Sisa Ruang Menunggu Waktu

Halaman parkir sekolah yang sejak dulu dikenal sebagai SMANDASA, masih ramai dengan motor yang diparkir, kelas memang baru akan berakhir satu jam lagi. Ruang TU, Kantor Guru, juga Laboratorium IPA dan Komputer sudah banyak berubah. Gedung pun sudah bertingkat tiga. Cat dinding warna krem dan cokelat tua telah berganti menjadi biru terang. Sangat berbeda jauh dibanding lima tahun yang lalu.

Diansyah, Januar, dan Ariya sudah berjanji akan bertemu di sekolah ini satu jam yang lalu. Namun, sosok bernama Ariyanti Putri masih juga belum muncul.

Setelah tamat dari SMA bergengsi tersebut, tak membuat gadis yang baru saja selesai sidang kompre itu berubah. Masih sering terlambat. Bukan sekali dua kali gadis itu datang telat, kedua sahabatnya itu tahu betul kelakuannya.

"Duh, makan apa lagi, nih?" Dian berkata sambil melirik meja panjang yang berjejer di kantin. Ia tidak pernah mempermasalahkan kedatangan Ariya yang lagi-lagi terlambat. Akan tetapi, jajanan di area sekitar sekolah sudah dicicipi semua. Pria tambun itu memang hobi makan. Channel YouTube-nya saja berisi tentang makan dan makanan.

"Lo belum kenyang juga, Bro?" tanya Janu sambil mengeleng-geleng heran. Sebab laki-laki yang telah bekerja di sebuah instansi pemerintah itu, lebih memilih bermain game sambil menunggu.

"Belum, gue masih punya tembolok buat nyimpen lima bakwan dan satu mangkok bakso, nih. Eh, plus es campurnya Mang Dadang juga."

"Astaga, Bro, nungguin si Ariya bisa bikin lo kena diabetes. Mana lama banget lagi dia."

"Ish, jangan nyumpahin, dong. Gue soalnya nggak kayak lo yang bawa kamera sendiri buat bikin video. Kalo dipake main bisa-bisa batere hape gue soak sebelum kita mulai ngonten."

"Ya, mending kita lakuin hal lain. Daripada makan terus, gara-gara ini gue harus nge-gym lagi supaya BB gue terjaga. Bisa naik satu kilo kalo si Ariya belum dateng juga."

"Astaga! Baru juga sekilo. Apa kabar gue yang kelebihan 25 kilo."

Janu masih ingin membantah dengan pendapatnya, setelah lulus sekolah ia memang sangat memperhatikan kondisi tubuh. Pola makan Dian, membuat pria itu gemas ingin ceramah masalah pentingnya menjaga pola hidup sehat. Akan tetapi, gadis yang sejak tadi ditunggu akhirnya datang dengan senyum tanpa dosa.

"Tuh, tuh anaknya!" Dian langsung menyambut gadis tersebut.

Bagi Dian dan Janu, Ariya itu sahabat sejati. Gadis mana coba yang mau berkawan dengan mereka selain gadis itu? Enggak ada?

Padahal, kedua pria itu the real good boy. Di mana tipe seperti ini bakal dihindari para cewek di sekolah. Satunya gendut, sedang yang lain tipe 'kutu buku'. Itu sebabnya, Ariya tak pernah dianggap sebagai wanita oleh kedua orang itu. Bagi Dian dan Janu, Ariya itu memiliki jiwa laki-laki yang terperangkap dalam tubuh perempuan.

Jadi, meski gadis itu tampak semakin cantik di usia 23 tahun, keduanya tetap tak bisa memandangnya sebagai seorang gadis. Malah kalau ada pria yang mendekati Ariya, dianggap bukan pria normal oleh keduanya. Mereka memang sekejam itu.

Contohnya, saat Janu membonceng dengan motor bututnya dulu. Pas mogok di tengah jalan, dengan tega ia meminta gadis itu untuk mendorong motornya sampai pom bensin. Anehnya, Ariya tidak pernah menolak meski kejadian itu cukup sering terjadi.

Sekalinya Dian pernah menjadikan Ariya sebagai pacar, itu hanya karena ingin membuat kekasihnya—si Vina—cemburu. Meski begitu, Ariya tetap mengiakan dan menjalani hubungan itu tanpa komentar. 

Ketiga orang ini memang punya hubungan teraneh sedunia.

Alasan mereka bertemu di tempat penuh kenangan hari itu, karena tengah memulai program mandiri menjadi YouTuber. Siapa yang absen ngonten maka wajib traktir. Herannya, setahun berlalu, tidak satu pun ada yang absen. Hmm, ini lebih karena mereka terlalu pelit untuk mentraktir satu sama lain.

Dua bulan yang lalu, ketiganya berjanji akan membuat konten bareng di sekolah. Pengurusan izin sudah didapat, tinggal eksekusi saja. Mereka pun sudah sepakat untuk membuat konten sesuai isi saluran masing-masing. Dian yang hobi makan, jelas memilih me-review kantin. Janu yang masih belum bisa move-on dari cinta pertama saat ikut PMR, memilih UKS dan mengulas ekstrakurikulernya. Sedang Ariya yang hobi menulis, memilih perpustakaan sekolah.

Setelah berbasa-basi dengan sang kepala sekolah, mereka pun langsung mempersiapkan diri. Dian langsung ngoceh di depan ponsel sambil mencicipi lagi semua jajanan kantin, eh, bisa-bisanya dia dapat kejadian epik, tarik-tarikan bakwan dengan seorang siswa. 

Sedang Janu, langsung masuk ke UKS sekolah yang fasilitasnya sudah jauh lebih baik dibanding saat mereka bersekolah dulu. Lengkap dengan adanya perawat yang bertugas.

Setelah Ariya memicingkan mata, ia mendapati siapa perawat yang bikin Janu betah berlama-lama di sana. Sampai membiarkan ketua PMR jadi 'obat nyamuk’ selama setengah jam. Yup, Martha. Perempuan itu memilih mengabdikan diri menjadi perawat di sekolah. Ariya berharap, kisah cinta Janu bakal terajut setelah sekian lama tertunda. 

Setelah beberapa waktu, pria itu keluar dari UKS dan melanjutkan kontennya dengan sang ketua PMR—yang masih manyun—dengan wajah tertekuk.

"Kenapa lo? Kontennya nggak asik, ya?" tanya Ariya sambil berjalan menuju perpustakaan.

"Enggak, kok."

"Terus, kenapa lo lemes pas keluar dari UKS?"

"Si Martha."

"Kenapa dengan dia? Kira gue lo bakal jadian."

"Ngarepnya gitu, tapi rupanya dia baru married dua bulan lalu."

"Njir! Cinta lo selamanya jadi bertepuk sebelah tangan, dong!"

"Ish! Kayak lo sama Kak Ucup enggak gitu aja. Udah, ah. Gue mau lanjut wawancara sama anak PMR lain dan video-in demonstrasi mereka."

"Iya, deh, Sori-sori. Btw, kenapa lo jadi bawa-bawa nama Kak Ucup, sih? Doi udah jadi tentara sekarang. Mana inget gue lagi."

"Entah, tiba-tiba aja keinget kalo dulu lo suka banget sama dia."

Ariya hanya tersenyum tipis. Sejujurnya, seperti Janu yang selalu menyimpan cinta untuk Martha, gadis itu juga selalu menyimpan rindu untuk pria yang disebut tadi.

Itu sebabnya dari segala ruangan, perpustakaan adalah tempat pilihannya.

"Hai, teman-teman kepo! Balik lagi nih, sama Ariya yang cantik. Kalian bingung, ya, aku lagi di mana? Tenang-tenang, nggak usah bingung. Aku lagi berada di perpustakan zaman SMA dulu."

Ariya segera memasuki perpustakaan setelah opening video dan menyapa petugas bernama Zainab.

Detak jantung penuh debar rindu, tiba-tiba saja berontak saat memasuki ruang paling berarti itu.

"Boleh saya keliling-keliling, Mbak?" tanya Ariya kepada wanita berambut keriting itu.

"Boleh, Mbak Ariya. Pasti mau ke bagian buku-buku cerita berbahasa Inggris, ya?"

"He-he, si Mbak masih inget sama seleraku, Guys. Dia ini udah kerja di sini pas aku kelas dua. Aku dulu suka banget nongkrong di bagian khusus buku bahasa asing. Sekadar baca buku petualangan tipe-tipe buku Lima Sekawan, gitu."

Ariya pun pergi menuju ruang berukuran 3x3 meter yang memiliki rak paling sedikit. Maklum saja, buku dengan bahasa asing memang sedikit peminatnya.

"Eh, Guys. Aku nemu buku yang dulu pernah aku baca, nih." Ariya menarik beberapa buku cerita berseri dan melambaikannya ke depan kamera.

"Sebagian buku di sini udah aku baca. Berhubung aktif juga di Paskibra jadi nggak bisa baca semua, deh. Nah, ada satu buku yang belum sempat aku selesaikan. Hari ini, aku bakal cari buku itu, kira-kira masih ada nggak, ya?" Sambil mengoceh, Ariya menelusuri rak sambil mencari buku yang dimaksud. Mata gadis itu seketika berbinar saat menemukan buku bersampul ungu dengan gambar tiga orang sahabat di depannya.

"Ini dia. Ya, ampun! Masih ada, lho, ternyataaa. Tersimpan dengan rapi dan dalam keadaan baik. Terima kasih Mbak Zainab."

"Ini, nih, namaku ada di-logbook-nya. Fiks, ya."

Ariya kemudian membuka lembaran buku dan menemukan secarik kertas dari salah satu halaman.

"Eh, kertas apa, nih?" Gadis itu mengambil kertas tersebut dan membaliknya. Sebuah tulisan tangan yang ia kenali, menghiasi lembar kertas yang sudah menguning.

"I-ini?"

Ariya tiba-tiba menjatuhkan ponselnya. Ia sungguh tak menyangka kalau kertas itu adalah sebuah pesan untuknya yang telah lima tahun berada di sana.

Dear, Ariyanti Putri. Semoga saja suatu hari kau akan kembali datang dan membaca buku ini. Sebab aku tak sempat berpamitan. Kalau kau kini membacanya, itu artinya aku sedang dalam masa pendidikan dan akan kembali setelah lima tahun. Kalau saja kau masih sendiri, bolehkah aku memintamu untuk menjemput diri kembali ke pelukan? Aku ingin membagi tiap debar rindu selama masa latihan bersamamu.

Datanglah ke tempat di mana dulu kita pernah mengikuti latihan PBB bersama. Tepat di tanggal 12 Februari 2023, jam sepuluh. Aku akan di sana menunggumu.

Ariya menutup mulut dengan kedua tangan. Ia sungguh terkejut, karena setelah lima tahun buku itu masih menyimpan pesan teruntuk dirinya.

Gadis itu berlari ke arah Janu yang masih mengambil video di lapangan, seraya melambai-lambaikan kertas bertuliskan pesan itu.

"Jan, di mana aja kita dulu pernah latihan paskib, ya? Cepet pikir! Lo, kan, pernah ikut paskib sebelum kepincut sama Martha."

"Eh, maksud elo di belakang gedung diklat yang diujung jalan ini, kan?"

"Gedung LPMP yang di Jalan Way Sungkai, depan Warung Diggers? Kampung Hollywood itu, kan?"

"I-iya." Janu kebingungan, sebab Ariya menanyainya sambil mencengkeram kerah baju dengan sangat kuat.

"Kalo gitu, gue ketemu sama Kak Ucup dulu."

"Eh, sama siapa?"

"Sama cinta pertama gue."

Ariya berkata tanpa menoleh lagi, ia sudah berlari secepat kilat bahkan melewati Pak Dani yang dulu adalah guru tertampan di sekolah. Gadis itu panik karena sekarang sudah jam sebelas siang.

"Kak Ucup, please, tunggu aku."

💕💕💕

Tamat

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top