18. Persiapan

Untuk acara malam ini aku memilih dress santai warna hitam selutut dengan lengan pendek, kupadukan dengan sneakers putih kesayanganku dan jam tangan berwarna putih yang melingkar di pergelangan tangan kiriku. Rambut panjang hitam lurusku, kubiarkan tergerai untuk menambah kesan manis pada gaya busanaku.

Aku paling nggak suka dandanan yang terlalu ribet dan ramai. Aku lebih suka yang simple tapi tetap terlihat elegant. Seperti ini, girly namun tetap terlihat casual.

Kutolehkan kepala ini ke kanan, tepat di sampingku ada Dara yang semobil denganku. Ia terlihat melepas jaket yang sebelumnya menutupi beberapa bagian tubuhnya.

Kupandangi Dara dari ujung kaki sampai atas. Dahiku berkerut dan sontak melotot setelah melihat penampilan Dara malam ini.

Ia memakai high heels super tinggi, tas tangan kecil yang berwarna senada dengan sepatu, gaun sutra merah menyala di atas lutut dengan belahan dada terbuka dan menonjol. Di bagian leher diberikan aksesoris kalung mutiara tumpuk tiga, serta gelang ulir bunga warna-warni. Rambutnya digelung sedemikian rupa dan menyisakan anak rambut yang dibiarkan tergerai di kedua sisi wajahnya, dengan riasan yang agak begitu tebal dan lipstik merah semerah bibirnya Ussy.

"Apa-apaan, nih, Ra. Tumbenan banget lo mau pakai dress merah terang gini? Ini semua dari mana, Ra? Bedak lo, lipstik lo. Astaga ..., lo mau nyinden ke mana?" tanyaku beruntun begitu melihat dandanan Dara yang rada aneh.

Memang benar, Dara biasanya nggak pernah memakai dress warna terang yang terlalu menyala, ia selalu bilang nggak PD kalau dipadukan dengan warna kulitnya. Dan ia juga punya segudang majalah fashion yang berisikan tentang bagaimana cara panduan berpakaian yang tepat untuk acara-acara tertentu, tren fashion masa kini dan beberapa langkah tepat memakai makeup, serta tips mengenai kecantikan untuk para wanita. Jadi, wajar kan reaksiku sekaget ini!

"Enak aja dibilang nyinden?! E-emang kenapa bedak gue? Ketebelan ya? Ah, nggak mungkin. Perasaan lo doang itu." Sanggah Dara salah tingkah sambil memegang kedua pipinya.

"Lo pikir bisa bohongin gue, Ra! Gue tau semua otak dan pikiran lo. Lo sengaja kan, bikin bedak lo makin tebal? Masih nggak mau ngaku, hah!"

"I-iya deh, gue ngaku. Gue sengaja bikin bedak gue lebih tebal, bi-biar wajah gue nggak keliatan item banget, Frel. Kan lucu, ntar dikirain ada baju terbang, lagi."

Penginnya sih ngakak, berhubung lihat Dara yang manyun 3cm, dan bagaimana sensitifnya dia kalau sudah menyangkut masalah kulit hitamnya, buru-buru deh kubuang jauh pikiran yang pengin ngetawain Dara.

Heran, padahal Kak Rian kulitnya putih lho. Warna kulit Dara lebih dominan mengikuti warna kulit papanya, sedangkan Kak Rian lebih condong ke warna kulit mamanya yang putih dan bersih.

Kalau soal warna kulit, Dara memang sering uring-uringan. Katanya, mamanya nggak adil soal membagi warna kulit, kenapa harus semua dikasihkan ke Kak Rian? Dodol tuh kan, anak. Padahal mama sama papanya nggak ada hubungannya mengenai pembagian warna kulit. Tapi sayangnya yang sering jadi bahan omelan dia, selalu papanya. Untung aja papanya sabar, kalau nggak, bakalan digantung di pohon pisang, kali.

"Terus, dapat ide dari mana lo warna lipstik terang benderang kayak gini?" tanyaku kemudian.

"Eh, gue semalem searching di google, ternyata wanita yang memilih warna merah untuk lipstik, bisa membuat wanita terlihat lebih seksi dan hot, loh. Untung gue inget mama juga punya lipstik warna merah, Frel. Bisa gue pinjem, deh." Hmm ... pantesan.

Omong-omong soal menonjol, aku baru sadar ada keanehan yang begitu ganjil di bagian dada Dara. Kusipitkan mataku lalu kocondongkan tubuhku, Dara refleks bergerak mundur sambil menyilangkan tangannya ke dada, membuatku semakin yakin bahwa ada sesuatu di sana.

"Apa yang lo sembunyiin, Ra?" tanyaku penasaran.

Dara menggelengkan kepalanya hebat. "E-enggak ada kok, hehehe...."

"Gue tau lo lagi nyembunyiin sesuatu dari gue, Ra. Percuma lo sembunyiin, lo nggak bisa bohongin gue lagi." Aku menyeringai menatap Dara. "Loh, bukannya itu Kenn ya, Ra?" Seketika Dara menoleh keluar jendela mobil mengikuti arah telunjukku.

Hihihi ... emang enak dikerjain?!

Selagi Dara lengah, kutarik dua gulungan warna putih yang menyembul dibalik dadanya.

HAH?

Aku melotot dan menganga lebar setelah tahu apa yang ada di genggaman tanganku.

Apa ini? KAUS KAKI??

Aku mengerjap beberapa kali dan kemudian, "Hwahahahahahaha...."

Aku tertawa terpingkal-pingkal melihatnya, suara tawaku naik beberapa oktaf dan menggelegar. Aku nggak habis pikir kelakuan Dara. Segitu inginnya dipandang Kenn, sampai-sampai ia rela merubah semua penampilan fisiknya.

"Ya, ya, ya, puas-puasin aja lo ketawa, kampret!"

Dara menggumam tak jelas sambil merebut paksa kaus kaki yang masih aku ayun-ayunkan di depan wajahnya.

"Salut gue sama elo, Ra. Persiapan lo bener-bener fantastis buat Kenn." Aku kembali tertawa ngakak.

Bisa-bisanya ia memakai kaus kaki untuk menyumpal buah dadanya agar terlihat berisi dan besar.

Sempat kulihat dari kaca spion tengah, Pak Komar sopirnya Dara, tadi juga ikut tersenyum kecil. Mungkin beliau mikir, anak majikannya udah mulai nggak waras.

"Lo tau, Frel, gue yakin nanti pasti Kenn akan terpesona melihat keseksian tubuh dan bibir gue yang hot ini," ucap Dara optimis dan tersenyum misterius sambil tangannya memainkan anak rambutnya yang tergerai.

Sesekali ia menjilat bibirnya sendiri dan memamerkan bibirnya yang merah sambil memonyongkan bibirnya ke arahku. Tak lupa ia tersenyum nakal padaku.

Aku sukses terdiam dan bergidik ngeri.

Nggak kebayang bagaimana respons Kenn saat tahu apa yang akan dipersembahkan Dara untuknya. Apalagi setelah melihat penampilan Dara yang super duper kelewat berani.

Matanya akan melototkah? Akan lari terbirit-biritkah? Atau, malah langsung pingsan mendadak?

Entah, yang pasti ini bakalan seru.

............................***..........................
Bersambung di bab berikutnya ya...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top