4. MOS Hari Kedua - II
Semua berkumpul di tengah lapangan. Ketua OSIS, Kak Kevan, memulai pembukaan dengan memberikan detail acara untuk hari ini. Semua cewek nggak ada yang berisik. Diam, menyimak, atau lebih tepatnya terpana dengan ketampanan dan karismanya, bahkan, anggota OSIS cewek pun sama, tak terkecuali Kak Farah. Artis jadi-jadian sampai senyam-senyum nggak jelas. Kesambet setan alas nih, kayaknya.
Dara berbisik di sampingku, "Lo tau nggak, ada cewek kelas X-2 yang cantiknya ngalahin temen kita, si Sasha? Tuh anaknya, tepat di samping gue, barisan sebelah. Namanya, Cantika. "
Aku mengikuti arah pandang Dara. Sasha itu, salah satu primadona di SMP-ku. Cantiknya sudah buat aku iri dari dulu, salah satu mantannya Tomi juga.
"Kayaknya saingan lo kali ini bakalan lebih berat, deh."
Kalau lihat ekspresinya sih, setuju banget apa kata Dara. Tuh lihat, mandang Kak Kevan aja hampir netesin liurnya, gitu.
Huft ... kayaknya, aku harus lebih agresif lagi, nih.
MOS kali ini berbeda jauh dengan MOS yang pernah aku ikuti sewaktu SMP. Biasanya kalau SMP tiap regu diisi 10-12 anak. Tapi di sini, tiap regu dibuat per kelas. Bagus juga sih, biar kita bisa saling kenal dan kompak.
Sekarang, yang berbicara di depan bukan Kak Kevan lagi, melainkan wakilnya, si garang. Ini cowok, kata Dara, termasuk tampang playboy, katanya kemaren sudah ada beberapa teman kita yang kena gombalan sama rayuannya. Aku sama Dara sebenarnya 11, 12, kalau lihat cowok playboy, bawaannya langsung ingin muntah, alergi mendadak.
Acara diawali dengan senam di pagi hari, dan dilanjutkan dengan kegiatan penampilan yel-yel antar kelas.
Berikutnya, kita diminta mengeluarkan semua bekal sesuai daftar syarat wajib MOS yang tertulis di mading. Bukan bekal nasi, sih. Bekal aneh, tapi pasti ada sesuatu yang lucu nantinya.
Tuh, kan, ada beberapa murid yang nggak sesuai dengan tebakan mereka.
Disuruh bawa permen 17+, harusnya kan permen kis, malah yang dibawa permen kopiko, termasuk Tomi.
Disuruh bawa buah berurat, eh, malah bawanya apel, bukannya jeruk.
Minuman daerahku, harusnya kan mizone. Maya, cewek genit di kelasku, bawanya 2 jenis minuman, coca cola sama fanta.
Nih orang kaya, yang dipikir apaan, sih?
Giliran Dara, disuruh bawa jenis makanan yang berkode pocong Indonesia, dia malah bawa lontong. Emang, lontong ngikatnya ditali pocong, hahaha....
"Lo jangan ngetawain gue!" Dara melotot tajam ke arahku.
"Hahaha ... lo sih lucu, pocong Indonesia itu mah, sama aja sosis, bukan lontong. Lagian, tumben lo nggak tanya gue dulu?"
"Kalau kemaren tanya, sama aja nggak bikin surprise dong," tutur Dara. Aku terkikik geli melihat Dara yang manyun 3cm.
Ada satu lagi yang bikin aku ngakak.
Kodenya sih disuruh bawa bis tahan capek, bukannya membawa biskuat, eh, malah bawa BIS JERKY.
Kalian tahu, siapa yang bawa?
CANTIKA.
Itu bukan makanan manusia, tapi makanan anjing. Bwahahahahahahaha....
Semua yang ada di lapangan kontan tertawa. Di antara semuanya, aku yang tertawa paling keras di sini. Mumpung sama saingan sendiri! Apalagi, di produknya terdapat foto anjing yang segede tong sampah.
Ketawaku makin kencang, sampai air mataku tumpah ruah. Ini cewek, cantik-cantik kok oon.
Dari semua murid baru yang berjumlah lebih dari 200 anak, tebakan yang jawabannya benar 100 persen, hanya berjumlah 23 murid, termasuk aku dan cowok cuek yang entah, siapa namanya.
Setelah beberapa menit, Kak Kevan turun tangan dan meminta kita untuk diam. Karena yang salah menjawab jumlahnya lebih banyak, Kak Kevan memberikan hukuman kepada mereka untuk membuat makalah secara berkelompok dan besok harus segera dikumpulkan.
Nah, ya ini, salah satu contoh pemimpin yang bijaksana. Hukuman itu nggak harus bentuk fisik atau bentakan, bukan. Tapi bisa dengan cara lain yang lebih mendidik.
Cara Kak Kevan jauh lebih efektif dan sesuai dengan tujuan pendidikan daripada sebuah ajang kekerasan di dalam institusi sekolah maupun kampus.
Ahh, makin klepek-klepek nih sama Kak Kevan.
Bel berbunyi, tanda untuk istirahat. Aku melihat sejenak lembaranku yang baru terisi satu tanda tangan Kak Kevan. Ingin rasanya hanya satu tanda tangan itu aja yang tertulis di lembaran putih ini. Tapi nggak mungkin boleh, kan? Kemudian aku berpikir, mungkin enam atau tujuh tanda tangan lagi, hanya untuk formalitas aja. Toh, ujung-ujungnya nanti kena hukuman.
Aku mencari kakak kelas yang bergerombol. Lumayan, dapat satu hukuman, lima tanda tangan digenggaman.
Aku bersiul ceria dan melihat sekeliling. Kali aja, ada kakak kelas yang bergerombol lagi. Dari belakang aku melihat ada 3 Kakak OSIS yang sedang bercanda.
"Kak, boleh minta tanda tangannya?" ucapku.
Setelah mereka berbalik, aku benar-benar terkejut. Sungguh. Apa boleh aku menghilang saat ini juga?
Aku buru-buru berbalik setelah melihat siapa, tuh cowok. Dari pada dibuat malu terus.
"Woy ... kesini!"
Telat. Mampus!
Aaaaaaa ... gawat, gawat.
Lari nggak, ya? Kalau aku balik badan, si curut-curut itu bakalan mencincangku di depan Kak Kevan.
Ok, sekarang, LARI!
"Eit, mau ke mana lo?"
Shit!
Cowok gila ini, sudah duluan menghadangku sambil merentangkan kedua tangannya, menghalangiku.
"Emang Kakak pikir, saya ayam!" ucapku galak, sambil berkacak pinggang.
"Buat jaga-jaga, siapa tau lo mau kabur." Ia menyengir lebar. "Ayo, kembali ke tempat semula."
Ia menggiringku balik badan, berjalan ke tempat mereka semula, di bawah pohon rindang belakang sekolah.
"Lo kenapa nunduk, gitu? Kayak cacing kepanasan, lagi."
Kampret!
Tuh mulut memang nggak pernah di sekolahin, kali ya. Mulut asal jeplak aja. Nggak tahu apa, nervous woy ... nervous, ada cowok ganteng di depan.
"Suka-suka saya dong, Kak," jawabku sewot. "Haiiii ... Kak Kevan...." Mending nyapa Kak Kevan, hitung-hitung PDKT.
Kak Kevan tersenyum. "Hai, Frel. Mau minta tanda tangan?" tanya Kak Kevan.
"Wuidih ... yang disapa cuma Kevan aja, nih!" sindir si kalem. Pura-pura nggak dengar aja, deh.
"Iya, Kak. Tanda tangannya Kak Kevan, boleh?"
Alis tebalnya berkerut bingung. "Bukannya, kemarin sudah tanda tangan?"
Aku meringis, mulai melancarkan aksiku. "Tanda tangannya bukan di kertas, Kak, tapi ... eee ... di ... eeeee ... di hatiku." Kugigit bibir bawahku.
Setelah aku sadar apa yang barusan aku ucapkan, seketika kututup mataku dengan kedua tanganku. Malu, super malu! Mau aku kemanain ini wajah kalau Kak Kevan nggak suka rayuanku, malah jijik.
Nenek, kakek, tolong....
"Bwahahahahahahahaha...."
Aku sudah tahu, pasti mereka berdua bakalan kayak gini. Ngetawain aku lagi. Aku sih, sudah kebal sama tawa mereka berdua. Tapi, yang aku khawatirkan bukan itu.
Kubuka tanganku perlahan, aku hanya ingin memastikan reaksi Kak Kevan.
Melongo? Reaksi apaan, tuh!
Apa selama ini ia nggak pernah dirayu cewek? Ah, nggak mungkin. Jika melihat dua hari ini, bagaimana tingkah para cewek yang tiap menit ngekorin Kak Kevan, nggak mungkin kan, hanya karena rayuanku Kak Kevan bakalan pingsan.
Setelah kedua temannya berdeham, Kak Kevan baru bereaksi. Ia tiba-tiba batuk dan menggaruk kepalanya.
Apa aku boleh nebak Kak Kevan salah tingkah? Ah, manis sekali Kak....
"Ada yang salting tuh, Al," celetuk si kalem
"Eee ... Kak, saya minta tanda tangan kalian berdua juga ya?" Aku mengalihkan pembicaraan, kasihan Kak Kevan wajahnya sampai merah, gitu.
Semoga ini pertanda bagus buatku, yeay....
"Boleh, tapi kita punya tantangan buat lo. Berani?" tantang si garang, sebelah alisnya terangkat meremehkanku.
Wajahnya yang songong itu, lama-lama pengenku gampar.
"Udah gue duga, keberanian lo sama kayak tubuh lo. PENDEK."
Mataku melotot. Apa? Dia bilang apa?
PENDEK?
Satu kata yang membuat emosiku mendidih. Aku menggertakkan gigiku dengan sekuat tenaga, membayangkan meremukkan seluruh tubuh cowok di depanku ini.
"Ok, saya terima tantangan Kakak," Dengan semangat membara aku terima tantangannya. "Dengan satu syarat, JANGAN SEBUT AKU PENDEK LAGI."
Mereka tergelak bersama-sama.
"Nggak ada yang lucu, Kak." Aku menghentakkan kakiku, dan berbalik pergi meninggalkan mereka.
"Ok, deal. Gitu aja marah! Sini, mana kertasnya."
Aku membalikkan lagi tubuhku dan menyerahkan kertas lembaran kepada mereka berdua.
"ARI HAKIM HERLAMBANG." Nama dari cowok yang wajahnya kalem. Lumayan keren namanya.
Aku beralih membaca nama satunya lagi. "ALVIN MANSYUR SUBAWANNUR." Aku membekap mulutku tak percaya. Sedetik kemudian, giliran aku yang terbahak-bahak.
"Bwahahahahahahaha...."
Sekarang aku jongkok memegangi perutku, tawa ini belum bisa aku hentikan, makin lama makin membahana. Beberapa siswa bahkan ada yang mulai berkumpul melihat kami.
Sebelum aku kasih tahu, kalian jangan mikir aku gila, ya. Kasih aku waktu menertawakan si garang dengan sepuasnya.
Aku lihat mereka bertiga menatapku bingung. Apalagi si garang, sepertinya ia ingin menerkamku hidup-hidup.
"Heh, lo gila, ya! Nggak ada yang lucu di nama gue." Ia menunjuk-nunjuk mukaku dengan membabi buta.
Ide jahilku muncul di permukaan. "Yakin, Kak, nggak ada yang lucu?" Kedua alisku sengaja kunaik turunkan untuk menggodanya.
"Gue yakin, seyakin-yakinnya." Ia menyilangkan tangannya di depan dada, dan berusaha tak terpengaruh apa yang akan aku katakan nanti.
"Saya harap setelah mengatakan ini, Kakak nggak akan nangis dan meronta-ronta saat pulang sekolah nanti."
Kak Kevan dan Kak Ari melihatku dengan penuh tanda tanya.
"Gue nggak takut dan nggak bakalan ngelakuin hal bodoh seperti yang lo ucap. Ayo cepat katakan!"
Bisa kulihat ekspresi si garang yang sangat geram, namun ekspresi itu membuatku tertawa lagi. Benar-benar lucu sekali. Matanya melotot tajam hingga urat-urat pada wajahnya terlihat.
"Ok, ok, akan saya katakan, Kak." Cukup sampai di sini aku menggodanya, aku nggak mau membangunkan singa yang sedang kelaparan. "Ehm, Kakak tau kepanjangan nama penyanyi dangdut Mansyur S?" tanyaku sengaja mengecilkan suaraku, agar tak terdengar siswa lain.
"Jadi, cewek kayak elo suka dangdut beginian?" Ia tersenyum miring, mengejekku.
"Enak aja, yang suka dangdut itu nenek. Tiap hari selalu nyanyi dangdut, apalagi dangdut zaman dulu. Termasuk lagunya, MANSYUR S." Aku menekan kata nama terakhir, supaya ia sadar maksudku.
Gleg! Si garang menelan ludah dengan susah payah. Wajahnya seketika berubah pucat, sedangkan kedua temannya sudah menahan tawa dari tadi.
Lalu aku bergerak maju beberapa langkah mendekatinya, dan berbisik tepat di telinganya, " Kak, mau tau nggak, kepanjangan pedangdut Mansyur S?" Ia makin melotot, mungkin sebentar lagi bola matanya akan keluar dan menggelinding ke bawah. Aku tahu sebentar lagi riwayatku akan tamat. Aku mundur beberapa langkah, dan bersiap-siap mengatakan, "Namanya adalah ... MANSYUR SUBAWANNUR," teriakku keras.
Tawa Kak Kevan dan Kak Ari menggelegar ke mana-mana. Aku senang menatap tawa Kak Kevan yang lepas. Baru kali ini aku melihatnya, dan ternyata ia semakin tampan. Tapi, aku segera tersadar setelah mendengar geraman dari si garang.
Aku menelan ludahku hati-hati. Kurasa atmosfer mulai berubah. Sepertinya si garang siap megeluarkan tanduknya untuk menyerudukku.
Aku benar-benar mendapat masalah besar!
Aku mundur pelan-pelan, segera berbalik dan mengambil langkah seribu.
"Woy, cewek pendek, jangan kabur lo...."
..............................***...............................
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top