TROUBLE WAS OVER
Ali's POV
Aku sudah berdiri di depan sekolah Prilly sejak tadi pagi. Aku sengaja menunggunya hingga pulang sekolah. Aku sudah tidak tahan, keinginannya untuk bercerai denganku tidak akan aku kabulkan. Otakku kembali memutar kejadian tadi pagi di depan rumah mertuaku.
"Kalau lo cuma mau ngejadiin gue babu lo selamanya, gue gak minat."
Kenapa dia bisa berfikir seperti itu? Bukannya aku sudah mengatakan bahwa dia milikku selamanya. Harusnya dia bisa mengerti maksud dari perkataanku. Akhirnya bel pulang sekolah berbunyi juga. Kuperhatikan siswa-siswi SMA yang berlalu-lalang di depanku. Manik mataku menangkap sosok yang kucari sedang berdiri di depan pos satpam. Segera kutarik tangannya.
"Ayo kita pulang."
"Gamau!" Ucapnya berusaha melepaskan cengkeraman tanganku.
Aku yang sudah emosi berusaha menariknya.
"Ayo pulang. Lo harus nurut sama gue!"sentakku keras. Tiba-tiba sebuah tangan melepaskan cengkeramanku dari tangan Prilly.
"Kalau dia gamau gak usah maksa,"ucap Halik yang sudah menarik Prilly untuk berlindung di belakang tubuhnya.
Lagi-lagi bocah ingusan ini yang membuat suasana bertambah runyam. Kulihat bola mata Halik memicing menatapku dengan tatapan membunuh. Sebenarnya ada apa dengannya?Kulihat aura kebencian dari dirinya. Berpacaran dengan kakaknya selama 8 tahun membuatku cukup kenal dengan sifat Halik. Aku belum pernah melihatnya semarah ini.
"Ini gak ada urusannya sama lo Lik, lebih baik lo minggir."ucapku mengatur intonasiku. Biar bagaimana pun juga, Halik sudah kuanggap sebagai adikku sendiri.
"Jelas ini urusan gue. Lo gak ada hak buat maksa-maksa Prilly buat ikut sama lo!" Sentak Halik keras. Sekarang dia benar-benar membuat emosiku meledak. Aku berhak atas Prilly, biar bagaimanapun juga dia istriku. Harusnya aku yang bilang seperti itu padanya.
"Dan lo gak ada hak buat ngelarang-ngelarang gue!"ucap Ali tak kalah keras. Tangan Halik mengepal, dan dalam hitungan detik dia meninju wajahku. Aku yang terkejut akan serangannya tersungkur di tanah. Kurasakan darah segar keluar dari sudut bibirku.
"Belum puas lo udah nyakitin kakak gue dan sekarang lo mau nyakitin Prilly,"sentaknya lagi.
Apa yang anak ini ucapkan? Kapan aku pernah menyakiti kakaknya?Bukankah kakaknya yang murahan itu yang selalu menyakitiku? "Bangsat lo!!"umpatku kesal. Lalu membalas serangan Halik. keadaan tanganku yang luka membuatku tidak berdaya di hadapan Halik. aku masih berusaha membalas pukulannya, hingga kami terlibat pertengkaran yang sengit. Namun karena keadaan tanganku, aku harus kembali tersungkur di tanah. Ku dengar suara Prilly yang tidak henti meminta tolong.
Saat Halik ingin memukul wajahku untuk yang kesekian kalinya, aku hanya pasrah. Ku pejamkan mataku namun anehnya aku tidak merasakan apapun. "Prilly!"pekik Halik. aku membuka mataku, ku lihat Prilly yang sudah menjadi tameng untuk melindungiku. Ku lihat darah segar keluar dari hidungnya.
Halik sialan! Aku akan membalas perbuatannya. Ku papah tubuh Prilly dengan segenap tenaga yang tersisa." Biar gue yang bawa dia,"ucap Halik, berusaha mengambil tubuh Prilly dari gendonganku.
"Ngga perlu. Biar gue yang urus istri gue. Dan lo, tunggu pembalasan gue!"ucapku sengit berlalu dan menghentikan taksi untuk membawa Prilly kerumah sakit.
Aku duduk di kursi tepat di ranjang rumah sakit yang Prilly tiduri. Ku genggam tangannya. " Bangun sayang,"ucapku mengecup punggung tangannya. Aku tidak akan memaafkan diriku sendiri kalau sampai terjadi sesuatu terhadap Prilly. Bodoh!!kenapa aku bisa begitu bodoh. Untuk melindungi Prilly saja aku tidak mampu. Aku merasa menjadi suami yang gagal untuknya.
"Bagaimana Dok keadaan istri saya?"tanyaku pada dokter yang telah selesai memeriksa Prilly.
Dokter itu mengerutkan keningnya," Istri?"Tanyanya heran. Aku lupa Prilly masih mengenakan seragam SMAnya. "Maksud saya adik dari istri saya,"ralatku. Aku tidak mau percakapan ini menjadi semakin panjang. Aku hanya ingin tahu bagaimana keadaan Prilly sekarang.
Dokter muda itu tersenyum.
"Anda tidak perlu khawatir. Kemungkinan dia hanya pingsan karena kaget melihat darah. Soal luka di hidungnya, hanya luka kecil. Sebentar lagi juga sadar. Bahkan menurut saya anda yang lebih membutuhkan perawatan. Saya permisi." ucap dokter itu.
Aku menghela nafas lega. Syukurlah. Sontak ku lihat Prilly mengerjapkan matanya. Seketika senyum mengembang dari sudut bibirku. Dia memijat ringan pelipisnya.
"Gue dimana Li?"tanyanya.
"Lo dirumah sakit, tadi lo pingsan," jelasku.
Dia menatapku terkejut,"Ali, muka lo kenapa gak diobatin sih?" tanyanya khawatir, tangannya menangkup wajahku. Ku pegang tangannya yang berada di wajahku.
"Gapapa kok, sebentar lagi juga hilang lukanya,"jelasku tersenyum agar dia tidak cemas.
"Gapapa gimana?muka lo bonyok gitu. Gue panggilin suster ya biar luka lo diobatin,"ucapnya hendak turun dari ranjang. Aku tersenyum lega. Prilly masih perhatian padaku. Bahkan amarahnya sudah tak terlihat. Aku mencegahnya menuruni ranjang.
"gak usah, sekarang lo tidur aja. Masih pusingkan?"
Dia menggeleng," kalau lo gamau diobatin. Kita pulang aja, biar gue yang ngobatin lo. Gue udah gapapa kok."
"Tapi Prill."
"Please, di sini bau obat gue gak suka,"rengeknya. Akupun mengangguk pasrah.
Sesampainya di apartement dia langsung berlalu ke dapur mengambilkan kotak P3K beserta air dingin untuk mengompres luka ku,"sini,"perintahnya untuk duduk disofa. Dia mengompres lukaku dengan hati-hati. Aku hanya menggigit bibir menahan sakit. Aku tersenyum menatapnya wajahnya yang telaten membalut lukaku.
"Kenapa sih?muka penuh lebam gini malah senyum-senyum?" tanyanya heran.
"Kalau dengan luka kayak gini bisa buat lo gak marah lagi sama gue. Gue rela muka gue bonyok,"ucapku tulus.
Dia menghentikan tangannya yang sibuk mengompres wajahku dengan handuk kecil.
"Jangan ngomong gitu. Lo mau gue jantungan gara-gara ngeliat lo dihajar sampai babak belur kayak tadi?makanya kalau tangan masih luka gak usah sok-sokan berantem segala."ucapnya mengerucutkan bibirnya kesal. Aku hanya tertawa melihat ekspresi Prilly yang sangat menggemaskan bagiku. Akhirnya Prillyku kembali seperti semula.
"Kok ketawa sih? gue serius,"lanjutnya mencubit perutku.
"Aww kenapa sih hobby banget nyubit?" protesku
"Lo ngeselin. Gue benci sama lo,"ucapnya melempar handuk kearahku lalu duduk membelakangiku.
"Lo juga. Gue cinta sama lo,"kata-kata itu meluncur begitu saja dari bibirku. Ini saatnya, aku tidak mau dia pergi dariku. Prilly membalikkan badannya. Dia menatapku nanar. Ku genggam tangannya erat.
"Aku serius. Aku gamau kita berantem lagi. Aku cinta sama kamu. Aku gamau kita bercerai."lanjutku menyakinkannya. Kukecup punggung tangannya perlahan.
Hening sesaat, tidak aja jawaban darinya. Aku mulai khawatir. Tiba-tiba ku lihat dia tersenyum kecil
"Ciye aku kamu nih sekarang,"responnya. Ku lepaskan genggaman tanganku pura-pura ngambek. Lagi dia merusak suasana saja . Bukannya membalas "I love you too", "aku juga cinta kamu". Ini malah meledekku. Dia tidak tahu betapa aku sudah lama menahan hasratku untuk mengungkapkan ini semua.
Prilly menarik daguku yang membuang muka agar menghadap ke arahnya.
"Kok ngambek sih?katanya cinta."ucapnya dengan senyum meledek.
" Ngga tahu ah. Males,"umpatku kesal berdiri dari sofa. Namun tiba-tiba saja sepasang tangan melingkar diperutku.
"Kamu mah gitu aja ngambek,"ucapnya manja, menopang dagunya di bahuku. Aku tersenyum, melepaskan pelukannya. Lalu membalikkan tubuhku. Ku pegang dagunya dengan tangan kananku yang masih diperban, sementara tangan kiriku merengkuh pinggangnya agar menempel pada tubuhku.
"Aku serius Prilly. Sudah lama aku menahan untuk mengutarakan semuanya. Tolong jangan minta cerai lagi. Aku nggak sanggup hidup tanpa kamu. Bahkan nggak melihatmu sehari aja membuatku nggak bisa tidur."ungkapku jujur. Ku lihat matanya berbinar. Air mata menggantung di pelupuk matanya. Kukecup keningnya cukup lama. Menyalurkan segala kerinduanku padanya.
"Aku juga Li, aku mencintaimu,"ucapnya memeluk tubuhku erat.
***
Prilly's POV
Jam dinding sudah menunjukkan pukul 19.00 WIB, sementara aku masih sibuk di dapur menyiapkan makan malam untukku dan Ali. Tiba-tiba sepasang tangan melingkar di perutku. "masak apa sih?"tanyanya mengecup pipiku singkat lalu menempelkan dagunya di bahuku. Aku tersenyum akan perlakuan Ali yang menjadi sangat manis padaku.
Hari ini benar-benar hari yang bersejarah dalam hidupku. Banyak kejadian yang tak terduga di hari ini. Mulai dari aku yang meminta cerai, Ali dan Halik yang adu jotos di depanku sampai saat Ali menyatakan perasaannya padaku. Awalnya aku tidak menyangka Ali bisa mencintaiku. Sosokku yang jauh dari tipenya membuatku ragu, tapi bukannya cinta mengalahkan segalanya?bahkan cinta datang tanpa pernah diduga. Ku lihat ketulusan di matanya. Aku memutuskan untuk percaya, aku tidak bisa membohongi perasaanku sendiri. Bahwa Ali sudah masuk ke dalam hatiku terlalu dalam, bahkan aku tidak dapat melihat lagi ruang kosong dalam hatiku. Ali sudah menempatinya. Semua ruang hingga tak tersisa.
"Chicken cordon bleu with mushroom sauce and tomato soup." jawabku sembari melumuri dada ayam yang sudah ku belah secara horizontal dengan mustard.
"hmm pasti rasanya enak. Jadi gak sabar mau nyicipin."ucapnya tak sabar masih dengan posisi memelukku.
Aku tertawa renyah,"kayak gak pernah nyicipin masakan aku aja deh."
"Hey,kali ini beda tahu,"sahutnya menempelkan telunjuknya dipipiku.
aku mengerutkan keningku bingung," apa bedanya?"
"Bedanya kamu masaknya sambil dipeluk sama orang ganteng. Pasti rasanya makin enak." ucapnya percaya diri.
Aku tertawa kecil,"apaan sih kepedeaan. Adanya ini masakan gak bakal kelar, kalau kamu meluk aku terus. Udah ah lepas." Aku menepuk tangannya yang melingkar di perutku.
Dia hanya bergumam, lalu duduk di mini bar sembari memperhatikan ku memasak. Sesekali aku tersenyum melihatnya yang tak berkedip menatapku. Hingga akhirnya masakan ku matang, lalu kami langsung menyantap hidangan dinner kami yang terasa lebih nikmat dari hari biasanya.
****
"Li," panggilku mendongak menatap wajahnya yang memeluk tubuhku di sofa. Dia hanya berguman sembari membalas tatapanku.
"Eek di mana?"tanyaku yang heran karena aku tidak melihat Eek sejak tadi.
"Dia aku titipin sama mama dari kemarin," sahutnya sembari memakan pop corn yang ada di meja.
"Kok kamu titipin di mama sih?kasian mama dong, pasti dia kerepotan. Kita jemput Eek yuk."ajakku.
"Besok aja. Ini udah malem. Mama pasti ngerti kok,"aku hanya mengangguk.
"Li,"panggilku lagi.
" Kenapa?"tanyanya. namun matanya masih menatap film yang diputar di televisi.
"Kontraknya gimana?"
Dia mendelik menatapku," kontrak?"ulangnya lagi.
Aku mengangguk menegakkan tubuhku yang tadinya bersandar di tubuhnya," iya. Kontrak nikah kita."
"Aku udah telpon notaris buat batalin kontrak itu. aku kan udah bilang tadi. Kita gak bakal bercerai sampai kapanpun. Jadi kamu gak usah bahas itu lagi,"jelasnya menempelkan telunjuknya di hidungku. Aku hanya membalasnya dengan tersenyum.
"Ya udah sini. Nonton lagi,"lanjutnya menarik tubuhku agar bersandar lagi kepadanya.
"Li,"panggilku lagi.
Kudengar Ali menghela nafas,"Kenapa lagi sih sayang?"
"Niken gimana?"tanyaku. Kontan raut wajah Ali berubah drastis. Dia menggenggam tanganku.
"Prill, biarkan Niken mendekatiku sampai kamu lulus nanti ya,"izinnya membuatku membelalakkan mata.
Apa maksudnya?ini sama saja dia meminta izin untuk selingkuh. Aku melepaskan tangannya yang menggenggam tanganku , membalikkan tubuhku membelakanginya.
"Dia sebenarnya serius gak sih bilang cinta sama aku?kok bisa-bisanya dia berbicara seperti itu." bathinku dalam hati.
Ali yang tahu perubahan sikapku,menarik daguku untuk menatapnya, namun aku mengarahkan mataku kearah lain. Aku enggan menatap wajahnya.
"Hey liat aku,"perintahnya. Spontan aku melihat matanya,"Niken tau status kamu yang masih pelajar. Aku gamau dia membocorkan hal ini kesekolahmu. Sebentar lagi kamu ujian sayang, kamu gamau kan dikeluarkan dari sekolah. Setidaknya ini hanya sementara. Setelah itu kita akan bersama selamanya dan tidak akan ada lagi yang mengganggu kita." Ku lihat keseriusan di matanya.
Jadi ini alasannya terus bersama Niken. Dia mengkhawatirkan masalah sekolahku. Aku terharu mendengarnya.
"Makasih Li,"ucapku tulus. Dia tersenyum ke arahku. kami pun saling menatap cukup lama.
Dia memajukan wajahnya ke wajahku hingga nafasnya terdengar.
Tangan kirinya menarik pinggangku lebih mendekat dengannya. Sementara tangan kanannya menyusup di balik rok yang ku kenakan mengelus pahaku. Aku merapatkan pahaku agar tangannya tidak menyusup terlalu dalam. Ku lepaskan ciumannya.
"Kamu ga bisa ya nunggu aku sampai lulus dulu?"tanyaku menatapnya. Dia hanya tersenyum kecil kemudian menarik tangannya yang berada di balik rokku.
"Kalau yang atas tidak perlu menunggu lulus dulu kan?"ucapnya kembali melumat bibirku, ku rasakan tangannya sudah berada di balik kaos yang kukenakan. Aku ingin menghentikannya namun sudah terlambat. Tangannya terlalu lihai, aku pun hanya bisa pasrah saat kedua tangannya melepas kaosku.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top