9


"Braaam, Braaam."

Bram kaget saat ibunya tiba-tiba mengetuk pintu kamarnya sangat keras, pagi-pagi pula. Ia segera membuka pintu dengan mata yang masih mengantuk.

"Ada apa Ibu?"

"Cepat Bram kita ke rumah Laksmi kasihan dia Bram, suaminya meninggal."

Bram kaget.

"Ibu dengar dari siapa? Sakit apa memangnya Bu kok kita nggak dengar kabar apapun?"

"Entahlah Bram ini mendadak, tadi Laksmi nangis-nangis nelepon aku, ayo cepetan kamu sholat subuh, kita berangkat bareng."

"Iya iya Ibu."

Sesampainya di rumah Laksmi tampak keluarga besar Laksmi juga Laksmi yang menangis di samping jenazah suaminya. Saat melihat Gayatri dan Bram ia segera bangkit dan menangis dalam pelukan Gayatri.

"Sabar Sayaaang, sabar, aku yakin ini yang terbaik untuk suamimu."

Gayatri mengusap punggung Laksmi yang terus menangis, tak lama orang tua Laksmi mendekat dan Gayatri akhirnya tahu jika suami Laksmi mengalami serangan jantung. Sudah lama mengidap penyakit jantung bahkan rutin berobat hingga ditangani langsung oleh papa Laksmi namun takdir berkehendak lain.

Setelah sucikan dan disholatkan, para kerabat dan pelayat mengantar suami Laksmi ke tempat peristirahatan terakhir, di sana kembali Laksmi menangis merasa berdosa karena justru di saat-saat terakhirnya dia lebih banyak menunggui Berta yang sedang sakit.

"Bram, sudah waktunya kau menikah."

"Ya Bu, sudah ada Meli kan? Dia menungguku sekian lama."

Gayatri mendengkus.

"Selalu saja wanita itu apa tidak ada yang lain? Sejak awal ibu sudah bilang cari yang sepadan, ibu ingin kamu pertimbangankan Laksmi untuk jadi istrimu, kan suaminya sudah meninggal, kita tunggu masa Iddah dia selesai."

"Buuu sejak dulu aku tak bisa mencintainya, ibu kan tahu sendiri, kami pernah mencoba dekat dan aku tak bisa."

"Kau bodoh, wanita cantik, berkelas seperti dia kau tolak, dia menyukaimu tapi karena kau seolah menjauh makanya dia juga jadi merasa tak enak."

"Cinta kan tidak bisa dipaksakan Bu?"

"Yah, tapi bisa diusahakan, jangan jadi bapakmu, yang tak bisa mencintai ibu sampai akhir hayatnya."

Dan mulut Bram terbuka lebar karena kaget.

.
.
.

"Baru pulang Steve?" Suara Ayumi mengagetkan Steve.

"Eh, iya Kak, maaf aku ke belakang dulu." Steve mencoba tak melihat Ayumi yang malam itu baju tidurnya terlihat menakutkan.

Namun saat akan melangkah Steve merasakan pelukan erat Ayumi di belakangnya, ia bisa merasakan dada kenyal Ayumi di punggungnya.

"Kak, aku menghargai Kak Frans juga Kakak, jangan kotori pertemanan kami dengan cara seperti ini, lepaskan tangan kakak, aku nggak ingin berbuat kasar."

Steve masih diam, meski tanpa ia minta ada bagian lain dari dirinya yang memberontak ingin dipuaskan, ia laki-laki normal yang sudah terbiasa melakukan hal seperti itu sejak mengenal Laksmi.

"Frans selalu sibuk Steve, dia tak sadar jika aku butuh nafkah yang lain."

Steve memejamkan matanya, berusaha berpikir normal saat Ayumi semakin menekan dadanya ke bagian belakang tubuhnya.

"Harusnya Kakak sabar, alihkan dengan bermain bersama Aleesha."

"Jika dia tidur seperti ini apa yang bisa aku lakukan selain membayangkan suamiku memuaskanku."

"Tunggu Kak Frans."

"Dia selalu menolakku, dia selalu alasan capek."

Steve membuka pelukan erat Ayumi, ia berbalik dan melihat baju tidur tipis itu semakin jelas menampakkan ujung dada kecoklatan yang membuat degup jantung Steve semakin tak karuan, tubuh putih Ayumi terlihat jelas karena baju tidur yang menampakkan bentuk tubuh wanita yang terlihat memohon di depannya.

"Kak, Kakak nggak sadar sudah mengotori pernikahan Kakak?"

Dan Ayumi meraih pipi Steve, menciumi laki-laki yang kaget hingga tas kerjanya jatuh, Steve melepaskan ciuman bibirnya dari bibir Ayumi yang naasnya masih tersengal.

"Kaaak, aku ini sahabat Kak Frans, kami sudah seperti kakak adik, tega sekali kakak pada kami."

"Aku nggak peduli karena dia juga nggak peduli padaku."

Dan secepatnya Ayumi menurunkan baju tidurnya hingga terjatuh di kakinya dan menampakkan bentuk sempurna tubuhnya yang meski punya anak satu tetap terjaga keindahannya, Ayumi yang hanya menggunakan celana dalam berdiri di depan Steve, yang segera berbalik dan mengambil langkah cepat menuju kamarnya lalu segera menguncinya, di luar pintu ia mendengar tangisan Ayumi, yang memukul-mukul pintu kamarnya.

"Steve, aku mohon sekali ini saja, aku nggak kuat Steve."

Steve memejamkan matanya, dia diam saja berdiri di balik pintu. Lalu terbayang wajah dan tubuh Laksmi, perlahan Steve membuka seluruh bajunya lalu melangkah ke tempat tidur, merebahkan badannya. Pikirannya semakin terbawa pada Laksmi ia genggam miliknya yang telah berontak sejak tadi, menggerakkan secara teratur naik turun dan semakin cepat, mulut Steve mendesis, mengerang menyebut nama Laksmi berulang hingga desah kerasnya terdengar dan napasnya berangsur-angsur normal, ia berusaha bangkit dan meraih tisu yang ada di meja tak jauh dari tempat tidurnya.

Namun entah mengapa saat ia membersihkan tangan dan miliknya tiba-tiba ia mendengar teriakan dan tangisan Ayumi, juga suara Frans dan entah apa yang dibanting hingga pecah. Steve tetap di kamarnya ia hanya berusaha mempertajam pendengarannya dan  tangisan Ayumi semakin keras juga tak lama terdengar tangis Aleesha. Suara keras lagi dan akhirnya suara mobil yang semakin menjauh.

Steve tak mau peduli karena itu bukan urusannya, kini ia harus ke kamar mandi untuk membersihkan rasa tak nyaman akibat aktivitas tak terduga tadi.

.
.
.

"Ibu jangan ngamuk-ngamuk dulu ya, yang sabar, Bu Dokter Laksmi nggak ke sini kata perawat, paling juga agak lama karena suaminya meninggal."

Dan wajah Berta terlihat kaget, kembali air matanya memenuhi pelupuk matanya.

"Laksmi." Berta bergumam.

"Iya Ibu kita berdoa semoga dia sabar dan tabah, katanya sih suaminya sebenarnya sakit juga tapi nggak parah makanya beliau malah jagain ibu sama saya, gantian."

Berta menangis sedih ia tak mengira cobaan Laksmi juga berat.

"Bukan ibu aja kan yang sedih, Bu Dokter juga, Ibu harus cepat sembuh biar ibu bisa ke rumah Bu Dokter dan menghibur beliau, selama ibu sakit beliau loh nggak capek nungguin."

Berta mengangguk ia berjanji akan segera sembuh dan akan menemui Laskmi di rumahnya.

"Ibu tidur aja dulu ya?"

"Aku mau makan Fan."

"Eh iya iya Alhamdulillah, saya suapin ya?"

"Nggak, aku makan sendiri aja."

"Kalo ibu lemes biar saya yang nyuapin."

"Nggak papa, aku bisa." Dan Berta duduk dibantu Afan, bersandar nyaman pada bantal besar.

.
.
.

Pagi hari saat akan berangkat ke puskesmas Steve melihat Frans seolah menunggunya dengan wajah resah, saat hendak pamit lenggangnya dipegang oleh Frans.

"Maafkan kejadian semalam, aku yang salah Steve, aku melihat semua apa yang terjadi, menunggu dengan hati berdebar dan aku tak salah pilih kau sebagai sahabat, mungkin jika laki-laki lain pasti istriku yang sudah setengah telanjang akan diterkam begitu saja tapi kau malah memilih lari."

Steve menunduk, ia hanya menghela napas lalu mengangkat wajahnya dan menatap Frans yang terlihat sedih.

"Aku laki-laki normal Kak, terus terang aku ingin melakukan itu pada istri Kakak hanya sekuat tenaga aku tahan, aku ingat persahabatan kita dan berusaha menguasai keinginan liarku, kau tahu aku menuntaskannya di kamar, membayangkan wajah dan tubuh Laksmi, jadi tanpa meminta ijinmu nanti aku akan pindah."

"Kau tak usah pindah, tadi malam Ayumi dan anakku sudah aku pindah ke salah satu rumah kepala dusun yang kebetulan dia tawarkan padaku sejak dulu, kini aku baru sadar Steve tentang perkataanmu dulu bahwa nafkah lahir saja itu tidak cukup dalam sebuah pernikahan."

13 Februari 2022 (17.49)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top