DIFFICULT DECISION
Ali's POV
Matahari yang mengintip dari celah-celah gordyn membangunkanku. Tubuhku terasa lebih segar, ku lihat Prilly masih tertidur. Ku kecup keningnya perlahan memberikan morning kiss. Aku jadi ingat waktu Prilly masih menjadi istriku. menciumnya di pagi hari merupakan ritual wajib bagiku. Tapi memikirkannya yang sebentar lagi akan menikah dengan orang lain membuat senyumku memudar. Aku menghela nafas, duduk di tepi ranjang. Ku usap wajahku dengan kedua tanganku. Menumpukan tanganku di lutut.
"Kamu udah bangun Li?" Tanya Prilly mengucek-ngucek matanya.
Aku hanya berdeham, meliriknya sekilas lalu kembali ke lamunanku.
"Kamu kenapa sih?" Tanyanya lagi menarik bahuku agar menghadapnya.
Ku lihat wajahnya saat bangun tidur, begitu cantik. Membayangkan Ranu orang yang akan melihat wajah bangun tidurnya membuatku bergidik. Aku tidak ikhlas. Tiba-tiba fikiran tentang Bila terlintas di otakku. Apa mungkin jika aku menceritakan tentang ayah kandung Bila, Prilly akan meninggalkan Ranu dan memutuskan menikah denganku?
"Hey, kok bengong?" Ucapnya menjentikkan jarinya di depanku.
"Kamu udah gapapakan?" Tanyanya lagi, menempelkan punggung tangannya di dahiku.
Ku ambil tangannya yang ada di dahiku.
"Prill, kalau Bila bukan anak aku apa kamu masih mau menikah dengan Ranu?"
Prilly terlihat syok, dia membelalakan matanya. Namun sedetik kemudian ekspresinya berubah kembali. Dia terlihat santai.
"Aku sudah tau Li."
"Maksud kamu?"
"Aku udah tahu kalo Bila bukan anak kamu, Martin ke rumahku dua hari yang lalu," jawabnya tenang seolah-olah itu hanya hal sepele.
"Trus?"
Dia memiringkan kepalanya menatapku bingung.
"Trus apa?"
"Kamu masih mau menikah dengan Ranu?" Tanyaku hati-hati. Hatiku berdoa semoga jawabannya tidak.
Ku dengar Prilly menghela nafas.
"Semua ini tidak ada hubungannya dengan Ranu, kamu ayah kandung dari Bila atau bukan tidak berpengaruh dengan pernikahanku."
Aku tersentak mendengar penuturannya. Kenapa dia bisa berbicara seperti itu? Jujur saja, kalimatnya sangat mengganggu telingaku.
"Prill, kamu tega sama aku?" Suaraku serak.
Prilly menatapku sekilas kemudian menatap lantai.
"Semua tentang kita udah selesai Li, kurang dari 3 hari lagi aku akan menikah dengan Ranu. Aku harap kamu menghargai keputusanku."
Suara Prilly terdengar bagai halilintar di telingaku, begitu menggema hingga kepalaku sakit. Aku tahu dia hanya mencintaiku, aku yakin itu. Mata indahnya tidak bisa berbohong. Tapi kenapa bibir tipisnya selalu berkata sebaliknya? Ku angkat dagunya menghadapku.
"Apa tidak ada kesempatan untuk ku lagi Prill? Perceraian kita dulu bukan salahku," ucapku parau. Ku rasakan sesuatu menohok tenggorokanku.
Prilly menatapku nanar, matanya berkaca-kaca. Aku tahu dia ingin menangis. Aku tahu dia masih mencintaiku.
"Maaf," hanya itu kata yang keluar dari bibirnya. Dia bangkit dari ranjang, keluar dari kamarku. Namun dengan cepat ku tarik tangannya.
"Bilang kalau kamu masih cinta sama aku Prill, aku tahu itu. Jangan membohongi dirimu sendiri," ucapku serak, rasanya air mataku ingin jatuh sekarang juga. aku tidak bisa menahannya, membayangkannya saja aku tak sanggup.
Prilly diam, dia hanya menggeleng. Ku bawa dia ke dalam pelukanku. Aku merindukannya.
"Tolong beri aku kesempatan," pintaku lagi.
Dia melepaskan pelukanku.
"Maaf Li, aku sudah membuat keputusan. Selama ini Ranu yang selalu ada di sisiku. Aku tidak bisa kembali padamu."
Sesuatu yang keras menghantam hatiku, sakit. Sampai-sampai aku tidak bisa mendeskripsikan perasaanku. Kenapa semuanya menjadi seperti ini? Apa aku tidak pantas mendapat kesempatan kedua untuk hal yang sepenuhnya bukan kesalahanku? Air mataku sudah tak terbendung, butiran-butiran bening keluar membasahi pipiku. Aku tersungkur di lantai, berlutut di hadapannya.
"Aku mohon Prill, aku tidak bisa kehilanganmu," ucapku hampir tak terdengar.
Prilly berjongkok, menghapus air mataku. Ku lihat pipinya juga telah basah karena air mata. Iris coklatnya menatapku nanar.
"Jangan seperti ini Li, aku yakin di luar sama banyak wanita yang lebih baik dari ku."
"Aku tidak butuh wanita yang lebih baik darimu, aku cuma butuh kamu. Aku mencintaimu Prill, Ku mohon Prill, ku mohon," ucapku bersimpuh di hadapannya. entah sudah berapa kali aku memohon padanya, namun dia masih kokoh dengan keputusannya. Dia hanya diam, menatap lantai. Aku menghela nafas, mungkin memang ini sudah jalannya. Ku hapus air mata yang membasahi pipiku. Aku mencoba ikhlas, walaupun rasanya sangat sulit. Aku mencoba tersenyum. Aku tidak mau menjadi beban pikirannya.
"Baiklah, kalau itu keputusanmu. Semoga kamu bahagia."
Prilly membawaku ke dalam pelukannya, mengelus punggungku. Mungkin inilah terakhir kalinya dia memelukku.
"Terima kasih Li, aku yakin kamu akan mendapatkan wanita yang tepat," ucapnya berbisik di sela-sela telingaku. Aku hanya mengangguk pahit. Menelan semua kenyataan yang tak seindah mimpi.
"Boleh aku menjadi saksi dalam pernikahanmu?" Tanyaku padanya. Walaupun aku tidak bisa memilikinya, setidaknya aku bisa menjadi orang yang mengantar kebahagiaannya.
Prilly melepaskan pelukannya, menatapku tidak percaya. Aku hanya tersenyum meyakinkan bahwa aku serius dengan ucapanku. Dia mengangguk.
"Kalau kamu gak bikin onar di pernikahanku, kenapa tidak?" Ucapnya mencubit hidungku pelan.
***
Author POV
Ranu berjalan mondar-mandir di kamarnya, menghafal kalimat sakral untuk meminang wanita yang sangat di cintainya itu. menjelang hari pernikahannya perasaannya bercampur aduk. Resah dan gelisah lebih mendominasi. Dia mengingat-ingat sampai detik ini, Prilly belum pernah mengucapkan kata cinta sekalipun. Dia hanya bilang aku sayang kamu itupun hanya dalam hitungan jari. Ranu tidak pernah ragu akan perasaannya dengan Prilly, baginya Prilly wanita yang tepat untuk mendampinginya. Dia sangat mencintai wanita itu, walaupun wanitanya bukan lagi gadis seperti wanita-wanita lain yang mengejar-ngejarnya.
Sontak ponselnya berdering.
"Kak Sania," gumamnya sendiri. Tumben sekali calon kakak iparnya itu menelfonnya sepagi ini.
"Hallo ada apa Kak?"
"Ran, Kakak khawatir sama Prilly," ucap Sania yang membuat Ranu membelalakan matanya.
"Memangnya Prilly kenapa Kak?
"Dia belum pulang dari semalam, bilangnya cuma pergi sebentar tapi gak pulang-pulang. Handphonenya juga gak dibawa," jelas Sania cemas.
"Kamu bisa jemput dia gak? Kakak khawatir."
Ranu menghela nafas, menetralkan pancu jantungnya.
"Memangnya kakak tau dia dimana? Ya udah biar Ranu jemput dia," sahutnya hendak mengambil kunci mobil. Namun langkahnya terhenti menunggu Sania memberikan jawaban.
"Hallo, Kak Sania."
"Dia ada di apartemen Ali."
Tubuh Ranu lemas seketika mendengar ucapan Sania, otaknya berputar cepat menyimpan ribuan pertanyaan. Kenapa calon istrinya bisa berada di apartemen mantan suaminya? Apalagi penuturan Sania yang mengatakan bahwa Prilly pergi dari tadi malam, itu berarti calon istrinya bersama pria lain semalaman. Dia berusaha membuang fikiran negatif. Belum tentu Prilly ada di sana. Dia sudah tidak peduli dengan prosesi pingitan yang harus di jalaninya. Yang ada di benaknya hanya ingin memastikan bahwa calon istrinya tidak bersama pria lain.
Ranu melajukan mobilnya menyusuri kawasan Gandaria, untungnya dia masih mengingat betul letak apartmen Ali. Dia berjalan ke lantai 15 tempat Pria itu tinggal. Baru kakinya melangkah untuk mengetuk apartemen itu, seorang wanita yang sudah tak asing keluar dari dalam. Hatinya remuk, melihat Prilly di depan matanya memandang syok ke arahnya.
"Ranu, kamu ngapain di sini?"
Ranu hanya diam bergeming, dia masih tenggelam dalam fikirannya. Ternyata benar, wanitanya ada di sini. Di apartemen pria lain semalaman. Yang lebih parahnya lagi, hal ini terjadi menjelang pernikahan yang sudah dia dambakan sejak masih duduk di sekolah dasar dulu.
Hatinya terasa hancur berkeping-keping namun dia masih memaksakan seulas senyuman. Dia tidak mau berburuk sangka, Prilly belum menjelaskannya. Walaupun apa yang dia lihat sudah membuktikan segalanya.
"Aku mau jemput kamu. Ternyata benar kamu di sini."
Reaksi Ranu membuat Prilly menatapnya tidak percaya. Bagaimana bisa Pria ini masih bersikap semanis itu setelah tahu calon istrinya ada di apartemen mantan suaminya. Seulas senyum di bibir Ranu, membuat Prilly merasa semakin bersalah. Pria itu mencoba tersenyum di hadapannya seolah-olah tidak terjadi apa-apa, namun Prilly tahu pasti hatinya hancur.
Ranu menghentikan mobilnya tepat di depan rumah Prilly. sepanjang perjalanan mereka berdua hanya terdiam, tenggelam dalam fikiran masing-masing.
"Nu, aku bisa jelasin," ucap Prilly memulai pembicaraan. Dia meraih tangan Ranu untuk digenggamnya. Ranu hanya mengangguk menunggu Prilly membuka suaranya.
"Aku gak ada apa-apa sama Ali, semalem aku nerima telfon kalau dia sakit. Aku khawatir makanya aku kesana. Aku cuma merawatnya," ungkap Prilly jujur.
Ranu tersenyum pahit, mendengar calon istrinya sendiri mengkhawatirkan orang lain. Satu kalimat penjelasan dari Prilly sudah cukup untuk membuatnya menarik kesimpulan.
"Prilly, kamu tau kan aku sangat mencintaimu? Tapi aku juga gak mau menjalin rumah tangga dengan wanita yang tidak mencintaiku."
Mata Prilly berbinar, dia menatap Ranu dalam. Namun Ranu mengalihkan pandangannya ke arah jendela. Prilly tahu pasti ada kekecewaan di mata Ranu. Dia sudah menyakiti perasaan pria yang mencintainya dengan tulus.
"Aku menyayangimu Ranu, tolong jangan berbicara seperti itu."
Ranu menggigit bibir bawahnya, menatap Prilly yang sudah berkaca-kaca. Lagi-lagi wanita itu hanya bilang bahwa dia menyayanginya. Bukan mencintainya.
"Kalau kamu mencintai aku, kamu tidak mungkin rela pergi malam-malam untuk merawat pria lain," ucapnya lembut namun nada suaranya bergetar.
Air mata Prilly jatuh tidak tertahan.
"Ranu," hanya kata itu yang sanggup dia keluarkan. Ingin rasanya dia menjelaskan semuanya namun lidahnya kelu.
Ranu menghapus air mata yang membasahi wajah Prilly. bukankah dia sudah berjanji tidak akan membuat wanita itu menangis?
Ranu menghela nafasnya berat sebelum berkata, dia memutuskan mengambil keputusan yang sudah dia fikirkan secara matang.
"Jangan menangis, aku akan memberimu kesempatan dan tidak akan ada lagi kesempatan lain setelah ini. Kembalilah kepada dia kalau kamu masih mencintainya. Aku tidak ingin menjadi penghalang untuk dua orang yang saling mencintai."
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top