CONFUSED
Prilly's POV
Ku rasakan sesuatu yang kenyal dan lembab menyentuh permukaan bibirku. Aku pasti bermimpi. Tapi kenapa rasanya begitu nyata? Bahkan aku bisa merasakan sesuatu itu menekan bibirku cukup dalam. Aku membuka mata perlahan memastikan bahwa ini bukan mimpi dan benar saja, Ali menciumku, dia melumat bibir tipisku perlahan membuatku memejamkan mata kenikmatan. Aku tak kuasa membalas ciumannya yang panas itu. entah syaraf mana yang salah dalam otakku. Harusnya dalam posisi ini aku terbangun dan menampar pipinya atau bahkan menonjoknya karena telah menciumku tanpa izin. Tapi apa yang ku lakukan? Aku diam saja, masih dalam posisi pura-pura tertidur. Bahkan sesekali aku membalas ciumannya. Sungguh aku seperti wanita murahan.
Dia menghentikan ciumannya, menjauhkan bibirnya dari bibirku. Ada rasa tidak rela saat dia melepaskan ciuman itu. rasanya tanganku ingin menarik tengkuknya untuk menciumku lagi. Tapi aku masih waras, aku menyadari status yang kami sandang sekarang. Aku ini janda, sementara dia suami orang. Kalau aku melakukannya sama saja aku seperti istrinya yang murahan itu.
Tak lama bus yang kami tumpangi telah sampai di depan TK Nunu. Kami sampai cukup malam karena jalanan yang macet.
"Prill," panggil Ali mengusap pipiku agar aku terbangun.
Aku mengerjap-ngerjapkan mataku. Refleks aku menjauh darinya saat menyadari aku memeluk pinggangnya. Kenapa aku bisa memeluknya? Pantas saja dia berani menciumku.
"Udah sampai ya?" tanyaku mengucek mataku.
Ali berdiri melihat Nunu dan Bila yang sudah tertidur lelap, sepertinya dia enggan membangunkan kedua bocah itu. karena wajah keduanya yang terlihat kelelahan.
"Kamu pulang bareng aku aja ya, kebetulan aku bawa mobil. Aku kasihan sama Nunu dan Bila kalau sampai dibangunkan," ucapnya yang ku jawab dengan anggukan, benar juga kasihan bocah-bocah ini.
Dia menggendong Nunu yang lebih berat dari Bila, sementara aku menggendong si cantik Bila. Kalau di lihat-lihat kami seperti sepasang suami istri lengkap dengan kedua anaknya. Kenapa aku jadi mikir seperti ini?
Sontak aku terkejut saat turun dari Bus. Ku lihat Ranu melipat kedua tangannya di depan dada menatap aku dan Ali bergantian. Kenapa dia bisa disini? Sumpah aku seperti ke gap berselingkuh. Padahal kalaupun benar, aku dan Ranu tidak ada hubungan apa-apa.
"Ra..Ranu ka..kamu ngapain disini?" tanyaku, kenapa aku jadi gagap begini?Stupid Prilly, pertanyaan macam apa ini. kalau dia ada disini, sudah pasti dia menjemputku.
Ranu tersenyum kecil.
"Jemput kamulah, ini udah malem. Kata Sania kamu gak bawa mobil. Aku udah nunggu kamu dari tadi. Handphone kamu gak bisa di hubungi," jelasnya dengan wajah datar, namun aku bisa melihat kekecewaan di sudut matanya.
Aku mendesah berat.
"Maaf, handphone ku lowbatt," jawabku jujur. Ku alihkan pandanganku ke Ali. aku lupa aku belum mengenalkan Ali ke Ranu walaupun mereka sebenarnya sudah mengenal.
'Oh ya Li, ini Ranu masih inget kan?" tanyaku hati-hati, Ali menautkan kedua alisnya lalu tersenyum malas.
"iya aku ingat."
"Ayo kita pulang, kasihan Nunu," ucap Ranu mengambil Nunu dalam gendongan Ali. ada jeda beberapa detik dari proses penyerahan Nunu. Ali seakan tak rela melepaskan Nunu, aku jadi takut sendiri. Ku lihat Ranu yang sudah menarik nafasnya menahan emosi. Rahang keduanya sudah mengeras. Jangan sampai dua orang itu adu jotos di sini. Doaku dalam hati.
Li," panggilku,
"hmm ya?" sahutnya malas.
"Kasih Nunu ke Ranu," ucapku hati-hati agar tak menyinggung perasaannya. Akhirnya Nunu sudah berada di gendongan Ranu. Sekarang saatnya aku menyerahkan Bila ke gendongan Ali. entah sengaja atau tidak, Ali seperti memperlambat gerakannya. Sampai ku dengar Ranu terbatuk yang di buat-buat.
Sepanjang perjalanan menuju rumahku, aku dan Ranu kompak tidak berbicara sepatah katapun. Ku lihat wajahnya masih di tekuk tanpa senyuman. Hingga kami sampai di depan rumahku, Ranu juga tidak berbicara. Jangankan berbicara melirikku saja dia enggan.
Aku masih diam tidak langsung keluar dari mobilnya. Nunu yang berada di pangkuanku juga masih tertidur pulas. Tiba-tiba dia membuka pintu mobilnya, mengambil Nunu dari pangkuanku. Berjalan masuk ke dalam rumahku, menidurkan Nunu di kamarnya. Aku hanya mengikutinya dari belakang. Setelah dia menidurkan Nunu di ranjang, dia pergi begitu saja seolah-olah aku tidak ada. Aku yang dibuat kesal dengannya, langsung menarik tangannya ketika kami sudah berada di beranda rumah.
"Kamu kenapa sih?"
Dia tersenyum kecut, menepis tanganku yang menahan tangannya.
"Masih nanya aku kenapa?"
Aku memijat pelipisku sendiri, sebenarnya Ranu kenapa sih? Aku tidak mengerti dengan sikapnya yang berubah 180 derajat seperti ini.
"Kalau kamu gak jelasin ya mana aku tau, kamu kok jadi aneh gini?"
"Aneh kamu bilang? Trus kalau mantan suami istri pergi bareng itu gak aneh? Apa lagi kalau mantan suaminya sudah punya istri," sindirnya tepat sasaran. Aku bergidik menatapnya kesal. aku kan tidak pergi berdua dengan Ali. lagi pula itu hanya kebetulan. Kenapa dia semarah ini?
Aku menghela nafas menahan emosiku.
"Jadi karena itu kamu marah sama aku? Kamu cemburu? Aku sama Ali gak ada hubungan apa-apa. Itu cuma kebetulan aja, anaknya satu sekolah sama Nunu," jelasku.
Dia mentapku sekilas kemudian kembali membuang muka. Memangnya aku semenjijikan itu?
"Iya kebetulan banget ya, sampai-sampai pakai baju kembaran. Maksudnya apa coba? Biar kelihatan kayak keluarga bahagia. Cih norak tau," ucapnya yang membuatku sakit hati.
"Ingat Prill, dia itu suami orang, kamu jangan kayak cewek murahan,"
Sontak satu buah tamparan melayang di pipinya. Ya aku menamparnya, mataku berkaca-kaca. Segitu rendahkah dia memandangku?
"Asal kamu tau ya, aku pakai baju ini karena permintaan Nunu. Aku gak nyangka kamu sepicik itu," ucapku dengan nada tinggi. Hatiku sakit, Ranu yang selalu menjadi dewa penolongku bisa begitu tega mengatakan hal seperti itu, ku hapus air mata yang jatuh membasahi pipiku.
Dia memegang pipinya yang ku tampar, menundukkan kepalanya menyesal. Aku berjalan masuk kedalam rumah, hingga ku rasakan sepasang tangan melingkar di pinggangku.
"Maaf, aku gak maksud, aku cuma gak suka kamu deket sama pria lain. Aku mencintaimu Prill," bisiknya tepat di telingaku sukses membuatku kaget. Selama ini aku memang sudah menyadari bahwa Ranu menyimpan perasaan lebih untukku. Namun aku tidak menyangka dia akan mengutarakannya sekarang.
"Ra..nu," ujarku pelan, kaget atas pengakuannya.
"18 tahun aku memendam perasaanku, selalu mencari perhatianmu ketika kita kecil dulu. Dan selama 6 tahun terakhir ini. Aku tidak bisa lagi menahannya, aku tidak bisa hidup tanpamu Prill."
Dia membalikkan tubuhku menghadapnya. Tangan kirinya masih melingkar di pinggangku sementara tangan kanannya menghapus jejak air mata di pipiku.
"Menikahlah denganku, aku janji tidak akan membuat air mata ini jatuh lagi."
"Prilly," panggil Ranu kecil membuyarkan lamunan Prilly. Prilly melirik malas, kemudian kembali menopang dagunya dengan kedua tangannya di meja.
"Prilly, Prilly," panggil Ranu kembali memainkan rambut Prilly yang dikuncir dua.
Prilly menepis tangan Ranu yang berada di kepalanya.
"Apaan sih? Kamu gangguin aku terus," sungutnya kesal. dia memalingkan wajahnya.
"Kamu nanti harus nikah sama aku ya," pinta Ranu kecil polos. Prilly menaikkan kedua alisnya.
"Nikah?"
Ranu mengangguk, "iya kayak mama papa, kalau kamu nikah sama aku. Aku gak bakal ngejahilin kamu lagi."
Prilly menatap Ranu antusias. Mata bulatnya berbinar.
"Beneran?yaudah aku mau."
Ranu mengacungkan jari kelingkingnya.
"Janji?"
Prilly kecil yang tidak mengerti arti menikah hanya mengangguk kecil, menautkan kelingkingnya dengan kelingking Ranu.
"Janji," sahutnya tersenyum riang.
"Ranu..aku..." Aku bingung harus berkata apa. aku tidak menyangka, Ranu yang selalu menjahiliku bisa mencintaiku selama itu. air mataku kembali terjatuh. Apa yang harus ku katakan? Selama 6 tahun terakhir ini, Ranu memang selalu ada di sampingku, aku juga tidak menampik kalau aku menyukainya. Namun melihat Ali kembali, membuat keyakinanku goyah. Aku masih mencintainya, sangat mencintainya.
***
Semenjak pengakuan Ranu tempo hari, aku mulai belajar membuka hatiku dan melupakan Ali. sepertinya bukan hal yang sulit untuk mencintai pria sesempurna Ranu. Lagipula tetap mencintai Ali hanya akan membuat luka di hatiku makin dalam. Dia sudah milik orang lain, aku harus ikhlas menerima kenyataan bahwa dia bukan milikku lagi. Aku juga sudah menyetujui untuk menikah dengan Ranu. Tapi aku memintanya agar pernikahan ini tidak diselenggarakan terburu-buru. Aku butuh pemikiran yang matang mengingat kegagalan dalam rumah tanggaku dulu. Dan ternyata Ranu setuju dengan keputusanku.
"Prill, lo bisa anterin Nunu lagi gak?gue ada meeting nih, buru-buru," pinta Sania sembari memoles lipstick di bibirnya. Aku mendengus kesal. kenapa aku jadi kayak babysitternya Nunu sih?sejak Sania meneruskan bisnis papa dia menjadi sibuk. Bahkan sampai menelantarkan anaknya sendiri.
"Kalau lo gabisa ngurus anak lo sendiri, lebih baik sewa orang buat jagain Nunu. Jangan minta tolong gue mulu, gue juga punya kerjaan kali," sewotku pada Sania. kulihat dia mengerucutkan bibirnya kesal. bodo aku tidak peduli.
Sebenarnya aku tidak masalah harus mengantar Nunu ke sekolah, yang jadi masalahnya adalah aku selalu bertemu Ali di sekolah Nunu. Aku sudah berusaha menghindar darinya, tapi sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga.
"Ya udah sekali ini aja, gue bener-bener minta tolong. Oke adikku yang cantik, byeee!" rayu Sania mengecup pipiku lalu berlari. Dasar, bersikap manis kalau ada maunya doang.
Aku menghentikan mobilku di depan sekolah Nunu,
"Nu, Nte nganter sampai sini aja ya, Nunu masuk sendiri," aku memberikan pengertian kepada Nunu. Untunglah Nunu anak yang pintar, dia mengangguk, mencium tanganku lalu berlari masuk kedalam sekolah. Aku menghela nafas berat. Kenapa tidak dari kemarin aja aku suruh Nunu masuk sendiri?
Tak lama sebuah ketukan di kaca mobilku membuatku menoleh. Ah kenapa aku harus ketemu dia lagi?
***
Ali's POV
"5 angsa sedang berenang di sebuah sungai, lalu 3 angsa lain ikut berenang di sungai. Sekarang berapa jumlah angsa yang berenang di sungai?" tanyaku pada Bila. Dia mendongak menatap langit-langit. Mulutnya komat-kamit, sementara jarinya di gerakan untuk berhitung.
"Delapan angsa Pa," ucapnya percaya diri. aku mengelus pucuk kepalanya.
"Yeay bener, pinter anak papa," ucapku spontan. Aku menutup mulutku sendiri. Kenapa aku bilang seperti itu. tidak..tidak dia bukan anakku.
Sepulang kami dari darma wisata sekolahnya, aku dan Bila menjadi dekat. Bahkan aku sengaja tidak pulang terlalu malam demi mengajarinya pelajaran yang tidak di mengerti. Aku juga mengambil alih tugas Niken yang selalu mengantarnya untuk pergi kesekolah. Semua itu ku lakukan bukan karena aku mengakuinya sebagai anakku. Tapi semata-mata karena Prilly. aku mendapat kabar dari Zion, bahwa akhir-akhir ini Sania mengambil alih perusahaan papanya sehingga tidak memiliki waktu untuk mengantar anaknya kesekolah. Alhasil Prilly lah yang mengantar Nunu. Tentu aku tidak akan melewatkan kesempatan ini. Aku menjadi semangat untuk mengantar Bila dengan harapan bisa bertemu Prilly. Jahat memang, tapi itu kenyataannya. Aku hanya menjadikan anak ini sebagai alat.
Ku lihat mata Bila berbinar, dia beranjak dari duduknya kemudian duduk di pangkuanku. Dia memeluk tubuhku erat.
"Makasih ya Pa, Bila sayang Papa," ucapnya di sela-sela telingaku. Entah mengapa mendengar kalimat tulus dari bibir mungilnya membuatku terharu. Aku merasa menjadi orang yang paling jahat, tega sekali aku memperalat anak yang tak berdosa ini. Aku membalas pelukannya, mengelus punggungnya.
Ku lihat Niken tersenyum berjalan menghampiri kami, dia membawakan kami beberapa cemilan. Aku melepaskan pelukan Bila.
"Nih mama bawain cemilan," ucapnya yang diiringi teriakan kecil dari Bila. Dia melompat menghampiri Niken. Tawa kecil mengembang dari bibir mungilnya.
Andai yang membawakan cemilan itu Prilly, pasti aku bahagia.
"Sudah siap?" tanyaku pada Bila saat kami sudah berpakaian lengkap menuju sekolah. Bila tersenyum meraih tanganku untuk digandengnya.
Setelah 15 menit di perjalanan, kami telah sampai di sekolah. Bila meraih tanganku hendak menciumnya. Ada rasa lega di hatiku, ketika Bila tidak takut lagi denganku. Aku menjadi lebih sering melihat senyumannya. Ternyata dia anak yang sangat menggemaskan. Ku alihkan pandanganku ke arah lain mencari sosok yang sudah ku tunggu-tunggu.
Tak lama ku lihat Nunu turun dari mobil jazz berwarna putih. Namun ku lihat dia hanya sendiri. Ku putuskan untuk berjalan menghampiri mobil itu. ku ketuk kaca jendela nya.
"Pagi," sapaku saat melihat Prilly membuka kaca mobilnya. Ku lihat Prilly tersenyum hambar.
"Pagi juga."
"Oh ya Prill, aku mau bicara sebentar bisa?" pintaku padanya. ku lihat dia berfikir sejenak sebelum menjawab pertanyaanku.
"Bicara apa ya?"
"Ini tentang bisnis. Boleh aku masuk?" tanyaku padanya karena posisiku yang setengah menunduk bersandar pada kaca mobilnya.
"Oh iya Li, sorry-sorry. Silahkan,"
Aku membuka pintu mobil dan duduk disebelahnya.
"Jadi gini Prill, perusahaanku akan mengeluarkan brand pasta gigi baru. Untuk itu kita akan mengadakan sosialisasi tentang tata cara menyikat gigi yang benar ke daerah pedalaman yang belum mengenal pasta gigi. Kebetulan kamukan dokter gigi. Aku harap kamu mau join dalam project ini. sekalian membantu masyarakat untuk memperhatikan kesehatan giginya.
"Bagaimana?" jelasku padanya. Ku lihat dia mengerutkan kening seperti berfikir.
"Aduh gimana ya Li. Aku sih mau banget. Apalagi tujuannya untuk membantu masyarakat yang masih awam. Tapi gimana ya?"
Aku menempelkan kedua tanganku.
"Ayo dong Prill, please. Acaranya cuma tiga hari kok. Aku yakin klinik kamu pasti ngizinin. Inikan acara amal."
"Nanti aku kabarin kamu lagi deh," sahutnya.
"Ya udah, kabarin secepatnya ya. Acaranya minggu depan. Aku harap kamu mau. Ya udah sampai ketemu lagi bye," kataku keluar dari mobilnya.
*****
Baca cerbung @ksap_1526 yang berjudul "Another Love Incident" yaa.. Cerbung action yang ditulis bergantian oleh member ksap. Ada mommy di part 10.
Happy reading . muaahhh
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top