Hexadome
Segalanya terlihat berjalan seperti biasanya, tanpa hambatan dan halangan. Burung-burung berenang di angkasa tanpa ketakutan bulu-bulunya menjadi kusut, bahkan untuk rontok sekalipun. Aku juga tidak perlu mengkhawatirkan ikan yangselalu membuka dan menutup mulutnya ketika berenang, dan bodohnya kukira mereka sangat butuh nafas untuk tetap hidup. Hahahaha, tidak, aku hanya bergurau. Tak lupa, pepohonan yang bertambah hijau ketika belaian menyapa kami. Berkah semesta akan menghidupkan tanahku berpijak hingga anaknya anakku memiliki anak, anaknya lagi memiliki cicit, dan cicitnya lagi punya cicit, sampai tak terputus.
Aku tidak perlu lagi pusing akan "mitos" perubahan iklim lagi sepertikakek-nenek kami kebakaran rambut dahulu. Menurutku itu kekanak-kanakan. Aku hanya perlu menjaga apa yang telah nenek moyang kami ciptakan, menjaganya seperti menjaga harga diri kami. Dan, kami akan pastikan ia untuk ratusan bahkan ribuan generasi mendatang. Janji Para Penjaga.
Dua minggu lebih diriku terus menatap monitor, sehari bisa jadi 12 jam lebih. Aku kira jadi penjaga adalah pekerjaan yang paling mengasyikkan, tidak membosankan, nyatanya malah kebalikannya.Hah...
"Hey, Agnes. Apa kau menikmati pekerjaanmu?"
Tanya Revan, teman seangkatanku. Karena dia memiliki grade yang lebih tinggi dariku, aku terpaksa berbohong dan membual hal yang tidak penting hingga mataku tertuju pada satu monitor. Aku langsung berlari diikuti Revan ke tempat itu; Area Pembangkit, EtaDome.
Tak terkira, lelaki itu hendak meledakkan pembangkit listrik, memicu ledakan, menghancurkan Hexadome, tempat perlindungan manusia terakhir dari bencana dunia.Ketika lelaki itu mengetahui keberadaan kami, ia menembakkan beberapa peluru hingga mengenai lengan Revan. Kami lekas bersembunyi di balik tembok, lalu aku sobek lengan bajuku, buat menghentikan perdarahan lukanya seraya berkata kotor. Kenapa para penjaga lapangan tidak sampai-sampai, hingga mereka datang.
"Agen Trevor, lama sekali kau datang!" Bentakku padanya. Bodoh amat, aku tidak peduli meski dia adalah ketua kelompok satu. Bodohnya, ia hanya tertawa, lalu meminta maaf seolah peristiwa ini cuman hal kecil. Kemudian, ia memimpin pasukannya untuk menyergap.
"Aku akan membantu Trevor si Bokong Sigung itu, tetaplah di sini!" Kataku pada Revan. Baku tembak masih terjadi, aku cukup mengapresiasi lelaki itu, tak kusangka ada seseorang sipil yang mahir menggunakan senjata api sejak undang-undang pelarangan diberlakukan.
"Stop! Stop! Aku menyerah! Berhenti menembak!" Teriak lelaki itu di balik tembok.
"Hentikan tembakan!" Titah Trevor. Hah, dasar pencitraan, batinku.
Lelaki itu keluar sembari mengangkat kedua tangan. Beberapa pasukan langsung menangkapnya, lalu memborgol dua tangannya. Trevor memerintahkan para pasukannya, termasuk aku, menjengkelkan! Untuk menyisir seluruh areal pembangkit.
"Kenapa kamu tidak ikut mereka?" Tanyaku.
"Asal kamu tahu, aku ini ketuanya."
"Dasar Bokong Sigung," celetuk Revan sembari memegangi lukanya.
Aku berjalan meninggalkan kedua temanku semasa di akademi, membantu para penjaga lainya menyisir area kejadian, memastikannya aman agar tak terjadi kerusakan pembangkit yang mampu merusak seluruh sistem Hexadome. Hingga... tum tum. Badanku terhempashingga segalanya menjadi gelap.
***
Sejak ledakan itu, Hexadome penuh konflik dramatis hingga terjadi kebencian meluas atas para imigran gelap. Memang benar lelaki kasus pembangkit itu merupakan seorang imigran gelap, tapi mereka yang tidak melakukan tidak berhak diperlukan secara tidak adil.
Aku pergi ke ruangan Kepala Penjaga Eta Dome setelah mendengar bahwa aku dipanggil, entah apa yang mereka butuhkan dariku, tapi aku sedikit merasa aneh.
"Agnes, silakan duduk."
Aku terkejut ketika mendapati Mayor Nathan, pemimpin seluruh Hexadome. Aku pun mengikuti perintahnya dengan gugup.
"Bagaimana kondisimu sekarang?" Belum sempat kujawab, ia berkata, "Aku bersyukur kondisimu sekarang, berkat teknologi pengobatan kita hasil ciptaan Tuan Bagas."
"Agnes, aku punya masalah. Masalah setelah adanya ledakan itu yang membuatku tidak punya alasan lagi untuk berbaik hati kepada para pengemis itu. Maka, aku punya tugas untukmu, tugas yang akan menghapuskan reputasi burukmu atas kegagalanmu dalam menghentikan ledakan itu," ucapnya, aku pun menyetujuinya.
"Kamu tahu? Sebenarnya aku tahu jikalau kamu menyadarinya lebih cepat, tapi kamu tidak secerdas itu."
Keesokan paginya aku menaiki truk pasukan penjaga yang telah disiapkan, terkejutnya aku ketika Revan duduk tepat di seberangku. Mesin truk menyala, kami pun berangkat ke ujung Eta Dome.
Kami pun sampai, aku terkejut bukan kepalang ketika mendapati tempat perkemahan para imigran gelap. Kawasan kumuh, tak terawat. Aku melalui orang-orang yang dipaksa menuju ke sebuah persimpangan. Aku, Revan, dan tiga lainnya tidak diperintahkan untuk melakukan hal yang sama.
Dengan Revan dan tiga lainnya mengawalku, aku naik ke atas podium yang dipersiapkan. Sungguh jiwaku benarkah telah mati ketika melihat entah tua muda, laki perempuan, diperintahkan untuk jongkok dengan todongan senjata api.
Aku sedikit ragu untuk mengucapkan pidato yang diperintahkan Mayor, tetapi Revan berhasil meyakinkanku. Aku pun mulai bersandiwara.
"Atas perintah Mayor Tertinggi Hexadome, dari Alfa Dome yang Mulia. Atas perilaku dari sekumpulan orang yang tak berterimakasih selama kurun waktu setahun, telah melakukan aksi radikal, kriminal, dan dianggap membahayakan keselamatan umat manusia yang bertahan dalam naungan Hexadome dengan ini kami nyatakan para cacing tanah ini akan kami kenakan hukuman. Dengan pengurangan jatah makanan, penambahan jam kerja paksa dan usia 17 tahun ke atas sekarang diwajibkan, serta pemberlakuan jam malam."
"Jangan kalian kira kami tidak adil pada kalian, kami telah menyelamatkan kakek nenek dan orang tua kalian yang mengemis-emis agar dibukakan gerbangHexadome..."
Tanpa sepenglihatanku, seorang pria berlari menabrakku hingga aku tersungkur. İa mencekikku sampai aku sesak tak bisa nafas, lantas para penjaga lainnya menangkapnya seraya ia berkata kotor kepadaku lalu diamankan ke suatu tempat. Jelas itu memicu banyak orang untuk menyelamatkannya hingga terdengar bunyi letupan senjata. Aku berdiri ketika melihat seorang wanita tua tertembak di perut. Sontak aku lari untuk menyelamatkannya, sembari berteriak memanggil paramedis, tapi belum sempat aku mendekat, tubuhku ditahan dan disuntik sebuah serum yang membuatku kehilangan kesadaran. Satu hal yang aku tahu sebelum aku tertidur, para imigran itu melihatku bukan sebagai musuh, tapi penyelamat wanita itu.
***
Aku bangun dari tidurku di sebuah ranjang, kepalaku pusing bukan main hingga aku melihat sosok itu lagi, Mayor Nathan yang tengah mengaduk dua cangkir teh. İa menanyakan kabarku, lalu menyuruhku untuk bangun dan ikut dengannya, tak lupa memberikan secangkir teh lemon hangat. Kami melewati sebuah lorong hingga tiba di sebuah lift. Lift bergerak naik, tapi aku tidak tahu mau ke mana aku dibawa. Sampai lift itu menampilkan wajah kota dari dinding beningnya. İni bukan Eta Dome, ini Alfa Dome! Lift terus naik hingga sampai ke ujung langit kubah dan terus naik hingga ke puncak Alfa Dome, tepatnya lift ini di luar kubah Alfa Dome, Dome terbesar di Hexadome.
Aku terpana ketika melihat keagungan Hexadome, sejumlah enam kubah besar mengitari kubah terbesar dalam Hexadome. Setiap kubah besarnya layaknya sebuah kota, dan tingginya hampir meraba awan. Dan, aku teralih pada keadaan di luar Hexadome, tidak ada kehidupan dan pepohonan, hanya puing-puing, asap hitam membumbung tinggi, dan air sungai yang bewarna hitam pekat.
Mayor Nathan pun membuka suara, dengan menceritakan sejarah Hexadome. Hexadome muncul sebagai tempat penyelamat manusia dari ancaman bencana global, kematian masal, kerusakan lingkungan. İa muncul dari puing-puing debu pencemaran dan darah peperangan. İni adalah tempat terakhir manusia mampu hidup di bumi. Dan jika Hexadome hancur, dipastikan kehidupan tidak akan ada lagi. Musnah.
"Apa sekarang kamu paham, Agnes. Aku rela melakukan apapun demi menyelamatkan Hexadome meskipun para binatang itu mati. Alfa Dome, Beta Dome, Gamma Dome, Delta Dome, Epsilon Dome, Zeta Dome, hingga Era Dome adalah satu kesatuan. Jika satu saja Dome runtuh, dipastikan segala ancaman bencana tidak mampu kita hadapi, dan tinggal menunggu waktu saja kita untuk punah," ucap Mayor
Perlahan lift turun, ia kembali berkata, "Aku harap kamu tidak melupakan Janji Para Penjaga-mu itu."
***
Sudah sebulan lebih aku mengundurkan diri dari Penjaga. Wanita tua itu selalu muncul dalam mimpiku, ditambah insomnia yang tiba-tiba menyerangku. Aku tidak sanggup lagi dan memutuskan pulang ke rumahdi Delta Dome. Hingga aku melihat berita bahwa para imigran melakukan pencurian ratusan senjata dan berhasil menguasai sebagian Eta Dome. Apakah ini akhir dari segalanya?
Revan pun datang berkunjung, ia berkata juga keluar dari Penjaga. Maka, dari itu ia datang dan memaksaku ikuti dengannya. Awalnya aku enggan hingga dia mengatakan jikalau ia dan aku akan ditangkap. Aku bertanya dari mana ia tahu. Trevor jawabannya, dan aku pastikan ia juga tengah melarikan diri. Kami pun mengenakan penyamaran dan harus berkali-kali mengelabui kamera pengawas.
Hampir saja kami tertangkap ketika di perbatasan Eta Dome, tapi dengan bantuan para imigran kami dapat selamat. Sungguh, aku bingung. Mengapa mereka menyelamatkan kami? Hingga aku mendengar kebenaran, jikalau Trevor melakukan persekutuan dengan para imigran dan kini ia dicap pengkhianat termasuk aku dan Revan. Apakah Trevor selamat?
Kami telah sampai di barak, di sini kami bertemu seorang tetua imigran bernama Tuan Hendri. Entah darimana beliau tahu namaku. Ternyata dia dulu adalah teman ayahku yang telah wafat.
"Ayahmu secara tidak langsung dibunuh oleh Nathan,Nathan melihatnya sebagai saingan politik dan membahayakan seluruh Dome dengan melakukan kudeta," ucapnya.
"İa dituduh melakukan penggulingan atas Mayor Mio, melakukan kejahatan dengan melakukan pembakaran banyak rumah di Delta Dome, penghancuran alat sanitasi, filter udara, dan pembangkit listrik. Padahal semuanya adalah perintah Nathan.
Malam tiba, aku gelisah mengetahui Trevor belum datang juga. Aku di ujung Dome, aku meraba kaca super tebal kubah yang melindungi kami. Bintang dan bulan begitu cantik jika dilihat langsung dari luar, seketika aku terkejut melihat sebuah tumbuhan kecil tumbuh dekat dinding kaca.
Hingga...
Revan menarikku paksa, aku meronta karena ia tidak menjelaskan langsung, wajahnya begitu panik. İa menyodorkan sebuah alat nafas oksigen berbentuk tas. "Eta Dome akan dihancurkan! Kita akan pergi menggunakan truk menembus gerbang itu. Dan apakah kamu tahu, kasus peledakan pembangkit listrik itu adalah disengaja!"
"Maksudmu?" tanyaku.
"Semua itu cuman settingan, semua kasus setahun belakangan ini cuman akal-akalan Nathan untuk mengusir para imigran, para pengkhianat, dan para saingannya. Semua penduduk Eta Dome sudah dikirim ke Dome lainnya. Dan, sekarang kita harus cepat keluar dari sini."
Kami semua pun menaiki truk, total ada 17 truk. Kami berjalan beriringan dengan dipimpin oleh sebuah buldozer besar yang akan menghacurkangerbang. Kemudian terdengar ledakan, aku kira itu akhir hayat kami. İtu hanya upaya untuk meledakkan gerbang sehingga bisa ditembus secara gampang. Gerbang berhasil ditembus, para imigran menjerit kegirangan. Aku tidak khawatir jika harus meninggalkan Hexadome, tidak ada siapapun yang aku punya di sana.Kami menyusuri tanah berbatu, dan... tum tum.Eta Dome meledak. Meruntuhkan kubahnya, hembusan angin berdebu menerpa kami dengan kuat hingga truk yang aku tumpangi oleng hampir jatuh. Semakin jauh kami melihat megah dan agungnya Hexadome. Dari barat ke timur aku perlu menyipitkan mata untuk melihat Dome terjauh.
Aku tidak perlu khawatir, mungkin hingga oksigen ini habis. Aku menunduk, entah mengapa, Revan yang duduk di sebelahku memegang tanganku, erat. Aku mampu merasakan tangannya yang kuat dan dingin, serta beberapa luka. Aku senang temanku ini tidak terluka dalam mengikuti menghalau pasukan penjaga.
***
Kami tiba di sebuah bekas kota kecil tidak ada satupun tumbuhan. Kami semua turun dari truk. Persediaan oksigen kami hampir habis, sedang kami tidak tahu apakah udara ini aman atau tidak.
Aku mulai merasakan haus, tapi aku tidak bisa terus mengeluh. Di depan, ada seorang anak yang kebingungan mencari seseorang. Aku pun langsung menghampirinya diikuti Revan.
"Aku tidak bisa menemukan ibuku. Dimana ia sekarang?"
İa menangis tersedu-sedu, aku pun berkata, "Jangan khawatir, aku akan bantu kamu mencarinya."
Aku berupaya menggendongnya, tapi aku tak mampu, Revan pun menggantikanku. Kemudian, kaki kami pun berhenti mendapati sekelompok orang tanpa alat bantu nafas keluar dari reruntuhan bangunan membawa senjata.
"Tidak mungkin."
"Ada penyintas!" Teriak seorang mereka.
"Bagaimana mungkin, Revan. İni sungguh mustahil!" Kataku.
"Buka saja alat nafas kalian, tidak apa-apa." Aku pun melepasnya. "Memang rasanya agak aneh, tapi kalian akan beradaptasi."
Memang agak sesak dan harus banyak menghirup udara, meskipun tak berpengaruh.
***
Selama seminggu lebih kami sudah tinggal di sini. Aku melihat Hexadome dari sini terlihat gemerlap cahaya. Begitu indah di bawah senja padang pasir. Aku duduk di tanah tak beralaskansesuatu, melihat sebuah kuncup tanaman menyempil dari tanah. Beberapa batu kuambil, lalu kususun mengitarinya. Lalu kutuang sedikit air dari cangkirku, aku mampu merasakan aroma pasir kering berdesis terkena air.
"Revan, aku tidak tahu akan sampai kapan kita mampu bertahan di sini, tapi aku yakin kehidupan sekecil apapun akan kembali hidup."
----------------------------------
A story by : ilham_husni
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top