Chapter 2
Sasuke tak menduga jika ia akan berakhir dengan menikmati konversasi singkat bersama perempuan asing bernama Sakura yang mengajaknya berbincang terlebih dahulu.
Selama beberapa tahun terakhir, ia cenderung hidup secara soliter. Ia bahkan tak bisa menyebut satu orang pun sebagai teman, apalagi sahabatnya.
Semasa ia berada di akademi kepolisian, setidaknya ia pernah pergi di akhir pekan bersama rekannya. Saat masih berasa di kepolisian pun begitu, namun tidak lagi sejak ia pindah ke divisi khusus. Ia tak lagi bertemu dengan mantan rekan kerjanya dan ia pun tak begitu berharap menjalin relasi dengan mereka.
Dengan kehidupan seperti ini, bagaimana bisa ia menjalin relasi meski hanya sebatas pertemanan? Ia khawatir seseorang menjadi dekat dengannya dan cenderung ingin tahu soal kehidupan pribadinya
Terlebih, sesudah melaksanakan beberapa pekerjaan, ia menyadari bahwa pekerjaannya yang meski di bawah perlindungan pemerintah secara rahasia bukanlah pekerjaan yang akan memberikannya sebuah kehidupan yang aman untuk jangka panjang.
Sejak menyelesaikan pekerjaan terakhir, entah kenapa instingnya terus mengatakan bahwa hidupnya tidak akan panjang. Meski ia terus mendapat pujian dari atasan, ia berpikir jika suatu saat nanti ia akan berakhir sama dengan sampah-sampah yang dibuangnya.
Jemarinya menyelusuri tumpukan buku-buku yang berada di atas rak kayu kecil, memperhatikan satu persatu judul.
Ia sudah memgatakan akan meminjamkan salah satu buku karya Matsumoto Seicho yang ia koleksi seluruhnya kalau mereka bertemu lagi. Ia pikir, kalaupun buku itu tidak kembali, anggap saja sebagai salah satu cara untuk membuang barang-barang pribadinya yang terlalu sayang untuk benar-benar dibuang ke tempat sampah.
Buku mana yang akan ia pinjamkan terlebih dulu? Buku yang tahun terbitnya paling dekat dengan Hot Silk yang terbit tahun ini? Atau justru malah buku pertama dari Matsumoto Seicho?
Pada akhirnya ia menarik sebuah buku berjudul Point and Lines, buku pertama Matsumoto Seicho yang dibelinya dari sebuah toko buku bekas beberapa tahun lalu.
Kemudian ia meraih secarik kertas dan menuliskan pesan singkat di sana.
--------------------
Buku pertama Matsumoto Seicho.
Tidak usah buru-buru, kau bisa mengembalikannya kalau sudah selesai membaca.
Kembalikan saja kalau kita bertemu di kissaten.
--------------------
.
.
Sakura benar-benar tidak habis pikir dengan jalan pikir lelaki asing itu. Sebelumnya tak pernah sekalipun mereka berinteraksi selain melayani pesanan, namun terkadang lelaki itu memberikan uang kembalian padanya. Kini lelaki itu malah mengatakan akan meminjamkan buku Matsumoto Seicho padanya.
Apakah lelaki itu bermaksud buruk? Ia tidak yakin begitu. Buktinya lelaki itu tak pernah mengajaknya berinteraksi jika ia tidak mengajaknya bicara di luar konteks pelayanan terhadap pelanggan terlebih dahulu.
Ketika lelaki itu mengatakan akan meminjamkan buku, Sakura hanya mengiyakan saja karena tidak berpikir lelaki itu serius.
Namun senja ini ia dibuat terkejut ketika Keisuke menyerahkan sebuah buku dengan kertas yang terlihat berwarna kekuningan padanya.
Lelaki itu sungguh+sungguh datang dengan membawa buku yang dijanjikan padanya. Sungguh tak dinyana, lelaki itu bahkan mengingat janjinya pada seorang perempuan asing seperti dirinya.
Kissaten sedang ramai senja ini dengan beberapa pria yang baru saja pulang kerja dan hendak bersantai sejenak. Alunan musik jazz nan lembut memenuhi penjuru ruangan yang diisi oleh para yang duduk untuk berbincang dengan rekan kerja mereka, bersantai seraya membaca koran maupun menikmati tembakau mereka.
Meski ia ingin berbincang dengan Keisuke, hal itu jelas tidak mungkin. Bagaimana jika seorang pelanggan memanggil mereka? Terlebih lagi kissaten hanya mempekerjakan dua orang pegawai di area depan, di mana satu membuat kopi dan yang lainnya melayani pesanan atau sebaliknya.
"Kau kenal orang itu?" tanya Tenten, gadis berambut cokelat yang merupakan teman satu shift-nya hari ini. Gadis itu merupakan mahasiswi di salah satu universitas yang bekerja sambilan demi uang tambahan.
"Aku baru kenal kemarin. Katanya dia ingin meminjamkan buku padaku," jawab Sakura seraya sedikit menunduk, berniat meletakkannya di dalam lemari kecil tempat ia menyimpan tas.
"Sejujurnya aku berpikir dia lelaki yang aneh. Mengapa dia menolak uang kembaliannya dengan alasan yang ganjil?" bisik Tenten seraya menatap ke arah Sasuke yang tengah menyesap sebatang rokok yang menyala.
"Beberapa kali seminggu dia datang hanya untuk menulis di atas kertas dan duduk berlama-lama. Apa pekerjaannya?" Tenten kembali berbisik.
Sakura mengendikkan bahu, "Tidak tahu. Dia bilang sedang menulis novel."
"Penulis?"
Sakura lagi-lagi mengendikkan bahu, kemudian menggeleng, "Aku hanya tahu namanya Keisuke dan dia selalu pesan iced americano. Cuma itu."
Tenten tersenyum tipis seraya melirik buku di tangan Sakura, "Kau kan suka novel misteri. Bagaimana kalau kau berusaha mengungkap identitas lelaki itu dengan berusaha mengenalnya?"
Sakura berpikir bahwa itu ide yang menarik. Namun ia segera menampiknya, meski ia sangat ingin tahu namun ia menghargai privasi lelaki itu sebagai pelanggan.
Ia tak berniat kehilangan rekan penikmat novel Matsumoto Seicho pertama yang ditemuinya.
.
.
Sasuke menyentuh kacamata tebal dengan lensa datar untuk membenarkan posisinya. Ia mengenakan kaos berkerah dengan motif garis-garis berwarna hijau, putih dan biru serta mengenakan celana panjang kain berwarna krem yang tidak membungkus kaki dengan ketat serta kaus kaki putih dan sepatu berwarna coklat.
Selain itu ia juga memakai tas ransel berwarna hitam. Agar terlihat meyakinkan, ia bahkan memakai sedikit riasan agar wajahnya terlihat berbeda.
Kali ini ia sengaja berpenampilan layaknya salah satu mahasiswa yang terlibat dalam penelitian dengan sang profesor agar tidak terlihat mencurigakan jika seseorang melihatnya. Berdasar informasi yang ia dapat, beginilah penampilan orang itu.
Ia menatap sekeliling sebelum masuk ke dalam pintu rumah yang tidak dikunci. Ia masuk dengan percaya diri, namun sesungguhnya ia sedikit khawatir bahwa seseorang akan memergokinya.
Sasuke segera menutup pintu dan tak sampai sepuluh meter dari tempatnya berdiri, jasad seorang pria tua berumur empat puluhan terbujur dengan sedikit darah yang berceceran.
Ia menghela napas, bagaimana cara untuk menyingkirkannya tanpa ketahuan? Yang lebih penting, bagaimana ia menghapus jejak darah tersebut?
Tanpa sengaja ia memandang foto lelaki itu dan bergumam sangat pelan . Baju putih bersih itu pasti memerlukan pemutih pakaian. Ia bisa membersihkan darah dengan penutih pakaian dan secarik kain. Ia sendiri membawa kain untuk berjaga-jaga karena kali ini membawa ransel. Ia hanya perlu memikirkan cara menyingkirkan mayat itu.
Sebelumnya Sasuke sama sekali tak memiliki gambaran soal bagian dalam rumah ini meski ia pernah melewati areanya untuk survey sekilas dan mengetahui kondisinya. Area itu cenderung sepi di malam hari dan tidak banyak orang melintas.
Ia tak seharusnya membuang waktu, namun ia memutuskan melakukan pemeriksaan dan memikirkan cara paling efisien untuk menyingkirkan mayat itu.
Seandainya memungkinkan, Sasuke ingin mencincang seluruh tubuh pria itu dan merebusnya sebentar,.kemudian memberikan pada kucing jalanan. Namun hal itu memerlukan waktu lama dan meninggalkan banyak jejak darah.
Langkah kaki membawa Sasuke menuju sebuah tempat yang ia duga merupakan sebuah kamar mandi dan ia segera memasuki ruangan. Dahinya mengernyit akan kamar mandi yang berbeda dengan dugaannya.
Rumah ini memiliki desain arsitektur Barat tahun 50-an yang sedikit mencolok dibanding rumah-rumah pada umumnya. Sasuke mengira kalau ia akan menemukan kamar mandi dengan bak berukuran besar berwarna merah muda atau hijau dengan wastafel maupun keramik senada dengan desain retro.
Namun kamar mandi ini malah berbeda jauh. Sasuke tidak tahu bagaimana mendeskripsikannya, yang jelas ia merasa aneh dan merasa tidak nyaman begitu membuka pintu.
Dinding kamar mandi sama sekali tidak dicat sehingga memperlihatkan warna asli dengan lantai semen serta bak mandi yang juga terbuat dari semen dengan bentuk yang tidak estetik, seolah dikerjakan dengan asal. Kamar mandi itu cukup luas dengan kloset duduk di sudut ruangan, jauh dari bak mandi. Di dalam kamar mandi terdapat berkantung-kantung semen.
Apa yang ada di pikiran lelaki itu? Berniat membangun kamar mandi sendiri? Terkadang ilmuwan memiliki jalan pemikiran yang terlalu rumit untuk dipahami.
Sasuke memperhatikan salah satu bagian semen di area kosong dekat kloset yang aneh. Semen itu terlihat agak bergelombang dan dikerjakan dengan asal-asalan. Bahkan belum sepenuhnya kering.
Ia memutuskan untuk mulai menggali meski ia seharusnya meninggalkan jejak seminimal mungkin. Sepertinya tempat yang sejak awal sudah mencurigakan ini menyimpan sesuatu yang aneh.
Ketika menggali tanpa sengaja ujung sekopnya menyentuh sesuatu yang terlihat seperti kulit. Ia segera menggali dan untuk sesaat gerakan tangannya terhenti. Ia mendapati kepala si mahasiswa yang terlibat penelitian itu di bawah semen.
Sasuke benar-benar tak mengerti apa yang terjadi. Kenapa profesor ini membunuh mahasiswanya sendiri? Apakah atasannya atau orang yang ditugaskan untuk membunuh sang profesor sudah tahu soal hal ini ?
Sekarang apa yang harus ia lakukan? Karena sudah terlanjur ia gali, pasti akan memerlukan waktu hingga semen mengeras. Kalau terungkap ke publik, ini akan menjadi skandal besar.
Kalau ia ingin menutupi skandal, justru ia harus membuat tempat ini terbakar seakan-akan terjadi kebakaran. Namun bagaimana dengan atasannya?
Ia segera mengeluarkan pagernya. Untungnya pager itu bisa digunakan untuk berkomunikasi dua arah meski ia jarang menggunakannya saat bekerja, kalau bukan karena darurat.
Sasuke segera mengirim pesan melalui pager dan memandang sekeliling, merasa khawatir tiba-tiba dan berharap sang atasan segera menjawab.
Ia menunggu sambil mengetukkan jari di dinding. Beberapa menit yang berlalu terasa seperti beberapa jam, ia merasa gugup dan khawatir karena membuat kesalahan.
Ketika pesan balasan tiba, Sasuke segera yakin dengan apa yang harus ia lakukan. Ia akan membakar tempat itu.
-TBC-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top