Extra Part: Ngidam


Ini sudah hari kedua sejak satu Minggu yang lalu Ila memberi kabar yang begitu membahagiakan bagi Andra. Setelah lima bulan menikah, akhirnya Ila dan Andra dikaruniai seorang anak yang kelak akan menjadikan kebahagiaan mereka berlipat ganda. Namun sayangnya, setelah Ila memberitahukan kabar baik itu dan memeriksakan kandungannya ke dokter, perempuan itu malah menjauhi Andra. Jangankan menyentuh, melihat Andra saja, Ila tidak mau.

Entah apa yang terjadi pada perempuan itu, hingga detik ini, benak Andra bertanya-tanya. Pasalnya sejak mengetahui kandungan Ila yang sudah berusia lima minggu, Andra benar-benar sudah jadi Musuh Ila. Saat ini, Andra masih sibuk merakit lego di hadapannya.

"Anak gue perempuan, masih aja lo beliin lego," komentar Vino dari arah dapur.

Andra hanya menghela napas pelan menanggapi ucapannya sahabatnya barusan. Di hadapannya, sudah ada Zhafira, putri kecil Vino yang baru berusia 13 bulan. Belum waktunya untuk main lego memang, tapi bocah itu kelihatan senang bermain lego dengan Andra meski sejak tadi yang dilakukan pria itu hanya menarik napas dan menghembuskannya dengan tidak santai.

"Om Andra nggak jelas, ya, Za? Masa beliin lego, Zaza, kan perempuan," ucap Vino seraya mengangkat Zhafira dan memangkunya.

"Om Da-da."

"Om Da-da, ndak jelas, ya, Nak?"

Sementara Vino asyik berinteraksi dengan putrinya, Andra justru menyandarkan dirinya di sofa dengan keras. Entah sudah seperti apa rumitnya isi pikiran Andra saat ini, karena sesungguhnya Andra sendiri belum menemukan jawaban dari permasalahannya. Ila masih belum mau diajak bicara, bahkan semalam Andra terpaksa tidur di ruang tamu akibat Ila yang menjerit-jerit setiap kali melihat wajahnya.

"Zara masih di klinik? Gue butuh konsultasi, nih," ucap Andra frustasi.

Vino terdengar mendecak pelan, "lo lupa kalau gue juga dokter?"

Andra memang tidak pernah lupa kalau sahabatnya ini juga seorang dokter muda yang hebat. Hanya saja, ini menyangkut masalah kandungan Ila, dan Andra berpikir kalau mungkin Zara yang paling mengerti sebab dia juga merupakan dokter kandungan. Andra menatap Vino sangsi, sementara Vino masih sibuk berinteraksi dengan Zhafira. Putri mungil yang lucu itu selalu membuat mood Andra berubah baik, biasanya begitu. Tapi tidak selama beberapa waktu ke belakang.

Sejak Ila menjaga jarak darinya, bertemu dengan Zhafira tidak lagi terasa semenyenangkan dulu. Biasanya, setiap akhir pekan seperti ini, Andra selalu mampir untuk melepas penat. Namun kedatangannya yang hanya sendirian tanpa kehadiran Ila justru malah membuatnya merasa kesepian. Andra bingung, takut kalau ia melakukan satu kesalahan kecil justru sesuatu yang buruk malah menimpa Ila dan kandungannya.

"Akhir-akhir ini, Ila nggak mau liat muka gue. Gue nggak tau alasannya apa, tapi gue tersiksa banget, Al," ucap Andra akhirnya.

Vino terlihat mengangguk-angguk, sambil sesekali menjauhkan potongan lego yang terlalu kecil dari jangkauan Zhafira. Salah-salah, anak itu malah memakannya.

"Untuk usia kandungan muda seperti Ila, perilaku kayak gitu hitungannya normal kok, Ndra. Beberapa Ibu hamil memang ada yang manja sama suaminya, kayak Zara dulu waktu hamil Zaza. Tapi mungkin kasusnya Ila ini kebalikannya."

Andra menatap Vino dengan raut bingung. Bagaimana bisa sikap Ila dikatagorikan sebagai hal yang normal. Bahkan sebelum perempuan itu positif hamil, Ila tidak pernah memperlakukannya sedingin ini. Kalaupun marah, Ila tidak pernah sampai menjauh dari Andra.

"Normal? Yang kayak begini normal? Dia jadi kayak yang benci banget sama gue, liat muka gue aja langsung jerit-jerit kayak liat hantu," ujar Andra sambil mengusap wajahnya kasar. "Yang kayak gitu normal dari mananya, Al?"

"Biasanya orang awam nyebut fase ini adalah fase ngidam."

"Ngidam?"

Vino mengangguk santai. "Fase sensitif seorang ibu hamil. Ini lebih baik ketimbang Ila minta hal-hal aneh sama lo."

"Mendingan dia minta hal aneh sekalian, Al."

Di tempatnya, Vino hanya bisa tertawa. "Nanti saat kandungannya udah stabil, pasti Ila bakalan balik kayak dulu lagi. Tenang aja, Ndra."

Di saat begini mana bisa Andra tenang. Tinggal satu atap dengan Ila yang selalu menatapnya dengan tatapan benci benar-benar membuat Andra tidak tahan. Kenangan buruk semasa SMA membuat Andra takut Ila akan membencinya seperti dulu. Meski sudah sekuat hati meyakinkan diri kalau Ila yang saat ini sudah menjadi istrinya adalah Ila yang berbeda dengan yang dulu, Andra tetap saja merasa takut.

***

Setelah mengutarakan keluh kesahnya pada Vino, Andra tetap saja tidak tenang. Saat pulang ke rumah, sikap tidak bersahabat Ila tetap ia dapatkan. Tatapan dingin, ucapan ketus, juga gelagat yang menunjukkan ketidaksukaan itu membuat Andra benar-benar tidak tahan berada di rumah. Meski begitu, Andra tidak pernah memungkiri kalau dirinya benar-benar merindukan Ila.

Pelan, Andra menghampiri Ila yang kini sedang menyibukkan diri di dapur. Meski terlihat membenci Andra, perempuan itu tidak pernah absen memasak dan mengurus rumah tangga seperti biasanya. Setidaknya, Andra tidak akan kelaparan.

"Sayang...," panggil Andra pelan

"Hm."

Bahkan tanpa sama sekali menoleh pada Andra, Ila tetap melanjutkan kegiatan nya memasak di dapur. Pelan, Andra menghela napas lagi. Dirinya benar-benar tidak tahu harus berbuat apa lagi dengan sikap Ila yang begini.

"Maafin aku kalau aku buat salah sama kamu. Kasih tau aku salahku di mana, biar aku bisa perbaiki. Jangan bersikap begini, aku gak sanggup," ucap Andra pelan.

Ila masih saja sibuk pada kegiatannya, sampai tiba-tiba ia membawa piring berisi lauk dan menaruhnya begitu saja di hadapan Andra.

"Kamu nggak salah, tapi aku nggak suka liat kamu. Aku juga nggak tau, kayaknya bayi kita benci sama kamu," jawab Ila seraya mengelus perutnya pelan.

"Aku kangen banget sama kamu, sayang."

"Aku juga sebenernya, tapi aku benci liat kamu. Enggak tau, deh! Makan tuh, aku ke kamar dulu."

Andra menghela napas lagi. Hidangan makan siang sudah tersaji lengkap di atas meja, hanya saja sikap Ila yang masih ketus membuatnya jadi bingung sendiri.

Di tempat lain, Ila masih duduk sendirian sembari membuka galeri foto di ponselnya. Sudah lima bulan sejak ia menikah dengan Andra, dan sejak ia positif mengandung entah mengapa rasanya ia enggan melihat Andra. Jadi, jangankan bicara, melihat wajah Andra saja bawaannya kesal setengah mati. Entah apa yang terjadi padanya, padahal jauh di dalam lubuk hatinya ia begitu merindukan Andra.

Pelan, Ila mengelus perutnya yang mulai membuncit. Usia kandungannya yang masih beberapa minggu, mungkin juga menjadi faktor yang membuatnya merasa kesal pada Andra.

"Kamu kenapa kesal banget sama Ayah, Nak? Bunda kangen sama Ayah," ucapnya pelan.

Masih sambil mengusap perutnya pelan, Ila memejamkan matanya, berharap ketika ia membuka mata perasaan benci terhadap Andra hilang begitu saja.

***

Selepas makan, Andra mencuci piring sendiri. Entah mengapa, rasanya ia tidak ingin merepotkan Ila dengan pekerjaan-pekerjaan yang akan membebaninya. Dalam diam, Andra mengenang kebiasaan yang biasanya mereka lakukan di akhir pekan. Bersantai sembari menonton tayangan sore atau jalan-jalan dan makan di luar. Namun semenjak Ila mengandung, rasanya sulit bagi Andra menikmati akhir pekannya.

Andra menaruh piring bersih yang sudah ia cuci ke rak, kemudian berjalan pelan menuju kamar. Ila sudah berbaring di kasur dengan napas yang berembus teratur. Perempuan itu tertidur masih dalam posisi menggenggam ponsel yang masih menampakkan foto mereka berdua. Diam-diam Andra tersenyum dan menaruh ponsel Ila di nakas.

Pelan, Andra berbaring di sebelah Ila. Sebelah tangannya mengelus pelan perut Ila yang mulai membuncit, sebelahnya lagi menumpu menahan kepalanya.

"Maafin Ayah, ya, Nak. Ayah sayang banget kok sama kamu, sama Bunda. Jangan benci Ayah, Nak," bisik Andra pelan.

Tanpa sadar, sebelah tangan Ila menggenggam tangannya. Andra yang terkejut, sontak menatap Ila yang bahkan masih memejamkan matanya.

"I miss you, Sayang," ucapnya.

"Kalau merem nggak terlalu kesal?" tanya Andra.

"Masih sebenarnya, dengar suara kamu aja aku kesal. Kamu diam aja, tapi peluk aku."

Tanpa bicara lagi, Andra sudah menarik Ila ke dalam pelukannya. Mendekap erat perempuan yang begitu ia rindukan. Menghirup dalam-dalam aroma tubuh Ila yang selalu membuatnya kecanduan. Dalam hati Andra merapal, semoga sikap Ila segera kembali seperti sedia kala.

***

Hehe

Gatau, gajelas ini apaan.
Makasih sudah membaca sampai sini.
Sampai jumpa di lain kesempatan🙏

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top