Zwei - First Patient
(Song by Cher - Working Girl)
"Enisa Octaviani Lee?"
Suara dari seseorang yang berdiri disampingnya membuyarkan lamunan Enisa.
"Eh.. iya. Saya sendiri," jawab Enisa yang masih terkaget dari lamunannya.
"Perkenalkan saya dokter Falisha Rauna, yang membawahi Bagian Administrasi Kepegawaian di rumah sakit ini. Saya harap anda sudah mengetahui maksud saya menemui anda?"
Enisa mengamati seorang dokter wanita yang berdiri dihadapannya.
Jika ditaksir, taksir yang berarti hitung ya bukan taksir yang berarti menyukai, dokter Falisha ini sepertinya masih berumur sekitar awal atau pertengahan 30an tapi sudah menjabat sebagai kepala bagian Administrasi. Pasti seorang dokter yang sangat berkompeten.
"Karena terlambat di hari pertama masa program profesi saya?" tanya Enisa sedikit tidak enak.
"Iya itu salah satunya tapi ada hal yang lebih mendesak. Anda diminta untuk menemui pihak kepolisian dan manajemen rumah sakit atas tindakan yang anda ambil terhadap korban penusukan tadi."
Oke, sepertinya ini hari yang benar-benar super sial bagi Enisa. Setelah beragam kejadian tak terduga tadi sekarang Enisa harus mempertaruhkan namanya dihadapan manajemen RS dan kepolisian.
"Baiklah." Enisa menghela nafasnya.
"Tapi sebelum itu, anda sepertinya harus membersihkan diri terlebih dahulu." Dokter Falisha menunjuk kearah pakaian dan tangan Enisa yang berlumuran darah. "Ikuti saya."
Enisa beranjak mengekori dokter Falisha yang berjalan menuju arah bagian selatan rumah sakit.
Mereka berdua akhirnya berhenti disebuah bangunan yang bertuliskan Doctor Lounge.
Saat pintu dibuka maka terhamparlah pemandangan suatu ruangan yang cukup spektakuler. Jarang-jarang sebuah rumah sakit mempunyai ruang istirahat dokter yang semewah ini.
"WOW!!" hanya kata itu yang keluar dari mulut Enisa dengan suara yang cukup keras.
Beberapa dokter yang berada diruangan tersebut, baik yang sedang mengerjakan sesuatu di komputer mejanya maupun yang sekadar sedang bersantai, langsung terkejut saat melihat seseorang yang pakaiannya penuh darah tiba-tiba saja muncul dari balik pintu. Ekspresi wajah-wajah mereka berubah menjadi horor.
"Ups! Wrong room." Ucap dokter Falisha tanpa dosa. "Ruangan anak koas bukan disini," lanjutnya.
Belum sempat para dokter tersebut meminta penjelasan apa yang terjadi, Falisha sudah lebih dulu menarik bahu Enisa untuk menuju ke ruangan sebelah.
"Nah ini ruangan untuk anak koas."
'Astaga kursinya warna-warni kayak anak PAUD,' batin Enisa.
"Silahkan kamu bisa membersihkan diri di ruangan belakang sebelah sana," ucap dokter Falisha sambil menunjuk kesebuah pintu. "Untuk pakaian, sudah relakan saja karena sudah tidak steril. Sebagai gantinya kamu bisa pakai scrubs yang disediakan di ruang ganti."
"Terima kasih banyak, dok."
"Baiklah kalau begitu, 15 menit lagi saya tunggu di ruangan tadi."
Enisa hanya mengangguk lalu dokter Falisha menghilang dibalik pintu.
"Sabar dan baik banget dokter Falisha, yang jadi kekasihnya pasti sangat beruntung," gumam Enisa.
.
.
Setelah selesai membersihkan diri lalu Enisa mengambil scrubs yang disediakan dilemari ruang ganti.
"Fashion sense di rumah sakit ini boleh juga.. modelnya bagus dan warna yang dipilih sangat berani untuk anak koas," gumam Enisa sangat mencoba scrubs koasnya.
"Oke, merah berarti berani. Mari kita hadapin seluruh tantangan 2 tahun kedepan dengan gagah berani." Enisa mengepalkan tangannya di depan cermin lalu bertawa geli melihat posenya sendiri.
Cantik-cantik tapi agak kurang waras🤦🏻♀️
Setelah siap lalu Enisa mencari dokter Falisha di Doctor Lounge. Walaupun sudah melihat untuk kedua kalinya tetap saja Enisa terpukau dengan ruangan itu.
.
.
"Santai saja, kamu hanya akan dimintai keterangan tentang kronologis kejadian penusukan tadi. Pihak kepolisian juga sudah menanyai beberapa orang yang datang bersamamu dan pihak RS hanya ingin mengetahui apakah tindakan medis yang kamu lakukan itu sudah sesuai prosedur.
Ini diminum dulu supaya tidak terlalu tegang." Dokter Falisha menyerahkan secangkir kopi dari mesin kopi instan kepada Enisa.
"Terima kasih, dok."
Mereka berdua lalu berjalan memasuki conference room.
.
.
2 jam sudah Enisa berada di conference room dan akhirnya kini dia bisa bernafas lega. Enisa berhasil menjawab semua pertanyaan yang diajukan pihak kepolisian dan manajemen rumah sakit dengan sangat baik.
Korban yang dia tolong tadi akhirnya sudah selesai menjalani operasinya dengan lancar dan sekarang tinggal menunggu siuman.
Oh iya sebelum masuk kedalam conference room tadi, dokter Falisha memberikan kartu tanda pengenal koasnya dan sekarang dia tersenyum seperti anak kecil yang mendapat mainan baru sambil memandangi kartu pengenal itu.
"Ehem... Enisa Lee?"
Enisa lalu tersentak kembali ke kesadarannya. Hadapannya sekarang berdiri seorang dokter muda. Hmm cukup tampan juga, batin Enisa.
"Iya, ada yang bisa saya bantu?" balas Enisa mencari tahu keperluan apa dokter muda tersebut menemuinya.
"Dokter Falisha membutuhkan anda di meja resepsionis sekarang juga, katanya pasien pertama yang akan anda tangani sudah ditentukan."
"Terima kasih, saya akan segera kesana."
Enisa sudah akan beranjak saat laki-laki itu menahan kepergian Enisa.
"Apa kamu ada waktu nanti malam setelah selesai shift? Kami, maksudku beberapa anak koas, berencana akan pergi ke Cafe depan rumah sakit. Mereka sangat ingin bertemu denganmu setelah mendengar apa yang terjadi pagi tadi."
"Dengan senang hati, terlebih saya juga ingin berkenalan dengan peserta koas yang lain karena saya melewatkan apel orientasi pagi tadi."
"Bagus!" Tiba-tiba nada suaranya menjadi bersemangat. "Aku bersama yang lainnya akan menunggumu di Lounge. Sampai jumpa nanti malam."
Setelahnya laki-laki itu bergegas beranjak pergi.
Laki-laki yang unik, sangat bersemangat sekali. Enisa tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kearah laki-laki itu pergi.
.
.
"Permisi, bisa saya bertemu dengan dokter Falisha. Saya diminta untuk menemuinya," tanya Enisa kepada salah seorang perawat yang berjaga di meja resepsionis.
"Enisa kan?" Enisa hanya menjawab dengan anggukan. Dibelakang perawat itu beberapa perawat lainnya berbisik-bisik membicarakan tentang Enisa dan kejadian tadi pagi. Baru hari pertama saja Enisa sudah jadi bahan pembicaraan.
"Dokter Falisha sedang ada urusan mendadak tapi dia menitipkan ini dan anda diminta untuk melakukan pengawasan terhadap pasien serta menuliskan laporan." ucap perawat itu sambil menyerahkan sebuah Medical Chart seorang pasien. Enisa menerimanya lalu membacanya sejenak.
"Anissa Prameswari Rahardja, 18 tahun. Mengeluh beberapa hari terakhir sering sakit tenggorokan, terasa sakit saat menelan, dan kulitnya muncul ruam-ruam merah."
"Cukup umum gejalanya, apakah dia sudah mencoba untuk meminum obat?" tanya Enisa ingin memastikan.
"Sudah. Dia mengatakan sudah meminum obat yang biasa dia konsumsi namun kali ini tidak ada perubahan apapun, malah sakit tenggorokannya semakin parah."
"Apa dia mengatakan obat yang sering dikonsumsi tersebut?"
"Coba anda lihat medical chart pasien, ada di halaman ketiga. Dia sering mengonsumsi Amoxicillin dan Asam Mefenamat secara bersamaan setiap merasakan sakit di tenggorokannya saat berlatih vokal."
Enisa menatap medical chart milik pasien bernama Anissa tersebut seraya berfikir sangat dalam. Nama obat yang biasa dikonsumsi dan gejala sakit dikeluhkan oleh Anissa berputar-putar difikirannya.
"Sepertinya saya punya dugaan awal kenapa obat yang biasa dikonsumsi kali ini tidak menunjukkan hasil yang seperti biasanya. Tapi sepertinya saya harus menunggu hasil lab terlebih dulu apakah sesuai dengan dugaan saya atau tidak."
"Kalau boleh tahu apa dugaannya?" tanya perawat itu penasaran.
"Resistensi antibiotik terutama Amoxicillin yang biasa dia konsumsi. Kalau benar, ini sesuai dengan tidak adanya perubahan terhadap sakit tenggorokannya walau sudah meminum obat yang biasa dia konsumsi," jawab Enisa memberi penjelasan. Perawat itu hanya menganggukkan kepalanya sebagai tanda paham.
"Sembari menunggu hasil labnya keluar, saya akan mengunjungi pasien untuk mencari tahu lebih detailnya. Terima kasih perawat...?"
"Aurum Megatari. Panggil saja Arum dok," jawab perawat
"Baiklah kalau begitu saya permisi dulu perawat Arum. Sekali lagi terimakasih sudah sabar memberi rincian keadaan pasien dihari pertama saya."
"Sama-sama dok, itu sudah menjadi tugas saya."
Setelahnya Enisa beranjak dari meja resepsionis jaga menuju bangsal rawat. Enisa berjalan dengan semangat 45, tidak sabar bertemu dengan pasien pertamanya. Pasien pertama yang akan dia tangani secara langsung.
Akhirnya Enisa mendapat pasien pertamanya.
Oiya yang ada difoto diatas bukan visualisasi Enisa ya, hanya contoh model scrubs koasnya Enisa.
Buat hotchocogirl sebagai bayarannya aku kasih update yang ini aja ya ehehe
Buat yang menantikan cerita ini, terimakasih sudah membaca chapter ini dan sampai jumpa di chapter berikutnya👋🏻
Kyra
Note:
Scrubs
Scrubs merupakan pakaian lengan pendek disertai celana panjang yang dikenakan oleh dokter bedah (surgeon), dokter umum, perawat, bidan, maupun tenaga medis lainnya di rumah sakit. Seragam ini didesain dengan sederhana (simple) agar tidak ada tempat kontaminasi yang bisa menempel, mudah dicuci, dan murah untuk menggantinya jika terdapat noda atau kerusakan yang diakibatkan oleh kecelakaan operasi sehingga tidak bisa diperbaiki.
Penggunaan scrubs di indonesia sendiri belum terlalu populer karena pekerja medis di indonesia memakai baju dengan model seperti seragam pegawai bank ataupun pramugari. Jadi jangan mimpi melihat pekerja medis yang memakai scrubs warna-warni sedang wara-wiri di RS seperti serial kedokteran luar negeri.
Medical Chart
Medical Chart atau grafik medis adalah catatan menyeluruh tentang riwayat medis dan data klinis pasien. Informasi seperti demografi, tanda-tanda vital, diagnosa, operasi, obat-obatan, rencana perawatan, alergi, hasil laboratorium, studi radiologi, catatan imunisasi disertakan.
Grafik medis memberikan gambaran sekilas kepada dokter tentang data medis pasien secara real-time dan memberikan detail penting untuk membantu dokter membuat keputusan perawatan yang baik.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top