TROUBLE 3
Prilly's POV
Satpam paruh baya itu mengantarkan aku sampai ke lantai 15. Dia menunjukkan di mana ruangan Ali. Dari depan ruangan Ali, ku lihat sekretarisnya sedang berada di depan komputer. Namun bukannya bekerja, tangannya malah sibuk memegang spons bedak. Dasar sekretaris jaman sekarang. Kebanyakan dandan di banding kerjanya.
Permisi mbak, saya mau ketemu Pak Ali," ucapku sopan kepada sekretaris Ali. dia menatapku dari ujung rambut sampai ujung kaki. Biasa aja kali Mbak!
"Sudah buat janji?"ucapnya sinis.
Belum, tapi ada hal penting yang harus saya sampaikan."
"Kalau begitu, sampaikan saja kepada saya, nanti saya sampaikan kepada pak Ali,"ucapnya tanpa melirikku, dan malah sibuk memoles lipstick di bibir tebalnya.
Aku menelan ludah menahan sabar. Katanya kantor besar,tapi kenapa bisa menerima karyawan seperti ini?
"Maaf, tapi hal ini harus saya sampaikan langsung."
Dia beranjak dari tempat duduknya, dan berdiri tepat di depanku. Tubuhnya yang lebih tinggi dari ku membuatku harus mendongak menatapnya. Ditambah heels yang ia gunakan. Ku taksir tingginya kira-kira 20 cm. Benar-benar sekretaris penggoda. Buat apa coba kerja memakai heels setinggi itu?
"Saya kan sudah bilang tidak bisa!"ucapnya ngotot. Ingin sekali aku menendang bokongnya yang semok itu. Tidak di film tidak juga di dunia nyata, sekretaris memang selalu menyebalkan.
"Lagipula Pak Ali sedang di kunjungi istrinya."
HAAA?Istrinya?Bukankah istrinya Ali itu aku?Sekretaris ini makin lama makin kacau bicaranya. Aku sudah naik pitam.
"Nggak mungkin! Istri Ali itu saya!" ucapku berjinjit berusaha menyamakan tinggiku dengannya. Walaupun tetap saja dia jauh lebih tinggi dariku.
Sekretaris itu sekarang malah tertawa terbahak-bahak. Aku mendengus kesal," ada yang lucu?' ku lirik name tag di blouse pinknya. Namanya Maria.
Dia menatapku dengan tatapan mengejek.
"Adik kecil lebih baik kamu pulang sekarang. Makan siang trus bobo siang ya?dari pada kebanyakan ngayal. Jelas-jelas istri Pak Ali ada di dalam dan tentunya istrinya cantik dan dewasa bukan anak kecil seperti..." dia menggantung kalimatnya.
"Seperti apa?!"aku menggeretakkan gigi geram.
Dia malah tertawa,"seperti kamu." Kemudian dia berjalan ke mejanya. Meraih gagang telfon.
"Lebih baik kamu pergi sekarang. Sebelum saya menyuruh satpam untuk mengusirmu paksa."
"Oh ya?silakan panggil satpam. Kalau perlu panggil Pak Ali langsung, agar dia bisa langsung memecat dan menyeretmu keluar. Dasar sekretaris kurang ajar!!" ucapku penuh emosi.
Dia lantas menelpon satpam, dan tak lama kemudian satpam yang di telponnya datang dan menyeretku. Aku berontak.
"apa-apaan sih ini. Lepasin!!!"
Tiba-tiba ku lihat pintu ruangan Ali terbuka, akhirnya Ali keluar juga. Dia pasti tidak terima istrinya di tarik-tarik seperti ini. Namun dugaanku ternyata salah. Yang keluar bukan Ali tapi Niken. Jadi ini dikatakan Maria sebagai istri Ali. Dasar wanita tak tahu diri. Selain Maria, Nikenlah wanita yang ingin ku jambak sekarang. Sembarangan saja mengakui suami orang.
Ku lihat Maria menundukkan kepalanya hormat melihat Niken. Cih! Dasar sekretaris bodoh! Yang harusnya di hormati itu aku! Aku!! bukan wanita jalang ini.
Niken melirikku sekilas, dia pasti bahagia aku di tarik-tarik seperti ini. Sebentar lagi pasti dia mengejekku. Namun dugaanku kembali salah. Dia hanya berlalu meninggalkan tatapan sinis kearahku. Lalu menekan tombol lift.
Aku yang terus ditarik-tarik paksa oleh satpam ini akhirnya memutuskan teriak.
"Ali, tolongin gue,ALI ALI ALI!"teriakku tidak jelas seperti orang gila.
Hingga akhirnya, yang ditunggu keluar juga.
"Ali tolongin, sakit nih. Lo rela istri lo ditarik-tarik begini." rengekku. Dia menatap satpam yang menarikku.
"Lepasin dia."
"Tapi Pak, orang ini sudah berbuat onar." ucap Maria.
"Biar saya yang urus."
Ali kemudian menghampiriku,menggandeng tanganku ke dalam. Sampai di depan Maria, aku menjulurkan lidahku mengejek. Ku lihat mukanya berubah menjadi masam.Biar dia tahu rasa.
Ali menghempaskan tubuhku ke sofa. Ku lihat Eek yang sedang asyik bermain ipad.
"Li, loe harus pecat sekretaris loe sekarang juga. Gue nggak suka, dia nggak sopan!"
Ali tidak menggubris ucapanku, dia kemudian keluar lagi memanggil Maria. Ku dengar samar-samar dia menyuruh Maria membawa Eek.
"Loe dengerin gue nggak sih?!"pekikku kesal.
Ku lihat Maria datang dan menggendong Eek berjalan keluar ruangan.
"Kok Eek di bawa pergi?"tanyaku.
Ali menghela nafasnya berat.
" Ngga bisa ya sehari aja gak bikin onar?ini di kantor bukan di rumah." ucapnya sinis.
Kenapa jadi dia yang marah? Harusnya aku yang marah sudah diperlakukan tidak adil. Belum lagi, melihat Niken yang disebut-sebut karyawannya itu sebagai istrinya.
Aku bangkit dari sofa.
"Buat onar?gak salah?adanya tuh karyawan loe yang ngeselin!" ucapku tak kalah keki.
"Maria hanya menjalankan tugasnya. Lihat pakaian loe. Loe masih pakai seragam sekolah, Loe mau gue diomongin sama semua karyawan gue karena gue nikahin anak dibawah umur?"
DEKK
Aku menatap seragam yang masih menempel di tubuhku. Aku buru-buru mendatanginya karena khawatir sampai lupa berganti baju, tapi dia malah mengatakan hal seperti itu. Dia malu mengakui aku sebagai istrinya. Aku membuang muka, enggan menatap wajahnya. Aku takut air mataku akan keluar. Ku gigit bibir bawahku menahan isak, aku tidak mau menangis di depan dia lagi.
"Leo emang masih kecil tapi bukan berarti sifat loe harus kekanak-kanakan seperti ini. Ingat loe udah menikah." lanjutnya lagi. Kata-katanya tak kalah tajam.
Ali mengatakanku anak kecil?Semua orang mengatakan aku anak kecil. Aku tidak keberatan semua orang men judge ku seperti itu. tapi kenapa hatiku sakit sekali saat Ali juga memandangku seperti itu.
"jadi loe lebih bangga kalau Niken yang jadi istri loe?ya udah loe cerai aja anak kecil ini sekarang!nggak perlu nunggu setahun dan loe bisa langsung nikahin Niken. Wanita yang nggak akan kekanak-kanakan dan yang pasti ngga bakal buat loe malu!" kata-kata itu keluar dari mulutku begitu saja.
"Kok jadi ke Niken. Kita lagi berbicara elo bukan Niken. Ini gak ada hubungannya sama dia."
Aku menatap wajahnya, ku lihat rahangnya mengeras menahan amarah. Air mataku sudah jatuh seketika.
"ya karena semua karyawan lo muja-muja dia setinggi langit. Bilang kalau dia istri lo. Lo gak mikir gimana sakitnya perasaan gue?bahkan yang lebih ngenesnya lagi. Lo, suami gue sendiri malu ngakuin gue sebagai istri!"rancauku yang semakin tidak nyambung. Masa bodoh. Yang di pikiranku saat ini, aku hanya ingin mengeluarkan isi hatiku.
Aku meraih tasku yang berada di sofa, aku keluar dari ruangannya sambil membanting pintu keras. Aku tidak peduli dengan tatapan aneh dari karyawan Ali. ku dengar samar-samar mereka membicarakanku.
"Oh itu anak SMA yang ngaku jadi istrinya Bos."
"Ih ngga tahu malu banget ya dia. Udah jelas-jelas tadi istri Bos kesini."
"Iya cantiknya juga beda jauh sama istri Bos."
"Kasihan anak kecil Cuma bisa ngayal."
Ya Tuhan kenapa seberat ini. Aku hanya menghela nafas. Sabar Prilly.
***
"Maaf non, sudah sampai." supir taksi yang ku tumpangi membuyarkan lamunanku. Aku tersenyum kecil ke arahnya sembari memberikan selembar uang.
"Kembaliannya simpan saja. Terimakasih pak." ucapku turun dari taksinya.
Aku memandang rumah yang dulu ku tempati. Rumah yang sudah menjadi saksi perjalanan hidupku selama 17 tahun. Aku sangat merindukan rumah ini, segala kenangan indah teruntai dalam ingatanku. Aku memandang ayunan sederhana yang terbuat dari ban bekas dan tambang. Dimana dulu aku dan Sania selalu berebut untuk menaiki ayunan itu. sikap kakakku yang tidak pernah mau mengalah terhadapku membuatku menjadi anak yang pengadu. Aku selalu mengadu kepada mama dan papa. Alhasil Sania selalu kena marah. Aku hanya tersenyum puas jika dia sudah dimarahi.
Dulu rumah ini selalu tampak ramai, walau hanya berisi kami berempat dan beberapa pembantu. Namun keceriaan selalu menghiasi rumah ini. Aku berjalan menekan bel. Tak lama pintu terbuka. Ku lihat wanita paruh baya mengenakan baju santai bermotif parsley tersenyum ke arahku.
"Prilly anakku," pekiknya girang.
Aku langsung memeluk tubuh mamaku. Rasanya sudah lama sekali aku tidak merasakan dekapannya. Semenjak aku menikah, aku jarang sekali bertemu mamaku. Jarak apartemen dan rumah mama yang jauh membuatku jarang singgah. Ditambah lagi kesibukan di sekolah yang lumayan padat.
Otakku kembali memutar kejadian di kantor Ali tadi. Hatiku terasa sangat pedih. Tak terasa aku mengeluarkan air mata. Mama yang merasakan basah di bahunya melepaskan pelukanku. Namun aku menghentikannya." kamu kenapa sayang?"tanyanya di sela-sela telingaku. Aku masih memeluknya.
"Aku kangen sama mama,"kilahku. Aku tidak mau mama mengetahui permasalahanku dengan Ali.
"Mama juga kangen sama kamu sayang."ucapnya mengelus-elus rambutku lembut. Mama kemudian melepaskan pelukanku.
" Ya udah sekarang masuk yuk, malu ah masa udah menikah masih cengeng," lanjutnya menghapus air mataku. Aku hanya mengangguk pasrah.
Aku memasuki kamarku yang sudah lama tidak ku kunjungi. Ku lihat tidak ada yang berubah dari kamarku. Semuanya masih pada posisinya. Kamarku masih bernuasa biru muda dengan ratusan boneka doraemon yang ku simpan di lemari khusus. Aku menghempaskan tubuhku ke ranjang. Hari ini aku meminta izin kepada mama untuk menginap disini. Awalnya mama curiga dengan keputusanku yang mendadak. Dia menyangka aku sedang ada masalah dengan Ali,namun aku menyangkalnya. Aku katakan semuanya baik-baik saja dan Alipun sudah mengizinkan aku untuk menginap. Akhirnya mama percaya walaupun aku masih melihat kecurigaan dari sorot matanya.
Pikiranku kembali kepada pertengkaran kami tadi. Bagaimana jika Ali benar-benar menceraikanku?ada rasa khawatir jika hal itu terjadi. Tapi bukannya aku yang menyuruhnya?kenapa sekarang aku menjadi khawatir seperti ini?Aku memejamkan mataku berusaha tertidur. Aku harus bisa melupakan perasaanku kepadanya. Aku harus sadar, aku ini hanya istri yang tidak pernah dia inginkan. Bukan aku yang ada di hatinya. Aku harus bisa membuang perasaan cinta ini jauh-jauh, sebelum aku jatuh terlalu dalam.
*****
Ini ku kasih bonus lebaran ya,tapi besok aku libur publish :p
Aku mau potong kambing wkwkwk
Selamat hari raya Idul Adha,mohon maaf lahir dan bathin. :* ({})
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top