The Another World University
Selama berabad-abad lamanya, peri dilarang untuk membantu manusia. Entah itu untuk perang, tenaga, makan, kesehatan, uang, dan lain-lain. Semua itu dilarang.
Termasuk di TOW University. Aturan ini juga masih berlaku. Tidak ada satupun dosen pengampu ataupun jajarannya yang berasal dari latar belakang peri, melainkan hanya sebatas mahasiswa yang akan menyelesaikan studinya.
Mereka yang kedapatan atau mendapatkan laporan telah membantu manusia akan dianggap sebagai buronan dan hukuman mati karena mengkhianati bangsa peri.
Meski begitu, bukan berarti peri tidak bisa akrab. Beberapa masih mau berteman dengan manusia dan spesies mahkluk lainnya. Namun, beberapa lainnya juga mencoba sebisa mungkin untuk tidak bersosialisasi dengan manusia.
Baik peri maupun manusia juga bisa saling mengerti. Sekarang hingga nanti, kedua belah pihak ini tidak akan bisa bekerja sama satu sama lain.
~~~
“Elizabeth - Jurusan Sihir”
“Nashi - Jurusan Ilmu Komunikasi”
“Ryuga - Jurusan Anatomi”
“Oichi - Jurusan Pengindraan Jauh”
“Satori - Jurusan Psikologi”
“Treska - Jurusan Kesenian Perang”
“Kali - Jurusan Kedokteran”
Akhirnya kutemukan namaku di antara ribuan peserta Kuliah Kerja Nyata untuk gelombang ini. Dengan lokasinya yang lebih menyenangkan lagi karena berada di Pangea. Dataran besar yang selalu ingin aku kunjungi sejak kecil.
Jujur aku tidak mengenal satupun dari kelompokku. Meski aku punya teman di jurusan Psikologi, tetapi aku tidak mengenal siapa Satori.
Kembali aku mengecek kertas menyala milikku dan memeriksa pesan masuk. Ternyata benar aku sudah memiliki kontak-kontak mereka. Kertas menyala adalah alat komunikasi resmi yang kami gunakan di sini. Ini adalah gulungan kertas yang bisa memberikan semua informasi yang kami butuhkan, mengirimkan pesan ke orang lain, dan lain-lain.
“Hai! Aku Nashi. Jurusan Ilmu Komunikasi. Aku ketua kelompok KKN ini. Nanti sore kuharap kita bisa bertemu untuk membahas program kerja bersama.” Satu pesan langsung masuk setelah itu.
“Tentu. Sampai jumpa nanti sore.”
“Salam kenal semuanya.”
“Salam kenal.”
Waktu berjalan cepat dan singkat cerita kami semua berkumpul. Ternyata memang benar, hanya aku yang peri di sini.
“Semuanya sudah di sini?” tanya ketua kelompok.
“Kurasa belum, kita masih 6 orang.”
“Maaf aku telat, aku baru selesai kelas.” Sesaat setelah gadis di hadapanku menjawab pertanyaan Nashi, satu orang lainnya datang. Kemunculannya juga membuatku kaget, dia adalah manusia.
“Kau pasti Satori.”
“Ya, salam kenal,” balasnya mencoba ramah. Matanya mengarah ke kami semua, sampai dia menemukanku dan terdiam menatapku.
“Hai,” sapaku hangat.
“H–Hai.”
“Baiklah, mari kita mulai. Semua sudah tau kalau kita akan ditempatkan di Pangea. Jadi silahkan kirimkan proker kalian sampai 3 hari kedepan dan akan kuserahkan ke dosen pembimbing.”
“Baik!” jawabku sedikit bersemangat.
“Untuk programku sendiri, aku memilih pemanfaatan burung tukan sebagai bentuk komunikasi efektif.”
“Mengerikan melihat hal itu di sini. Namun, baiklah.”
“Kalau begitu sampai jumpa, kita akan bertemu lagi setelah ini.”
Nashi langsung pergi setelahnya, beberapa yang lainnya juga. Aku masih memilih untuk tinggal, memikirkan program seperti apa yang akan kubuat nanti. Tersisa 3 orang saja yang ada di meja panjang ini sekarang.
“Hei.” Sampai sebuah suara memecahkan fokusku yang tenang. Orang yang terlambat datang tadi, Satori.
“H–Hei, Satori,” balasku mencoba tenang.
“Tidak adil karena aku belum tau namamu.” Satori sepertinya mencoba untuk sedikit dekat denganku, mungkin sekedar perkenalan nama tidak akan membuatku ditahan.
“Kali, jurusan Kedokteran.”
“Satori, jurusan Psikologi,” balasnya dan kemudian menjulurkan tangannya untukku. Posisi tangannya terlihat cukup aneh.
“Senang berkenalan denganmu,” lanjutku setelah kuraih tangannya.
“Kuharap kita tetap bisa bekerja sama dengan baik, terlepas dari aturan yang berlaku itu.”
“Tentu. Ngomong-ngomong kau sudah punya program?”
“Aku cukup bingung. Karena aku mengambil fokus di bidang teleportasi.” Benar juga, jurusan psikologi langsung menetapkan fokusnya di semester pertama. Berbeda dengan jurusanku yang baru melakukannya di semester depan.
“Kau sendiri?”
“Aku sama bingungnya. Mungkin … pembuatan teknologi kesehatan baru bagi masyarakat Pangea,” jawabku asal.
“Ide yang lumayan bagus.” Satori tersenyum. Hanya kubalas sebisanya. Sampai wajahku berubah saat kulihat bayangan kepalaku.
“Ahhh! Sudah jam 5!”
“Sudah mau pulang?”
“Ya! Asrama peri cukup ketat dengan urusan waktu masuk asrama dan—”
“Bagaimana kalau kuantar kau pulang?”
“Apa? Ah, tidak usah, nantinya malah—”
“Aturan yang berlaku adalah peri dilarang untuk membantu manusia, bukan manusia dilarang untuk membantu peri.” Satori langsung meraih tanganku dan menarikku sampai kukira dia mendekapku. “Asrama peri.”
Tanpa sadar, aku sudah sampai di depan gerbang asrama.
“Wow, kemampuanmu sudah lumayan.”
“Aku belum bisa terlalu jauh.” Satori terdengar sedikit terengah-engah. Mungkin hal ini cukup menguras tenaganya. Namun, apa yang bisa aku lakukan? Aku ingin menawarinya masuk untuk istirahat sejenak, tetapi aturan bodoh itu selalu mengekangku.
“Padahal aku bisa terbang. Kalau kau tidak membantu, kau tidak akan seperti ini,” ucapku sedikit memarahinya.
“Hehe! Tenanglah. Aku hanya perlu duduk selama beberapa menit dan semuanya akan pulih,” ucapnya lagi dengan tersenyum.
“K–Kalau begitu, aku masuk dulu.” Kutinggalkan Satori. Tanpa mengucapkan terima kasih ataupun ungkapan semangat agar dia bisa mendapatkan idenya secepat mungkin.
~~~
Kali merebahkan dirinya di atas kasur. Dia cukup senang berkat bantuan Satori jadi dia bisa sampai tanpa dihukum.
“Kali, ada yang ingin bertemu denganmu.” Teman sekamarnya kemudian datang dan terlihat dia datang bersama seorang pria.
“Gary.” Kali langsung terbang cepat ke arahnya kemudian memeluknya erat.
“Hei, jangan di sini!” Pria bangsa peri itu melepas dekapan Kali dan kemudian mencium keningnya. Lalu membawanya pergi ke halaman asrama.
“Kudengar kau akan melaksanakan KKN di Pangea.”
“Ah, benar juga. Kau berasal dari sana, kan?”
“Ya! Mungkin kau bisa berkunjung ke rumahku. Kita bisa membahas tentang hubungan ini kedepannya dengan ayahku.”
“G–Gary, bukankah masih terlalu cepat? Setidaknya biarkan aku menyelesaikan studiku,” ucap Kali sedikit malu.
“Kita hanya membahasnya, aku tidak memaksamu menikah saat itu juga.” Gary juga sama malunya, wajahnya dibalik tudung masih mampu memancarkan warna kemerahan.
“B–Baiklah. Hei, apa itu artinya kau akan pulang?”
“Ya!” jawab Gary semangat. “Aku sudah mendapatkan ijin dari kepala asrama, aku akan pergi besok. Kau sendiri?”
“Mungkin minggu depan.”
“Kalau begitu sampai jumpa minggu depan.” Gary kembali menarik tangan Kali dan mengantarnya naik kembali ke asrama. Sedikit kecupan manis di kening sebelum mereka kembali berpisah di kamar masing-masing.
Besok harinya, Kali kembali bertemu dengan semua kelompok KKN-nya dan mengumpulkan semua rencana program kerja yang akan mereka lakukan.
“Kurasa tiga hari adalah waktu yang terlalu lama,” puji Nashi dengan senyum sedikit naik.
“Apa ini artinya kita akan bergerak lebih cepat?” tanya salah satu dari mereka yang berambut blonde, Elizabeth.
“Kurasa. Aku akan berbicara dengan dosen kembali agar menyiapkan kapalnya lebih cepat.”
“Kuharap KKN benar-benar seperti dugaanku,” sambung laki-laki lainnya sedikit terkekeh pasrah.
“Tentu saja, Oichi. Semuanya akan baik-baik saja.”
Rapat mereka kemudian berubah menjadi komunikasi yang lebih lepas, sebagai cara untuk mendekatkan diri satu sama lain. Untuk pertama kalinya bagi Kali membuat sebuah ikatan bersama chimera, demigod, metahuman, dan pastinya manusia.
~~~~
TOW adalah sebuah universitas multidunia. Sebanyak 13 fakultas merata di seluruh kampus dengan mahasiswa dari latar belakang yang berbeda satu sama lain. Sama seperti universitas yang lain, TOW punya seleksi masuk super ketat atau kata yang tepat adalah hanya 1:1.000.000 dari setiap jenis makhluk yang bisa masuk ke sini.
Lulusan TOW sesuai fokusnya akan bekerja untuk menjaga tatanan dunia, melindunginya, atau beberapa pekerjaan penting lainnya. Seperti misalnya dari fakultas kedokteran akan bekerja di bidang medis.
Saat KKN, mereka akan ditempatkan dan diajarkan bagaimana berperan bagi masyarakat. Di tahun ini Kali akhirnya dapat mengikuti KKN di dataran Pangea.
Sebagai bangsa peri yang berhasil masuk ke jurusan kedokteran. Meski sebenarnya dia dapat mempelajari ilmu sihir medis dari orang tuanya. Namun, berkuliah di TOW tentunya dia dapat mempelajari lebih banyak ilmu daripada sekedar menyembuhkan luka sayatan di kulit.
Kali berharap dia mampu menjadi seorang immortal (sebutan bagi lulusan kedokteran karena 100% semuanya tidak bisa mati) yang sempurna dan berguna bagi bangsa peri.
Hari ini adalah hari pertama mereka tiba di Pangea, lokasi KKN Kali dan teman-temannya. Sebuah daratan besar yang dihuni oleh 80% mayoritas demigod dan beberapa lainnya adalah peri.
“Pangea benar-benar luas.” Mereka yang pertama kali datang kesini akan takjub dengan segala hal yang dimiliki Pangea. Namun, kenyataannya hanya 40% dari daratan ini yang dihuni, sisanya berupa tanah kosong yang ditumbuhi beberapa tumbuhan.
“Pertama kita akan pergi ke–Hei! Mau kemana kalian?” Nashi membuka petanya, tetapi belum sempat dia selesai bicara teman-temannya sudah pergi dengan langkah sangat antusias.
“Ayolah, ketua. Ini Pangea! Apa kau tidak mau jalan-jalan sebelum sibuk belajar?”
“Tapi kita harus ke—” Mereka semua sudah benar-benar pergi meninggalkan Nashi.
“Kau sepertinya tidak tertarik, atau lebih fokus dengan jabatan ketua kelompok?” Treska dari jurusan Kesenian Perang, satu dari 3 orang lainnya yang masih ada bersama Nashi mulai angkat suara.
“Bukan begitu, hanya saja kita harus pergi terlebih dahulu ke tempat kita tinggal.”
“Cukup hubungi saja mereka dengan burung-burung,” balasnya dengan nada mengejek. Lalu pergi meninggalkan Nashi dengan terkekeh.
“Kalian juga mau pergi?” tanya Nashi ke Kali dam Satori yang tersisa?
“Kurasa aku mau menyimpan barang terlebih dahulu. Kau sendiri?” jawab dan tanya balik Satori sambil mengangkat tas besarnya.
“Aku sudah pernah kemari sebenarnya, jadi aku tidak akan terlalu menikmatinya.”
“Tadi seorang anak kecil memberikan kertas dan tertulis kalau beberapa hari lagi akan ada festival musik di Pangea,” tambah Kali lalu mencari kertas yang dia maksud di tasnya.
“Kalau begitu mari kita ke asrama dan kembali menemui mereka.” Nashi ikut mengangkat tasnya dan berjalan menuju asrama memimpin mereka.
Mata Satori maupun Kali tak pernah berhenti menatap sekitar, terbelalak hebat melihat bagaimana indahnya daratan Pangea yang sesuai bayangan mereka.
Bahkan saat sampai di asrama, mata Satori tidak berhenti melotot kaget. Sampai-sampai dia menjatuhkan tas yang dia bawa di tangannya ke tanah.
“I–Ini, asrama kita?”
“Ya, lalu?”
“I–Ini muat untuk 7 orang?” tanya Satori sekali lagi memastikan apa yang dia lihat.
“Ini muat untuk 50 orang,” jawab Nashi santai lalu ikut meletakkan tasnya di tanah.
“Nashi. Kami manusia mengenal yang namanya tenda, yang digunakan saat berkemah dan hanya muat untuk 5 orang,” jelas Satori dengan nada yang masih tak percaya, melihat asrama yang dimaksud Nashi hanya berbentuk tenda kain putih.
“Kami bangsa Chimera menyebutnya Chamber. Bagaimana dengan kau, Kali? Punya sebutan lain?” sambung Nashi tanpa menatap kedua lawan bicaranya.
“Uh … tidak. Aku baru pertama kali melihat chamber.”
“Bagus.” Nashi kemudian mengambil kertas menyalanya dan membukanya. “Weheia makou iloko.” Sebuah angin sepoi menghembuskan pelan kain tenda itu, kemudian Nashi masuk tanpa berbicara banyak.
“Nashi! Kau mendengarku?!”
Kali yang masih bingung akhirnya memilih masuk. Kembali matanya terbelalak melihat pemandangan luar biasa.
“Kali, apa—wow! Wow!” Reaksi Satori tidak jauh berbeda. Melihat isi tendanya terdapat sofa, meja, dua bahkan lima lantai. Sangat berbeda dari penampilannya di luar, tenda ini seperti apartemen.
“Karena hanya aku yang tau kuncinya, jadi aku ingatkan untuk pulang sebelum jam 12 malam, kemudian—”
“Tenda macam apa ini?”
“Sudah kubilang kami menyebutnya Chamber.”
Satori langsung naik ke tangga menuju lantai 3 dan memilih satu dari 4 kamar yang ada. Isinya bahkan lebih lengkap dari yang dia pikirkan.
“Aku suka Pangea.”
~~~
3 hari kemudian. Mereka sudah mulai mengenal tempat ini. Bertemu dengan para petinggi dan masyarakat yang akan menjadi bagian penting dari program masing-masing.
Selain itu festival tahunan yang dimaksud Kali akan dimulai malam ini. Semuanya nampak antusias menuju ke pusat festival yang sudah semakin ramai.
“Kau sepertinya lapar,” ucap Nashi melihat temannya sangat lahap menikmati makanannya. “Kau bahkan tidak tau apa itu.”
“Setidaknya ini lezat.”
Di tempat yang tidak terlalu jauh, festival musik mulai berjalan. Musik-musik klasik khas bangsa demigod, peri, chimera, bahkan manusia bisa terdengar dengan bagus dan indah di telinga semuanya.
“Matamu bahkan tidak berkedip,” beo Kali yang tiba-tiba muncul di samping Satori yang tengah menikmati festival.
“Aku menyukai musik lebih daripada apapun.”
“Lalu kenapa kau tidak berkuliah jurusan musik saja?” Satori terdiam sejenak mendengar pertanyaan teman perinya itu. Sampai kemudian dia membentuk senyum tipis yang membuat Kali sedikit kebingungan.
“Dulu aku adalah mahasiswa jurusan kesenian musik. Aku sudah melaksanakan KKN, lalu kemudian orang itu datang dan merenggut semuanya.” Satori mengangkat lengan baju panjangnya, memperlihatkan bekas luka besar yang membuat Kali kaget melihatnya.
“Sejak kecil, orang tuaku memberikanku sebuah biola dan dari situ aku sudah tau kalau musik akan menjadi bagian hidupku.”
“Satori … aku turut menyesal.”
“Tidak apa-apa. Lagipula apa yang bisa aku lakukan? Aku masih bersyukur karena bisa masuk kembali ke TOW di jurusan berbeda. Itu kesempatan sangat langka.” Satori memasang senyum miris. Sampai tak lama setetes air mata jatuh ke pipinya. Sementara Kali hanya terdiam menatapnya dan kembali menonton festival musik yang masih berjalan.
BANG!
Lalu semuanya berubah. Dalam sekejap mata festival musik itu hancur tak bersisa. Panggung-panggung dan orang-orang terluka di hadapan Kali.
Sebuah bola api yang entah datang dari mana datang menghancurkan semua. Lalu bola api yang lainnya kemudian datang kembali. Lagi, dan lagi.
“Semuanya pergi dari sini sekarang!”
Kali tanpa membuang waktu langsung pergi ke orang-orang terluka dan menyembuhkan mereka secepatnya.
“E hoola!” Kali mengucapkan mantra penyembuh yang sudah biasa dia lakukan. Dalam waktu singkat orang itu sembuh dan mampu berdiri. “Cepatlah, pergi dari sini!”
“Kali!” Sebuah bola api lainnya meluncur langsung ke arah Kali tanpa dia sadari. Kali menutup matanya. Namun, dia tidak merasakan apapun. Saat membukanya, dia sudah menemukan dirinya digendong oleh Satori.
“Satori?”
“Darimana bola-bola ini berasal?!”
“Di sana! Di atas!” Oichi menunjuk ke atas dan melihat seseorang bertudung hitam sedang merapalkan mantra. Tanpa menunggu lama Satori menggunakan kekuatannya dan berpindah langsung ke orang itu, menyentuhnya dan kemudian kembali bertelportasi jauh dari keramaian.
“Satori!” Kali tanpa aba-aba terbang dengan cepat mencari Satori.
“Hoi? Kalian mau kemana?”
“Nashi, kita harus mengevakuasi semuanya sekarang!”
Satori mendarat dengan kasar di dataran kosong. Setelah akhirnya memulihkan pandangannya, dia dengan jelas menemukan sosok pria yang melakukan serangan itu.
“Kau?!”
“Wah, lama tidak jumpa.”
“Satori! Satori!” Kali dengan segenap kecwpatannya berhasil menemukan Satori bersama pria itu. Namun, reaksi Kali tidak jauh berbeda setelah melihatnya.
“Gary?”
“Kali? Senang bertemu denganmu. Kulihat kau sudah bertemu dengan si Tangan Satu.”
“Si Tangan—Satori?”
“Kurasa peserta KKN tahun ini lumayan keren.” Gary langsung menyalakan tangannya dan memunculkan bola api besar. “Lulusan Biologi akan mengajarkan hal ini pada kalian.” Lalu menembakkan dengan cepat ke arah mereka. Satori dapat dengan mudah menghindarinya dengan berpindah ke arah Gary dan menyerangnya dari dekat. Namun, Gary yang lebih lincah membuat Satori kewalahan.
“Okala mekala!” Bola api lainnya dilontarkan Gary, pertarungannya dengan Satori membuat dia tak berhenti mengucapkan mantranya itu. Sampai satu kesempatan bagi dia ketika Satori akhirnya kehabisan energi dan menyerangnya langsung.
“Ah … kenapa, Kali?” Tanpa mereka berdua sadari, Kali terbang cepat ke arah Satori dan menerima serangan Gary. “Kukira kita akan menikah.”
“Kurasa menyerang pacarmu dengan bola api adalah tanda kalau kita putus.”
“Kalau begitu matilah dengan tenang.” Sekali lagi Gary menyerang mereka dengan bola api, tetapi baik Kali maupun Satori terlihat baik-baik saja.
“Apakah harus kuingatkan kalau lulusan kedokteran akan menjadi immortal?” ejek Kali yang membuat Gary menggigit bibirnya.
“Terserah, lagipula kalian tidak bisa membunuhku. Mahasiswa kedokteran dan psikologi yang kehabisan energi bahkan tidak bisa menyakitiku.”
“Dia bukan mahasiswa psikologi.” Kali kemudian menyentuh tangan kanan Satori dan menggenggamnya erat. “Dia mahasiswa seni musik!” Lalu cahaya menerangi lengannya.
“Kali?! Apa yang kau lakukan?”
“Membantu manusia? Wah! Jadi kau memutuskan untuk menjadi buronan?”
“Memangnya kenapa? Hukum kuno tahun 200 mengatakan kalau peri bebas melakukan apapun yang dia mau. Termasuk menyembuhkan manusia. Juga, kau tampaknya lebih buronan daripada aku.”
Gary terkekeh melihat apa yang dilakukan Kali, tetapi tanpa memberi respon berlebih dia memberikan Satori sebuah biola dengan satu jentikan jarinya.
“Mainkanlah. Tunjukkan kemampuanmu.” Satori masih terdiam melihat apa yang terjadi. Tangannya benar-benar sembuh total. “Buktikan kalau kau memang hebat.” Kaki tersenyum, sampai tak lama dia pingsan karena kehabisan energi dalam jumlah yang banyak.
“Kukira kau immortal, pingsan bukanlah sikap seorang immortal.”
“Mematahkan tanganku, membakar pacarmu, dan juga menghancurkan Pangea juga bukan sikap dari seorang guardian,” balas Satori sama sinisnya.
Dia langsung menaruh biolanya di dagu dan menggosok senarnya. Pisau-pisau angin langsung mengiris kulit Gary tanpa dia sadari.
“Apa?”
“Kukira kau masih tertawa.” Satori kembali menggesekkan senar biolanya dan serangan demi serangan menyayat kulit Gary. Sampai Satori mulai memainkan melodi yang tidak hanya merobek tudung Gary, tetapi juga sayap, kulit, dan bahkan memecahkan gendang telinganya.
“Arghhh!”
“Hemeleni eiwa. Aoha!” Lalu satu mantra dia ucapkan, dan satu gesekan dia buat. Langsung mengangkat tubuh Gary lalu meledakkannya di udara. Darah pada akhirnya menghujani tubuh Satori dan Kali yang masih tak sadarkan diri di tanah.
Satori mengangkat tubuhnya, lalu kemudian memeluknya.
“Kenapa. Kenapa kau membantuku?” tanya dia. Air mata Satori kembali jatuh, mengenai bahu dan sayap Kali.
“Sudah kubilang, peri bebas melakukan apapun yang dia mau.” Respon tiba-tiba itu mengagetkan Satori. Dia dengan cepat melepas pelukannya dan melihat Kali sudah sadar.
“Itu pingsan tersingkat yang pernah aku lihat.”
“Aku tidak pingsan. Hanya saja sengaja. Aku ingin melihat permainan musikmu sambil istirahat.”
“Lalu bagaimana menurutmu?”
“Sangt indah,” ucap Kali dengan hangat. Lalu mereka kembi berpelukan.
“Terima kasih! Aku … sangat berterima kasih.” Satori akhirnya terisak. Tahun-tahun yang sudah dia tunggu kembali hari ini.
“Sama-sama.”
“Satori!”
“Kali!”
Suara Nashi dan lainnya mulai terdengar, tetapi mereka belum meleburkan pelukan masing-masing. Bahkan saat semuanya sudah sampai, Satori maupun Kali belum melepas pelukan itu.
------------------------------
A Story By : DrReno
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top