean bisa dibilang cakep-cakep gitu matanya butik. Rabun jauh atau rabun dekat kali. Masa mau sama Mika yang muka dan fisiknya, kayak aneh badan triplek rata, mukanya kayak bapao gede.” Kai mencibir sambil menahan tawa.

“Beneran kena guna-guna kayaknya. Seleranya bagusan gue, tipe gue kayak Jennie Blackpink,” timpal Valen tertawa lebar.

Mika melongo dan segera meledak, masa iya dirinya dibilang kayak balon dan bohlam? Dibilang gemuk oleh Valen dan Kai adalah penghinaan. Padahal Mika biasa saja tubuhnya ideal seperti cewek kebanyakan. Tidak layak dibandingkannya ke Idol K-pop.

“Heh, Kai!!! Twice-Blackpink itu apaan? Masa gue dibandinginnya sama biskuit?”

Keduanya terlihat terkejut bukan main saat menoleh ada sosok Mika yang sudah memakai tas pulang sedang berkacak pinggang.

Valen terkekeh lalu melirik pada Kai. “Maklumin aja si manusia gurun sahara kudet ini.”

“Hahaha, dia nggak tahu Twice dan Blackpink! Boring banget orangnya!” Kai ikutan terpingkal. “Dia nggak nonton Youtube kayaknya. Hahahaha!”

Mika mendesis kesal.

Keduanya tidak menggubris Mika yang diam saja karena bingung mau marah kayak gimana. Apakah ini perlu diributkan? Mika mendecak kesal, dia mau pergi meninggalkan keduanya saat ternyata dua cowok itu masih lanjut bergosip.

“Bro! Lo mau mulus kayak cowok idol K-pop atau jadi kayak si Jordan? Mau nggak ntar jadinya kayak Putra? Gue perhatiin mukanya licin banget, cowok tapi kok kayak boneka. Dia nggak pernah main bola sih.” Kai tertawa menyebalkan.

“Mana bisa main bola, kalo pelajaran olahraga aja juga melipir ke bawah pohon.” Valen menjawab sambil tertawa.

“Gue lihat dia tu pakai pensil alis, ternyata alisnya nggak setebel itu. Bibirnya juga pake lip balm,” cibir Kai. “Pake make up kayak cewek aja!” Dia bergosip seolah hanya mengobrol berdua dengan Valen. Tidak peduli bahwa masih ada Mika yang mencuri dengar dengan wajah melongo.

“Dia juga pakai sunscreen. Pantesan nggak pernah item atau belang.” Valen terkekeh.

“Dia skincare-an juga kayaknya, makanya putih dan mulus gitu. Cewek-cewek banyak yang suka sama dia. Tapi banyak juga yang bilang kalo dia terlalu cantik dan slay buat jadi cowok. Slaaay. Hahahaha.”

“Lo mau gantengan, kan? Kemaren lo nanyain sunblock. Gue sih nggak pake. Kulit putih gue nggak bisa belang. Lo temenan sama Putra aja. Minta tips kecantikannya. Kayaknya dia bersih bukan karena putih dari lahir. Dia perawatan kulit.”

Kai menggeleng heboh. “Ogah, tar gue jadi homo juga. Tar dia jerumusin gue ke pergaulan homonya. Homo katanya menular.” Lalu dia bergidik.

Mika menjadi ikut bersuara komentar. “Jangan gosipin orang aja. Dasar julid. Kalo orangnya denger apa nggak sakit hati? Dasar mulut julid!” 

Dua cowok itu serempak menoleh padanya lalu kelihatan bingung seolah tidak menyangka bahwa Mika masih berada di sekitar dan pastinya mendengar obrolan seru itu.

Lantas Mika teringat sesuatu.  “Oh ya, eh, semoga kalian rajin piket habis ini. Emang mau dihukum begini lagi?” Mika merusak suasana seru pergosipan.

Valen mendecak. “Gue nggak mau diperintah sama lo, kalo disuruh sama Nathan, ya okelah.” Cowok yang lebih tinggi itu protes duluan. Mungkin kesal karena kena hukuman ini Mika tidak membela dirinya dan Kai saat dicecar Bu Ayu soal kasus adanya murid petugas piket hari ini yang tidak becus membersihkan kelas.

Kai tertawa ngeselin. “Len, lo kayak suka sama Nathan yaa? Kayak si dia tuh. Nurut aja sama Nathan?” decaknya.

“Lah, gue kepercayaannya Nathan?” Mika menunjuk dirinya sendiri dengan wajah sombong seraya memainkan kedua alisnya juga.

“Gue cuma spik up siapa orang yang lebih cocok jadi ketua kelas.” Valen menatap masam pada Kai.

“Halah, Len, lo sama aja ternyata kayak Mika. Tapi yaa, Nathan memang yang paling sempurna di kelas. Kenapa ketua kelasnya bukan Nathan? Malah cewek nggak bener kayak Mika ini? Nami aja juga lebih cocok dan manis. Nami juga pinter, anak OSIS, dan ramah.”

“Mika jadi ketua kelas give away dari Nathan. Siapa yang mau ketua kelas kita si Mika ini?” Valen mencibir.

“Nathan dan Nami sibuk di OSIS.” Mika melotot. “Kalian kira kalo ketua kelasnya mereka, kelakuan buruk kalian bakal di-back up kalo kena sidang Bu Ayu? Bahkan gue lebih baik daripada mereka. Memangnya mereka bakalan mau nungguin kalian kayak gini?”

“Apaan sih ni orang nggak jelas! Pulang yuk, Len!” Kai melengoskan pandangan menghindari menatap Mika yang segera memasang wajah lebih kesal.

“Yuk, Kai, kita pulang!” Valen menimpali bersamaan dengan keduanya mau beranjak dari duduk.

Mika menghela napas lelah dan hanya mengangkat tangannya. “Enak aja. Gue yang harusnya balik duluan. Dah!!” Dia tidak segera membalas ucapan-ucapan ngeselin Arkais dan Valentino saat ini. Dia masih memikirkan caranya.

**

Mika tidak langsung pulang, duduk di podium keramik lapangan upacara. Berharap Jordan masih di sekolahan, karena anak OSIS pasti masih kumpul. Tadi Nami saja masih berada di sekolah. Mika ngelihat video di Youtube, karena penasaran dengan Twice dan Blackpink.

“Masa gue dibandingin sama artis? Ya jauhlah! Kulit putih bersih mulus dengan wajah tirus. Badan kurus. Rambut mengkilat dan lurus. Nami disandingin sama mereka aja juga kalah.” Namun, Mika segera menggeleng. “Nami mana cocok jadi Idol Kpop, cewek itu kayak cewek nerd cantik. Mana cocok joget-joget.”

Tiba-tiba ada suara dua berbeda yang membahana berada di sekitar Mika. Saat menoleh ke asal suara itu ada Kai dan Valen yang sudah memakai tas dan jaket, mau pulang. Mereka pasti tahu apa yang sedang dia lakukan, karena menonton video itu tanpa earphone. Suaranya menggelegar dari speaker ponsel. 

Fancy!!! YOU!!!!!

“Dia langsung nonton Twice, Kai. Lo ajak dia kalo nonton video Twice dong. Dia pengen tahu tuh, siapa tau jadi suka!” pekik Valen tertawa keras. Ada kepuasan batin di raut wajahnya.

“Gue nggak rela kalo dia juga suka Twice! Cari grup lain kek! Cewek sukanya sama NCT!” seru Kai keras, melotot tidak suka. “Cewek-cewek sekolahan banyak fans-nya NCT. Lo jangan suka Twice gue!!!” berangnya.

Mika sampai heran kenapa Kai sampai marah dan mukanya ngeselin begitu.

“Gue mau nonton apa kek, terserah dong!” Mika menjulurkan lidah. “Wleeweeweeek!”

“Jangan suka Twice, gue nggak sudi berbagi!” cetus Kai.

Mika hanya mencibir tengil. Kai terlihat emosi berat dan berjalan menjauh. Valen mengekorinya. Keduanya pergi dari hadapannya tanpa pamitan, meninggalkan Mika yang duduk sendirian di podium.

Saat Mika mengalihkan pandangan ke koridor di mana muncul seseorang bertubuh jangkung dan karismatiknya memancarkan hawa untuk tetap selalu melihat ke orang itu. Saat mau bersiap bangun untuk lari menuju Jordan, ada hal yang menghentikan gerakannya. Melihat Jordan dan Nami bukan hal baru, tapi sekarang jadi sedikit cemburu. Untungnya di belakangnya ada sosok lain, cowok beralis tebal dengan wajah agak serius, Nathan, teman sekelasnya, wakil ketua kelasnya. Nami itu kembaran Nathan, jadi tidak usah heran kalau cewek itu akan berada di antara Jordan dan juga Nathan. Jordan melihat padanya dan menyapa dengan lambaian tangan dan senyuman lebar. Mika menyapa balik dengan riang gembira.

Baru berteman dengan Jordan saja sudah bisa bikin groupies kelas jadi ada bahan gosip. Seharusnya mereka melihat ini, kalau Jordan yang memulainya. Bukan Mika yang ngejar-ngejar sok akrab ingin berteman. Pansos istilahnya.

Gadis itu pulang naik sepeda listriknya, si Pinky, karena motor matic-cantik-nya sedang rusak. Dia belum bisa membawanya ke bengkel untuk perbaikan. Merepotkan. 
Di tengah perjalanan dia merasa ada yang mengikutinya. Dia hapal motor hitam itu meskipun ada banyak penggunanya yang sama. Mika berhenti di pinggir jalan dengan pinggiran jalanan yang cukup lebar, agar tidak disenggol pengguna jalan lain.

“Ngapain ngikutin aku?” semprot cewek itu. Mika amat yakin orang itu memang mengikutinya karena sang stalker ikutan berhenti juga di belakangnya. Bahkan saat orang itu membuka kaca helmnya menampilkan sepasang manik mata cerah yang amat dikenalnya, dugaannya memang benar.

**

4 Januari 2025


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top