SANIA IS BACK

Aku membuka pintu apartemen. Sontak sebuah tangan langsung memelukku."Kak Sania."pekikku pelan.

"Prilly,Doni jahat Prill." tangisnya sembari memelukku.

"Ayo kita masuk."kulepaskan pelukannya lantas ku giring kakakku ke dalam.

Ku lihat matanya sembab dan tubuhnya makin kurus. Apa yang bajingan itu lakukan kepada kakakku?

"Kak Sania kenapa?" tanyaku lembut setelah aku mengajaknya untuk duduk di sofa. Dia masih saja terisak.

"Do-ni Prill,"ucapnya di sela-sela isakannya.

"Iya Doni kenapa?"

"Dia ninggalin gue,"sahut Sania. aku mengelus pundaknya. Kurang ajar, Doni brengsek. Sebelumnya aku juga sudah tahu dia orang yang tidak baik. Jiwa playboynya sudah terkenal di mana-mana. Dia suka bergonta-ganti pasangan. Tapi sifat Sania yang keras kepala, sulit untuk memberi tahunya. Padahal orang tuaku juga tidak setuju. Makanya mama dan papa ingin menjodohkan Sania dengan Ali. namun Sania malah kabur. Entah apa yang di pikirkan anak itu.

" Ya udah kak, kan gue udah bilang sama lo kalo Doni itu brengsek. Lo gak percaya sih."

"Iya Prill, gue menyesal. Coba aja waktu itu gue ga jadi kabur. Pasti sekarang gue udah bahagia."

Aku naikkan sebelah alisku. Apa maksudnya?apa dia menyesal tidak jadi menikah dengan Ali?ahhh aku tidak boleh berfikiran buruk.

Sania menggenggam tanganku," Prill, gue boleh tinggal disini gak?gue gak punya tempat tinggal. Mama sama papa gak mungkin mau nerima gue lagi. Apa lagi.." kalimatnya menggantung.

Firasatku mulai tidak enak, "apalagi apa?"

Namun dia tidak menjawab. Dia terlihat gelisah. Ku lihat Sania menggigit jarinya ,"hmmm."

"Apa lagi apa kak?"desakku.

"Gue hamil," sahutnya pelan.

Bagai mendengar suara petir di siang bolong, aku terdiam seketika. Ingin sekali aku menghajar Doni sekarang juga. Enak saja dia sudah membuat kakakku hamil tapi dia meninggalkan Sania begitu saja. Emosiku sudah menggebu-gebu.

"Brengsek. Ayo kita cari Doni sekarang. Dia harus tanggung jawab,"aku menarik tangan Sania.

Hingga suara Ali menghentikanku, "siapa yang datang sayang?" Tanya Ali yang belum memakai pakaiannya. Dia hanya menggunakan boxer. Reflek Sania menutup matanya melihat suamiku.

"Sania, eh sorry sorry," ucapnya langsung kembali ke kamar mengambil sebuah kaos. Lalu keluar lagi menghampiri aku dan Sania.

"Ayo kak, lo kok diem aja sih. dia harus tanggung jawab." Aku menarik tangan Sania,"dia dimana sekarang?"

Sania hanya diam bergeming, "gue gatau dia dimana Prill. Dia ninggalin gue gitu aja."

"APAAAA?BRENGSEKKK!!"

Ali melotot ke arahku, Nampak dia tidak suka melihatku mengucapkan kalimat kotor.

"Ya udah kita ke kantor polisi sekarang, kita laporin dia. Enak aja lari dari tanggung jawab,"ucapku keki. Emosiku sudah menumpuk. Aku tidak bisa membayangkan, Sania akan melahirkan anak tanpa ayah.

"Mana bisa sayang, Sania ngelakuin itu atas dasar suka sama suka. Gak ada hukum pidananya," sahut suamiku.

Ku dengar Sania menangis, mungkin dia menyesali perbuatannya.

"Ya udah San, lo tinggal di sini aja dulu sementara. Nanti biar gue siapin apartemen buat lo dan calon anak lo."

"Kenapa cuma sementara?kenapa kak Sania gak tinggal di sini aja?" tanyaku polos.

Ali hanya memutar bola matanya," udah lebih baik lo tidur di kamar tamu. Pasti capek,"ucapnya tanpa menggubris pertanyaanku. Aku kemudian membawa Sania ke kamar yang dulu aku tempati.

Ku bantu kakakku membaringkan tubuhnya di ranjang. Sementara Ali membantu membawakan koper Sania.

"Sebentar ya kak, gue buatin teh dulu,"ucapku meninggalkan Sania dan Ali berdua.

Setelah selesai membuat teh, aku langsung bergegas ke kamar Sania. hingga di depan pintu kamar aku berpapasan dengan Ali, ku lihat raut wajahnya tegang,"sayang, kamu kenapa?"

Ali terlihat gugup, dia menggaruk tengkuknya yang ku yakin tidak gatal,"gapapa. Aku kekamar dulu ya."

"Tapi kok kamu kelihatan tegang gitu, sampai keringatan pula,"ucapku menahan tangannya.

Ali mengelus kepalaku singkat," sayang buruan gih kamu kasih tehnya, biar kita bisa lanjutin yang tadi,"senyuman jahil terlukis di rahangnya.

Aku menampakkan wajah serius, "Li, kayaknya malam ini gabisa dulu. Aku mau nemenin Kak Sania. kasihan dia pasti masih syok,"sebenarnya aku juga tidak tega melihat Ali.

Dia mengerucutkan bibirnya," satu ronde aja deh. Kamu gak kasian apa sama junior aku. Sakit tau tadi udah kepalang tanggung, pleaseee."ucapnya menggenggam tanganku erat.

Aku jadi ingin tertawa melihatnya memohon seperti ini. Entah sejak kapan suamiku ini jadi maniak sex. Ku lepaskan tanganku dari genggamannya, lalu ku sentuh daerah sensitifnya," oh iya udah keras," ucapku menggodanya

Dia mencium pipiku singkat," cepet. Aku tunggu di kamar."

***

Ali's POV

Ku dengar suara Prilly yang emosi dari ruang tamu, suara isakan tangis juga terdengar. Aku keluar mendapati Sania. mantan calon istriku sekaligus kakak iparku sedang berada di apartemenku sedang terisak pilu di pelukan Prilly. Entah mengapa mendengar ceritanya yang ditinggalkan oleh mantan pacarnya begitu saja membuatku iba. Apalagi dia sedang dalam kondisi hamil. Pasti berat berat sekali hidupnya, akan melahirkan anak tanpa seorang ayah. Tapi inilah kehidupan, mungkin kalau dulu Sania tidak kabur di hari pernikahan kami. Semuanya tidak akan terjadi. Tapi aku bersyukur, berkat kebodohannya itu. aku bisa menikahi Prilly. Yang kurasa jauh lebih baik dan cocok untukku di banding Sania.

Karena rasa iba dan menghargainya sebagai kakak iparku, aku memutuskan untuk mencarikan dia apartemen untuk dirinya dan anaknya kelak. Aku katakan padanya untuk sementara waktu dia bisa tinggal di sini sembari menunggu untuk mendapatkan apartemen yang cocok.

"Kenapa cuma sementara?kenapa kak Sania gak tinggal disini aja?"Tanya istriku polos. Stupid Prilly, dia tidak tahu apa kalau aku sebenarnya risih ada orang lain selain aku dan dia di apartemen ini. Aku hanya suka tinggal berdua dan mungkin dengan anak-anak kami kelak.

Ku abaikan saja pertanyaannya.

Akhirnya aku dan Prilly mengantarkan Sania untuk beristirahat di kamar yang dulu Prilly tempati. Prilly pamit untuk membuatkan Sania secangkir teh hangat. Sementara aku membantunya membawakan kopernya.

"Li,"panggil Sania lirih. Aku menoleh dan tersenyum kecil kepadanya. Entah mengapa kurasakan tatapannya sangat berbeda. Tatapannya begitu hangat menusuk manik mataku. Apa dia mencoba menggodaku?

"Coba aja dulu aku gak kabur, pasti kita udah bahagia sekarang," ucapnya tanpa merasa bersalah.

Mataku membelalak, apa maksud perkataannya. Apakah dia tidak sadar aku sudah menjadi suami dari adiknya. Aku berusaha bersikap tenang. Aku tidak mau berburuk sangka pada kakak iparku.

"Yang dulu biarlah berlalu, tidak perlu dibahas lagi."

Sania turun dari ranjangnya, berjalan menghampiriku. Dia menggenggam tanganku,"Prilly beruntung punya suami sepertimu."

Ku rasakan dia menggenggam tanganku sangat erat. Bahkan bukan hanya tangannya, tapi tubuhnya juga semakin mendekat ke arahku. Bahkan aku bisa mencium perfume vanilla yang ia gunakan. Kontan aku melepaskan genggamannya.

"Aku yang beruntung mempunyai istri sebaik Prilly," ucapku berlalu meninggalkannya. Aku merasakan firasat yang tidak enak. Tolong jangan lagi ada masalah yang mengganggu rumah tanggaku ya Tuhan!

Sampai depan pintu kamar, aku menghela nafas lega. Aku tidak mau berlama-lama ditinggal berdua oleh Sania. apalagi gelagatnya sangat mencurigakan.

"Sayang, kamu kenapa?"Tanya Prilly memasang wajah heran. Ku coba melupakan kejadian yang tadi. Aku tidak mau bercerita pada istriku, lagipula belum tentu tadi Sania menggodaku.

" Gapapa. Aku ke kamar dulu ya," ucapku, aku tidak mau Prilly curiga.

"Tapi kok kamu kelihatan tegang gitu, sampai keringatan pula,"ucapnya menahan tanganku. Ku lihat dia merasakan ada yang tidak beres denganku. Ahh kenapa aku tidak pandai berbohong?!

Aku mengelus kepalanya singkat,"sayang buruan gih kamu kasih tehnya, biar kita bisa lanjutin yang tadi,"ucapku mengalihkan perhatiannya. Dan sepertinya berhasil.

"Li,kayaknya malam ini gabisa dulu. Aku mau nemenin Kak Sania. kasihan dia pasti masih syok,"ucapnya pelan. Mungkin dia merasa bersalah. Karena baru kali ini dia menolak bercinta denganku.

Aku mengerucutkan bibirku kesal. Aku sebenarnya bisa saja menahannya sampai besok. Tapi entah mengapa perasaanku tidak enak. Aku merasa akan kehilangan Prilly. Walaupun aku berharap itu tidak akan terjadi,"satu ronde aja deh. Kamu gak kasian apa ama junior aku. Sakit tau tadi udah kepalang tanggung, pleaseee."

Dia tertawa kecil melihatku merajuk seperti anak kecil, lalu dia menyentuh daerah sensitifku. Tentu saja ini malah membuatku tidak sabar,"oh iya udah keras," ucapnya menggodaku menjulurkan lidahnya.

Ku cium pipinya singkat," cepat. Aku tunggu di kamar."

Sudah dua jam aku menunggu Prilly di kamar. Tapi dia belum juga menampakkan batang hidungnya. Ku putuskan untuk mengintip kamar Sania. ku rasa istriku tertidur disana. Perlahan aku membuka knop pintu kamar. Ku lihat Prilly sedang berbaring dengan mata terpejam. Benar saja dugaanku dia tertidur.

"Cari siapa Li?"suara Sania mengagetkanku. Sejak kapan dia sudah berdiri di depanku?

" Hmm..gu..gue cari Prilly,"ucapku terbata-bata karena ketahuan mengintip kamarnya.

Sania melirik ke arah istriku sekilas," dia sudah tidur."

"Biar gue angkat Prilly ke kamar,"ucapku hendak menggendong Prilly. Namun Sania mencegahku.

"Biarin dia tidur disini dulu, kalau di gendong nanti dia terbangun. Kasihan."

Aku pun hanya mengangguk setuju, kasihan Prilly. Pasti dia lelah.

Aku hendak berjalan kembali menuju kamarku yang bersebelahan dengan kamar yang di tempati Sania. Namun Sania menarik tanganku,"ehhh," reflek aku melepaskan tangannya.

"Sorry..sorry. lo mau gue buatin teh?kayaknya lo gabisa tidur," tawarnya yang bodohnya aku malah mengangguk. Kalau udah seperti ini otomatis aku semakin lama bersamanya.

Aku membuntutinya ke dapur membuatkanku teh, aku mencoba berfikir positif pada Sania. ku amati dia dari mini bar. Dia terlihat santai, sangat berbeda dengan kedatangannya tadi. Mungkin dia sudah mulai melupakan kesedihannya. "Nih," ucapnya menyerahkan cangkir teh kedepanku. Lalu duduk di sampingku.

Aku menyeruput teh yang di buatnya perlahan," Gimana gak kemanisan kan?"Tanyanya perlahan. Aku hanya mengangguk, Sania tahu sekali seleraku yang tidak suka manis. Teh buatannya sangat sesuai dengan seleraku. Bahkan buatan Prilly saja tidak seenak ini. Aduh kenapa aku jadi membandingkan Prilly dengan Sania?!aku memukul keningku pelan.

"Jadi ingat, dulu waktu persiapan nikah kita. Tante Resi selalu pesan. Ali itu gak suka manis, jadi kalau buat kopi atau teh jangan terlalu manis."ucapnya yang membuatku mengerutkan kening. Bukannya waktu itu dia sangat tidak suka dengan pernikahan itu, tapi kenapa dia ingat detail apa yang dikatakan mamaku?

Aku hanya tersenyum kecil," masih ingat aja."

Dia menopang dagunya menatapku lekat, entah mengapa aku menjadi grogi di tatapnya seperti itu. ku putuskan menegak tehku buru-buru dan berjalan kembali ke kamarku. "gue duluan ya, udah ngantuk."

"Li,"panggilnya yang membuatku menoleh.

"Selamat tidur, sleeptight."

DEKKKK

***


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top