OUR SUNSET

"Li, kita pakai mobil kamu?" Tanya Prilly heran saat melihat Ali mengendarai mobilnya yang memasuki tol.

"Kita nggak bareng karyawan-karyawan kamu aja?"

Ali menggeleng pelan.

"Nggak usah, mereka semua udah pergi kesana duluan. Buat survey lapangan," jelas Ali. Prilly yang tidak menyangka akan berangkat berdua saja dengan Ali menjadi risih. Dia hanya menunduk, sesekali menatap pemandangan dari balik kaca mobil di sampingnya. Bayangan Ranu tiba-tiba terlintas dalam otaknya. Bagaimana jika Ranu tahu dia satu mobil dengan Ali?

"Prill," panggil Ali membuyarkan lamunan Prilly. Prilly hanya bergumam.

"Sebenarnya kamu sama Ranu ada hubungan apa?" Tanyanya tanpa basa-basi. Saat ini mereka sudah keluar dari tol menuju perkampungan di pedalaman Jawa Barat yang belum tersentuh teknologi.

Prilly tersentak, dia bingung harus menjawab apa.

"Eemmmh..." hanya gumaman tidak jelas yang keluar dari bibir tipisnya. Hal itu membuat Ali semakin penasaran.

"Prill?" Ali menunggu jawaban Prilly. sesekali dia melirik Prilly dengan ekor matanya seraya menyetir mobil.

Prilly menghela nafasnya, tidak ada alasan untuk menutupi hubungannya dengan Ranu. Biar bagaimanapun juga Ali hanya masa lalunya.

"Aku dan Ranu akan menikah."

Sontak mobil yang ditumpangi mereka terhenti sesaat.

Aduh Ali sakit," rengek Prilly manja, memijat dahinya yang terantuk dashboard mobil. Ali diam bergeming, sebenarnya dia sangat suka mendengar rengekan manja Prilly, namun kali ini dia hanya diam, dia tenggelam dalam pemikirannya mencerna ucapan Prilly.

"Prilly akan menikah?" ulangnya dalam hati. Sesuatu yang keras berkecamuk dalam dadanya mendengar ucapan wanita tercintanya itu. Dia menyibakkan rambutnya kebelakang, memukul stir mobilnya.

"Li kamu kenapa sih?" Tanya Prilly yang bingung melihat ekspresi Ali. Ali mengusap wajahnya frustasi, memaksakan senyuman di bibirnya.

"Gapapa," ucapnya kembali mengendarai mobilnya. Dia yakin Prilly masih mencintainya, untuk itu dia bertekad selama tiga hari ini dia harus bisa mendapatkan Prilly kembali.

Setelah menempuh perjalanan darat selama kurang lebih 5 jam, Akhirnya mereka telah sampai di sebuah desa terpencil di wilayah pelosok Jawa Barat. Prilly kaget melihat desa yang belum mengenal teknologi itu. di jaman yang secanggih ini ternyata masih ada desa seperti ini, jangankan teknologi, listrik saja belum masuk di daerah ini.

Ali, Prilly beserta karyawan Ali yang lebih kurang berjumlah 10 orang menginap di rumah-rumah warga. Karena belum ada hotel maupun penginapan di daerah sini.

"Selamat siang Pak, Bu Dokter," sambut Pak Lurah ramah ketika mereka baru sampai. Prilly dan Ali hanya tersenyum ramah. Mereka tak menyangka kedatangan mereka di sambut dengan sangat baik. Hal itu terlihat dengan adanya penjamuan tamu di desa ini dengan beberapa warga yang bergerombol antusias menunggu mereka.

Ali dan Prilly menempati rumah Pak Lurah yang cukup bagus di banding rumah-rumah warga di sini. Walaupun dinding rumah ini masih berbahan bambu yang dianyam. Pak lurah yang menyangka mereka sebagai pasangan suami istri hanya menyiapkan satu kamar saja.

"Ini kamar Bapak sama Bu Dokter, maaf kamarnya sederhana sekali," ucap Pak Lurah mempersilakan Prilly dan Ali.

"Masuk ayo sok Pak, Bu dokter."

Prilly ingin membuka mulut, meminta satu kamar lagi. Karena tidak mungkin dia dan Ali tidur di kamar yang sama. Apalagi status Ali sekarang yang sudah menjadi suami orang. Namun dengan cepat Ali menarik tangan Prilly masuk kedalam kamar.

"Li, kok kamu narik aku sih? Aku mau minta kamar lain, gak mungkin kan kita satu kamar?" sungut Prilly melipat kedua tangannya di dada.

"Gak usah Prill, kamu gak liat apa Pak Lurah udah repot-repot nyiapin ini semua. Lagi pula emang kamu berani tidur sendirian di tempat kayak gini," ucap Ali menatap sekeliling kamar bergidik ngeri.

Prilly terdiam sesaat, perkataan Ali. Bola matanya berputar mengikuti pandangan Ali.

"Ya udah, tapi awas kalau kamu macem-macem sama aku," ucap Prilly mengacungkan telunjuknya ke arah Ali dengan nada mengancam.

Ali hanya tertawa kecil menangkis jari telunjuk Prilly yang menunjuk-nunjuknya.

"Hahaha apaan sih, omongannya kayak anak perawan aja."

Sontak wajah Prilly memerah, pipinya terasa panas. Dengan cepat dia memukul dada Ali.

"Ah ALIII!!!" rengeknya manja. Terjadilah kejar-kejaran seperti anak kecil di kamar yang tidak terlalu besar itu. Ali terus berlari menghindari Prilly yang sedari tadi berusaha memukulnya. Hingga Ali kehilangan keseimbangan, tubuhnya terjatuh di atas kasur kapuk yang tersedia di kamar itu.

"Aww," rintihnya ketika dia merasakan sakit di punggungnya. Prilly hanya tertawa kecil.

"Syukurin, makanya jangan iseng," ucapnya menjulurkan lidahnya.

Ali yang sedang meringis kesakitan menarik tangan Prilly, kontan tubuh Prilly berada di atas tubuhnya. Prilly yang merasakan jantungnya berdetak tidak karuan berusaha bangkit, namun tangan Ali menahan pinggangnya.

"Ali lepasin ah," rengeknya berusaha berdiri. Namun gagal, tenaga Ali jauh lebih besar.

Ali menggelengkan kepalanya.

"Gamau."

Prilly yang kesal memukul dada Ali dengan tangannya.

"Ali gak lucu ya, lepasin gak?"

Namun bukannya melepaskan pelukannya, Ali malah mempererat tangannya di pinggang Prilly.

Prilly mendengus kesal, dia hanya bisa pasrah sampai Ali melepaskannya. Tubuhnya yang terasa pegal karena menjaga jaraknya dengan Ali akhirnya terjatuh, menempel dengan dada bidang mantan suaminya itu. Kepala Prilly tepat berada di bahu Ali, bahkan nafas Prilly yang tersengal-sengal karena kelelahan menyapu leher Ali yang membuat dia bergidik menahan nafsu.

"Prill," panggil Ali namun tidak ada jawaban.

"Prilly."

Ali membalikkan tubuh Prilly dengan hati-hati, ternyata Prilly tertidur.

"Dasar," gumamnya sambil tersenyum mengelus rambut Prilly. dia memapah tubuh mungil Prilly membenarkan posisi tidurnya. Menarik selimut untuk menutupi kaki Prilly yang terbuka karena masih menggunakan rok spannya.

Ali menghela nafas, mencium kening Prilly.

"Aku yakin, aku bisa mendapatkanmu kembali," ucapnya berlalu keluar kamar. Tanpa disadari Ali, Prilly terbangun mendengar semua ucapan mantan suaminya itu.

***

Prilly terbangun tanpa sosok Ali disampingnya, dia meregangkan otot-otot tubuhnya, mengulat seperti anak kecil. Bayangan tentang kejadian kemarin terlintas di otakknya.

"Aku yakin, aku bisa mendapatkanmu kembali."

Suara Ali bagaikan alunan musik paling merdu di telinganya. Dia tersenyum mengingat kejadian kemarin. Ternyata Ali masih mencintainya, tapi kenapa dia masih mempertahankan rumah tangganya? Ekspresi Prilly berubah seketika, dia mengulum bibirnya kesal. tiba-tiba dia memukul pelipisnya pelan. Sadar Prill, Ali itu masih suami orang dan kamu calon istri orang,umpatnya dalam hati.

"Hey sudah bangun?" suara laki-laki membuyarkan lamunan Prilly. dia mendudukkan dirinya di atas ranjang, melihat Ali yang masuk ke dalam kamar hanya dengan menggunakan handuk yang melilit di pinggangnya. Sementara dadanya tidak tertutup baju sama sekali alias shirtless. Prilly menelan ludah gugup memalingkan pandangannya yang sedari tadi menatap Ali, ini memang bukan kali pertamanya dia melihat Ali dalam keadaan shirtless, tapi keadaan yang merubah status mereka membuat Prilly sudah lama tidak melihat otot-otot sexy Ali, dia menggigit bibir bawahnya. Tubuh Ali tak jauh berbeda dari 6 tahun yang lalu. Tubuhnya masih atletis dengan otot-otot yang tidak terlalu besar namun cukup menarik perhatian wanita.

Ali yang menyadari kegugupan Prilly meraih dagu wanita itu agar menghadapnya.

"Hey kenapa sih?" Tanyanya sok polos. Padahal dia tahu pasti kegugupan mantan istrinya itu. Prilly melepaskan tangan Ali yang memegang dagunya. Samar-samar dia mencium aroma chamomile yang menyeruak dari tubuh Ali. Aroma sabun mandi favorite mantan suaminya itu.

"Gapapa, kamu bisa gak sih pake pakaian di luar dulu sebelum masuk kamar?!"

Ali tertawa kecil.

"Kenapa emangnya? Masih aja risih. Kamu kan udah pernah lihat semua bagian tubuh aku, udah pernah nyicipin malah,hahaha," godanya yang membuat Prilly membelalakkan matanya menahan malu. Tanpa dia sadari dia meraih bantal yang ada di ranjang menggigitnya karena saking malunya.

Ali yang melihat Prilly salah tingkah, mengambil bantal yang berada di tangan Prilly.

"Ngapain gigit-gigit bantal? Mending gigit aku aja nih," godanya kembali menyodorkan lehernya ke arah Prilly.

"Ah ALIII!!!" Teriak Prilly keluar dari kamar saking malunya. Sementara Ali hanya terkekeh melihat Prilly. ternyata sifat kekanak-kanakannya masih melekat di diri Prilly. sifat yang sangat Ali rindukan.

Sekarang mereka sudah berada di balai desa untuk melaksanakan program mereka. Di bantu dengan beberapa karyawan Ali. Prilly mulai mensosialisasikan cara menyikat gigi yang benar.

Prilly mengambil alat peraga yang berbentuk mulut, menyikatnya dengan sikap gigi.

"Ibu-bu, bapak-bapak, adik-adik jadi begini ya caranya. Sikat giginya kita kasih pasta gigi terlebih dahulu. Kemudian kita gosok bagian depan, naik-turun seperti ini ya. Jangan terlalu keras, karena gusi kita bisa lecet. Setelah selesai di bagian depan kita gosok di bagian kiri dan kanan.." terang Prilly yang di respon baik oleh warga sekitar. Mereka terlihat antusias sekali memperhatikan Prilly.

Prilly dan Ali tidak menyangka, program mereka dapat di terima dengan baik oleh warga sekitar. Setelah selesai memperagakan cara menyikat gigi yang baik. Karyawan-karyawan Ali membagikan sikat gigi dan pasta gigi secara gratis kepada warga sekitar. Kemudian mereka semua menyikat gigi bersama-sama.

Acara sosialisasi cara menyikat gigi yang baik pun selesai. Ali mengajak Prilly berjalan-jalan di sekitar desa. Sontak mata Ali memicing menatap bukit yang berada di sudut desa. Dia mengajak Prilly memanjat bukit tersebut. Prilly yang memang sangat menyukai pemandangan alam terlihat sangat antusias. Dengan bersusah payah, akhirnya mereka telah sampai di puncak bukit. Dari atas bukit mereka bisa melihat sawah-sawah yang membentang menyusun relief persegi panjang yang tak beraturan. Mereka juga bisa melihat rumah-rumah warga yang jarak dari satu rumah kerumah lain yang sangat jauh. Prilly memejamkan mata, merentangkan tangannya menghirup udara sore di bukit itu, sejuk. Walaupun ini bukan pagi hari. Namun udara disini masih sangat asri.

Ali yang berdiri di belakang Prilly tersenyum melihat wanitanya begitu bahagia. Dia memeluk Prilly dari belakang, menopang dagunya di bahu Prilly, tak ada penolakan dari Prilly, dia terlalu terbuai oleh panorama alam yang disuguhkan. Matanya yang terpejam melirik Ali sekilas.

"Makasih ya Li, pemandangannya bagus," ucapnya tulus kemudian kembali memejamkan matanya.

"Buka mata kamu coba," perintah Ali saat merasakan cahaya hangat jingga menerpa permukaan wajah mereka. Prilly membuka matanya. Di lihatnya matahari menyusup kembali ke peraduannya. Puluhan kelelawar terbang meninggalkan sarang. Air mata Prilly terjatuh, dia sangat menyukai sunset.

"Kamu ingat sunset pertama kita gak?" Tanya Ali tanpa melepaskan pelukannya.

Prilly mengangguk.

"Mana mungkin aku lupa. Itu pengalaman pertama aku lihat sunset dan itu bagus banget," ucap Prilly menyeka air mata bahagianya.

"Hari itu juga pengalaman terindahku melihat sunset. Karena hari itu aku melihatnya bersama orang yang aku cintai," ucap Ali kembali memutar rekaman indah diotaknya saat dia dan Prilly masih menjadi sepasang suami istri.

Prilly melepaskan tangan Ali yang melingkar di perutnya.

"Jangan kebanyakan flashback nanti susah move on hihi," kekeh Prilly mencubit hidung Ali, dia tidak mau Ali kembali memaksanya mengingat memori indah mereka yang sudah dia kubur dalam-dalam namun masih terlihat.

"Tanpa flashback, aku juga belum bisa move on dari kamu. Dan kayaknya gak akan pernah bisa," ucap Ali santai yang membuat Prilly membelalakkan matanya.

"Kamu udah punya istri dan anak Li, berhentilah berkata seperti itu, mereka pasti kecewa kalau mendengar ucapan kamu."

Ali meraih tangan Prilly.

"Niken memang istri aku tapi aku tidak pernah mencintainya. Bahkan aku tidak pernah menyentuh dan menganggapnya ada. Dan kalau Bila, walaupun aku mulai menyayanginya namun nuraniku yakin dia bukan anakku Prill. Percayalah padaku."

Prilly menepis tangan Ali yang menggenggam tangannya erat.

"Tapi tetap saja, status kamu ini suami orang. Aku gamau dianggap perusak rumah tangga orang."

"Oke, aku akan menceraikan Niken setelah kita sampai Jakarta, kembalilah padaku Prill. Aku tahu kamu masih mencintaiku," ucap Ali kembali meraih tangan Prilly. dia mencium tangan Prilly cukup lama, meyakinkan wanita itu bahwa perasaannya tidak pernah berubah. Masih sama seperti 6 tahun yang lalu.

"Lebih baik kita pulang sekarang," ucap Prilly melepaskan tangannya berjalan meninggalkan Ali.

***

Malam itu mereka tidur saling membelakangi. Tidak ada percakapan setelah kembali dari bukit itu. mereka tenggelam dalam fikiran masing-masing. Prilly tidak bisa membohongi dirinya sendiri bahwa dia masih sangat mencintai Ali namun di sisi lain, dia tidak bisa mengecewakan Ranu yang selama ini sudah berada di sisinya. Menemaninya kemanapun dia pergi, tempat dia bersandar dari keterpurukannya. Prilly dilema, otakknya tidak bisa berhenti memikirkan Ranu dan Ali, andai tidak akan ada yang tersakiti, pasti Prilly akan lebih mudah menentukan pilihannya.

Ali menghela nafas, membalikkan tubuhnya memandang punggung Prilly, ingin sekali dia menarik Prilly sekarang juga mendekap wanita itu kedalam pelukannya. Namun sekujur tubuhnya kaku. Fikirannya melayang ke peristiwa di bukit tadi. Dia bisa merasakan Prilly masih mencintainya namun kenapa Prilly tidak memberikan jawaban yang pasti. Besok adalah hari terakhir dia bersama Prilly. setelah ini mungkin tidak akan ada kesempatan lagi. Dia sudah memiliki pria lain. Pria yang sejak 6 tahun lalu di khawatirkan Ali, sekarang semua firasatnya dulu seakan menjadi kenyataan. Tidak. Dia tidak boleh menyerah. Dia yakin Prilly adalah tulang rusuknya. Dia harus merebut wanita itu kembali. Harus.

Keesokkan harinya Prilly dan Ali siap meninggalkan desa itu. mereka diantar menuju mobil oleh Pak Lurah dan warga desa. Tak lupa mereka mengucapkan terima kasih karena telah menyambutnya dengan baik. Sepanjang perjalanan belum ada percakapan diantara mereka. Keduanya masih bungkam tertutup ego masing-masing.

Batin Ali terus berteriak sekarang atau tidak selamanya Li. Usaha lagi!!!

"Prill," panggil Ali memulai percakapan. Prilly mengalihkan pandangannya dari kaca mobil, menatap Ali.

"Hmm iya?"

"Semalem tidurnya nyenyak?" Stupid Ali, kenapa dia bertanya hal bodoh? Dia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Kenapa sekarang dia grogi sekali?

Prilly yang mendengar pertanyaan Ali hanya tertawa renyah, menatap mantan suaminya itu, dilihatnya wajah Ali yang sudah memerah dengan peluh keringat yang berada di sudut pelipisnya. Padahal AC mobil terasa dingin.

"Haha nyenyak kok," ucap Prilly di akhir kalimatnya. Dia mengambil tissue yang berada di dashboard mobil mengelap keringat Ali. Ali tersenyum lega melihat Prilly yang ternyata tidak marah dengannya. jantung berdetak cepat saat dia merasakan tangan Prilly yang tidak sengaja menyentuh pelipisnya. Dia menelan ludah berkali-kali.

"Kenapa rasanya deg-degan begini?"

***

Nih mommy kasih satu part lagi biar ngga galau di malam minggu wkwkwk

Tapi besok ngga update ya... Mommy lagi sibuk, nextnya nanti kalau kerjaan mommy udah selesai.

And the next part is,"DO IT AGAIN"

Itu kan yang kalian tunggu tunggu wkwkwk

Kabooorrrr ntar di suruh nge-NEXT cepeettttt wkwkwk

Yang nunggu ALIKA juga sabar ya...hehehe..mommy lagi ada project say, dikejar deadline jadi belum bisa ngetik.

Muachhhhh

Widya

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top