V - Takkan Lari Jodoh Kukejar?
Orang bilang jodoh bisa datang dari mana saja. Dari tempat tak terduga sekalipun. Jika pepatah itu benar, apa toilet umum bisa masuk hitungan? Jika memang benar, mungkin sekarang Freya mengalaminya. Entah siapa yang salah. Atau Freya yang memang sial karena bisa bertemu dengan Yudhistira di toilet umum.
Ya, harap dicatat dengan lugas, toilet umum. Seperti tak ada tempat normal lainnya bagi mereka untuk bertemu. Tapi nyatanya begitulah yang ada. Keduanya bertemu di toilet umum. Dengan Yudhistira yang membulatkan mata terkejut. Dan Freya yang wajahnya mungkin sudah tak karuan ronanya.
“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Yudhistira kala melihat gadis itu terpaku di depan pintu bilik toilet.
Beruntung hanya keduanya yang ada di dalam sana. Jika tidak, entah apa yang akan terjadi. Mau diletakkan di mana wajah Freya. Tapi tunggu, memang tempat itu toilet pria atau wanita sebenarnya?
“Saya... ini toilet wa... nita kan?” tanya Freya dengan nada ragu.
Yudhistira menampakkan wajah terperangah. Tak percaya dengan apa yang baru saja ditanyakan Freya. Apa gadis itu terlalu bodoh hingga tak bisa membedakan mana toilet pria dan wanita?
Sebagai jawaban Yudhistira hanya menunjuk ke arah tempat pembuangan air seni pria yang ada di belakanngnya. Mata Freya membelalak tak percaya. Betapa malunya ia karena kecerobohannya.
“Maaf Pak...”
Gadis itu langsung berlari untuk menyelamatkan mukanya. Di depan pintu masuk ia bahkan bertabrakan dengan seorang pria yang akan masuk ke toilet. Namun Freya tak peduli saat ini ia begitu malu. Dan satu-satunya hal yang harus ia lakukan adalah menghilang dari hadapan Yudhistira.
Sementara itu Yudhistira hanya menggeleng tak percaya akan kelakuan gadis ceroboh itu. Bukan kali ini saja ia melihat Freya bertindak ceroboh. Bahkan di kantor beberapa kali pria itu memergoki Freya. Terakhir yang pria itu ingat bahkan gadis itu menabrak pintu masuk kafe seberang gedung kantor mereka. Saat ia dan kekasihnya juga tengah makan siang di tempat itu.
Yudhistira sendiri juga tak mengerti. Entah sejak kapan gadis itu terhubung terus dengan dirinya. Padahal tadinya mereka dua orang yang tak saling mengenal. Namun seperti ada benang merah takdir tak kasat mata yang terus saja menghubungkan dirinya dengan gadis ceroboh itu. Dan kini, toilet hotel menjadi tempat pertemuan mereka selanjutnya.
Freya sendiri yang berhasil melarikan diri kini tengah menenangkan dirinya. Gadis itu memilih untuk keluar dari hotel demi menenangkan detak jantungnya yang menggila. Bisa-bisanya ia berakhir di toilet pria. Tapi mau bagaimana lagi, tadi Freya begitu tak tahan dengan panggilan alamnya. Karena itu ia langsung masuk tanpa memerhatikan tanda. Beruntung tak ada siapapun di dalam sana. Oh ada, Yudhistira. Tapi mana Freya tahu pria itu yang ada di sana. Ia sudah tak tahan lagi untuk segera menuntaskan hajatnya buang air kecil.
“Bodohnya aku...” rutuk Freya kemudian.
Baru saja gadis itu tenang, kembali ia dikejutkan dengan dering ponsel yang tak berhenti. Freya bisa menebak itu Mama. Karena itu tanpa melihat gadis itu langsung menjawab panggilan.
“Kamu di mana Fey? Kok nggak balik-balik dari toilet?” tanya Mama yang masih ada di aula resepsi. Malam ini memang Freya menemani Mama menghadiri resepsi pernikahan anak temannya.
“Fey lagi di luar, nyari udara segar Ma. Sebentar lagi Fey masuk kok.”
Setelah merasa cukup tenang, Freya kembali lagi ke dalam ruang resepsi. Waktu memang masih pukul delapan malam lewat. Dan pesta pun masih dikatakan terlalu dini untuk berakhir. Karena itu ketika Freya kembali masuk, ia bisa melihat tamu yang datang bertambah banyak. Hingga ia kesulitan menemukan keberadaan sang Mama.
Mata Freya menelisik keberadaan ibunya. Tapi bukannya menemukan Mama, tatapan Freya malah bersirobok dengan pria yang baru saja membuatnya malu setengah mati. Terlebih saat ia melihat Yudhistira malah melangkah ke arahnya. Ingin lari tapi kaki Freya seolah tertancap di lantai. Sampai pria tersebut berdiri tegak di hadapannya.
“Sedang apa kamu di sini?” tanya Yudhistira. Tak ada nada ramah dalam suaranya.
“Eh, itu...”
Belum sempat Freya menjawab sebuah suara yang sangat dikenalinya memanggil nama Freya. Membuat Freya mengembuskan napas lega kala melihat Mama sudah ada di hadapannnya.
“Ke mana sih Fey? Mama cariin daritadi,” cerocos Mama yang belum menyadari keberadaan Yudhistira.
Saat Freya tak juga menjawab, barulah Mamanya sadar bahwa ada orang lain bersama mereka. Seketika pandangan Mama menelisik sosok pria yang berdiri di sebelahnya. Sesaat Mama Freya memuji dalam hati sosok Yudhistira yang dianggapnya memiliki segala aspek idaman sebagai calon menantu.
“Ini siapa Fey?” tanya Mama akhirnya.
“Ini...”
“Saya Yudhistira, teman kantor Freya, Tante.” Lagi-lagi ucapan Freya dipotong.
“Oh, saya Mamanya Freya. Tante nggak pernah tahu Freya punya teman kantor ganteng begini.”
Freya menggigit bibir bawahnya gemas. Berteriak dalam hati merutuki betapa blak-blakan Mamanya. Entah apa yang akan dipikirkan Yudhistira tentang Freya dan ibunya nanti.
“Sudah lama kerja di kantor Freya?” tanya Mama Freya lagi.
“Belum lama, Tante.”
Dan Freya hanya bisa terdiam kala Mamanya mengambil alih pembicaraan. Bersikap layaknya polisi yang sedang menginterogasi Yudhistira. Yang Freya tak habis pikir, pria itu mau meladeni sesi interogaso sang Mama. Sikapnya pun berbeda seratus delapan puluh derajat kala bersama Freya. Yudhistira berubah menjadi orang yang ramah kala menjawab pertanyaan-pertanyaan menjurus ingin tahu sang Mama.
Sampai sesi interogasi keduanya harus terhenti karena Yudhistira yang menerima telepon. Setelahnya pria itu berpamitan dengan alasan pria itu memiliki urusan mendesak. Padahal Freya tahu jika Yudhistira ingin bersama dengan kekasihnya. Karena ia sempat melihat wanita Yudhistira saat pria itu menerima telepon.
“Yudhistira ganteng ya Fey?”
Mama membuka obrolan sepanjang perjalanan pulang mereka. Namun Freya hanya menjawab dengan gumaman. Dan berusaha untuk fokus menyetir.
“Kamu nggak mau coba untuk pendekatan sama dia, Fey. Kayaknya anaknya baik.”
Mata Freya membulat. Mamanya ingin Freya mendekati Yudhistira? Tidak terima kasih. Mama belum tahu saja seperti apa pria itu. Lagipula Yudhistira sudah memiliki kekasih. Andaipun pria itu masih sendiri, jelas Freya akan berpikir seribu kali untuk menjalin hubungan dengannya.
“Fey, coba kamu...”
“Dia sudah punya pacar Mama. Dan asal Mama tahu statusnya itu duda. Dia sudah punya anak satu.”
Penjelasan Freya jelas membuat Mamanya terkejut. Tak menyangka pria seperti Yudhistira ternyata sudah pernah menikah. Dan yang membuat kecewa pria itu justru telah memiliki kekasih. Padahal tadi Mamanya berencana untuk meminta Freya mengenal Yudhistira lebih jauh. Tapi ya memang, pria tampan dan mapan seperti Yudhistira mana mungkin sepi dari perempuan yang berusaha mendekatinya. Padahal Mamanya sudah menaruh harapan pada pria itu. Tapi mungkin memang, lagi-lagi bukan jodohnya Freya.
...
Jika ada hal lain yang diinginkan Freya selain segera menemukan calon suami, maka terhindar dari masalah adalah hal lainnya. Dalam seminggu, tak henti masalah menghampirinya. Freya tahu manusia memang tak bisa lepas dari yang namanya masalah. Tapi sehari saja, tak bisakah Tuhan berbaik hati dan menghindarkan Freya dari masalah. Terlebih masalah kali ini bagi Freya cukup berat.
Gadis itu langsung keluar dari mobilnya kala benturan cukup keras menghantam bagian depan mobil Freya. Dengan panik Freya langsung berlari menghampiri sisi depan mobilnya. Dan refleks bibir Freya terbuka lebar kala melihat kerusakan pada mobilnya.
“Ck, parah!” desah pria bermotor yang tadi menabrak Freya.
Gadis itu lantas mengalihkan tatapan menuntutnya pada si pengendara motor yang ceroboh tersebut. Kecelakaan kali ini jelas bukan kesalahan Freya. Tapi si pengendara motor yang menabrak mobilnya. Padahal Freya sudah berkendara dengan lambat.
“Mobil saya juga parah loh, Mas.” Freya bersuara membuat pria itu mengalihkan tatapan dari motornya pada Freya.
“Tapi motor gue kayaknya nggak bisa berfungsi.”
Freya mengernyit. “Maksudnya? Bukannya kamu yang salah. Kamu kan yang nabrak mbobil saya?”
“Oh ya? Tapi di mana-mana, kalau terjadi kecelakaan bukannya kendaraan yang lebih mahal yang jadi tertuduh?”
Freya menatap tak percaya pada pria itu. Logika darimana itu? Mau siapapun pemilik kendaraan paling mahal, tapi dalam hal ini, Freya lah yang menjadi korban. Sudah jelas pria itu yang menabrak mobilnya. Dan sekarang dia malah meminta Freya yang harus bertanggung jawab? Wah, prinsip hukum macam apa itu.
“Mau mobil saya lebih mahal atau motor sport kamu tetap saja di sini, kamu yang menabrak saya. Jadi...”
Omelan Freya terpotong saat pria itu mengangkat telunjuknya. Meminta Freya untuk diam karena ia akan menjawab panggilan teleponnya. Sikap tak sopan pria itu membuat Freya makin tak habis pikir. Masih ada orang seperti pria itu di dunia ini ternyata.
Freya yang kesabarannya sedang diuji hanya bisa mengembuskan napas kesal. Gadis itu bersidekap sembari menunggu pria tersebut selesai bertelepon. Tak lama si pria kembali menghampiri Freya.
“Jadi...”
“Mana kunci mobil kamu?” perintah si pria yang membuat Freya makin bingung.
“Maksudnya?”
Tanpa sopan santun, pria itu merebut kunci mobil dari tangan Freya. Menarik gadis itu sembari membuka pintu penumpang. Freya yang terdesak bahkan tak bisa melakukan protes apapun.
“Hei, kamu nggak sopan. Maksud kamu apa...”
“Gue buru-buru, nggak punya waktu buat jelasin. Jadi sekarang kita pergi dulu. Setelah urusan gue kelar, baru kita selesaikan urusan kita.”
Freya bahkan tak diberi kesempatan untuk bicara. Pria itu sudah melajukan mobil Freya dengan kecepatan penuh. Membuat sang empunya mobil makin tak habis pikir. Hingga tiba-tiba Freya teringat sesuatu.
“Motor kamu gimana?”
“Gampang. Gue udah telepon teman buat bawa itu ke bengkel.”
Kembali Freya dibuat terkejut oleh ulah si pria. Tapi selama perjalanan Freya tak lagi bicara. Hingga mereka tiba di sebuah studio foto. Mobil berhenti dan pria tersebut pun meminta Freya untuk ikut dengannya.
Tergesa pria itu berlari hingga Freya mau tak mau juga harus berlari untuk mengimbanginya. Tak ada waktu bagi Freya untuk mencari tahu studio foto milik siapa ini. Karena saat ini yang harus dilakukannya adalah mengejar pria asing yang masih memegang kunci mobilnya.
“Lo terlambat, setan! Gue tungguin lo dari sejam yang lalu, Deniz!” sebuah suara teriakan langsung menyapa ketika Freya dan pria tersebut memasuki sebuah ruangan.
“Sori, Rik. Gue kecelakaan tadi. Sekarang di mana kliennya?”
Pria yang dipanggil Rik tersebut kembali akan melontarkan kemarahannya. Namun saat menyadari kehadiran Freya, pria itu hanya menaikkan sebelas alisnya. Bingung.
“Siapa dia?” tanyanya. Freya yang tahu bahwa dirinya yang dimaksud hanya diam membatu.
“Nanti gue jelasin. Sekarang gue ke studio dulu. Lo urusin dulu dia, oke!”
Deniz bertitah pada sahabatnya untuk mengurusi Freya. Sementara pria itu sudah berlari memasuki studio untuk bertemu dengan klien yang tadi mereka bicarakan.
“Alarik, temannya Deniz. Cowok tadi yang datang bareng lo.” Arik mengulurkan tangannya pada Freya yang disambut gadis itu dengan bingung.
“Freya.”
Arik tersenyum kala gadis itu menyambut uluran tangannya. Pria itu sempat terkejut saat mendapati Deniz datang bersama seseorang. Terlebih perempuan yang baru pertama kali Arik lihat.
“Siapanya Deniz?” tanyanya menyelidik.
“Bukan siapa-siapanya. Bahkan saya nggak kenal dengan teman kamu itu.”
Jawaban lugas Freya membuat Arik tercengang. Pantas saja gestur keduanya tak menyiratkan keakraban sedikitpun sejak keduanya tiba.
“Lalu, gimana bisa kenal Deniz?”
“Punya sofa untuk duduk? Enggak enak berbincang sambil berdiri begini.”
Arik tertawa dengan sindiran Freya. Terlalu ingin tahu hingga ia lupa untuk menawarkan tamunya duduk. Pria itu membawa Freya ke ruangan yang biasa digunakan klien untuk menunggu. Bersikap sopan dengan menawarkan gadis itu minuman yang diterima Freya dengan senang hati.
“Jadi, gimana ceritanya kalian ketemu?”
“Teman kamu nabrak mobil saya. Dan karena katanya terburu-buru dia malah bajak mobil saya dan narik saya ke sini.”
Arik menggelengkan kepala. Tak habis pikir dengan tindakan Deniz. Seenaknya saja dia membawa anak gadis orang. Tapi ia juga tahu memang seperti itulah karakter sahabatnya itu. Kadang suka tak pikir panjang.
“Lo tenang aja. Deniz pasti tanggung jawab kok atas kerusakan mobil lo. Kalau dia nggak mau, gue yang potong dari honornya nanti.”
“Memangnya dia bekerja di sini?” tanya Freya mencoba mencerna apa yang baru saja disampaikan Arik.
“Dia fotografer, lepas sih. Tapi dia nggak pernah nolak kalau gue minta dia untuk nanganin klien di sini. Karena hasil foto tuh anak emang bagus banget. Makanya klien pada puas sama hasilnya dan suka minta dia terus yang foto.”
“Kenapa dia nggak mau jadi fotografer tetap?”
“Katanya nggak bebas. Deniz nggak suka terikat.”
Freya mengangguk paham. Dari luar saja ia bisa melihat pria bernama Deniz itu memang sosok yang menyukai kebebasan. Jenis pria yang sudah pasti tak akan sesuai dengan kriteria calon suami idaman Freya. Tunggu, apa Freya berniat memasukkan Deniz dalam daftarnya? Freya menertawai dirinya sendiri yang sudah punya pikiran melantur. Meski tak ada salahnya berpikir seperti itu. Tak ada yang tahu jodoh manusia seperti apa kan. Salahkah jika Freya berpegang pada petuah, takkan lari jodoh kukejar. Akan tetapi, memangnya pria bernama Deniz ini bersedia menjadi jodoh Freya?
...
Note : Freya kembali mencari cinta. Eh salah, mencari calon suami. Karena Freya gak butuh cinta. Freya sekarang butuhnya calon suami. Urusan cinta bisa diatur belakangan. Selamat berkenalan dengan Deniz, sang fotografer freelance. Akankah dia jadi pelabuhan terakhirnya Freya? atau bakal sama si duda? Heeeemmmmm....
Ps : makasih koreksi typo dan lainnya
Rumah, 22/18/12
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top