3
Berta benar-benar kewalahan mencari laki-laki yang ia inginkan, laki-laki yang telah membawa seluruh rasa cinta dan selalu saja gairahnya bangkit hanya dengan membayangkan dua tangan besar itu meremas dadanya dengan keras.
"Dengan apapun caranya aku harus memilikimu, Satria, harus, aku sudah terperangkap dalam pesonamu juga karena keperkasaanmu, kau laki-laki tampan, gagah juga perkasa, baru kali ini aku selalu dibuat tak berdaya, selalu saja berakhir tertidur karena gempuranmu, hanya kali ini aku mendengar nama wanita yang selalu ia teriakkan, tadi malam terdengar jelas, Laksmi nama wanita itu ah jadi ingat Laksmi teman main sejak kecil, yang baru aja nikah, nggak lah nggak mungkin dia kenal Laksmi, Laksmi gak doyan main ke club, udahlah masa bodoh aku dia mau neriakin siapa yang penting gimana caranya biar aku tahu semua tentang dia, tar malem aku cari lagi, nggak gituan dululah nahan dulu mau serius kenalan, di mana rumahnya dan mau aku ajak nikah, pasti mama juga bahagia kalo tahu aku pengen nikah."
Tak lama masuk sekretaris Berta mengingatkan Berta jika hari ini jadwal check up lengkap ke rumah sakit yang telah dihubungi kemarin.
"Ok, Desi aku berangkat ya, kalo ada apa-apa hubungi aku, aku nggak bareng sopir, biar aku bawa mobil sendiri."
.
.
.
Laksmi menoleh seketika saat pintu ruang kerjanya tiba-tiba terbuka lalu segera tertutup ia mendengar pintu yang di kunci.
"Kau? Untuk apa setelah enam bulan kita tak bertemu mengapa kau datang lagi?"
Steve mendekat ke arah Laksmi yang berdiri dan hendak menghindarinya menuju pintu tapi tangan besar Steve menarik lengan Laksmi, mendorong ke dinding dan menciumi Laksmi dengan rakus. Sekuat tenaga Laksmi mendorong tubuh besar Steve, setelah ciumannya lepas ...
PLAAAK ...
Laksmi menampar sekuat tenaga pipi Steve dan mendorong lagi hingga tubuh Steve menjauh.
"Aku sudah menikah, aku punya suami, untuk apa kau datang ke sini? Pergi kau!"
Steve tersenyum miring, mengusap bibirnya dan berjalan pelan mendekati Laksmi lagi.
"Begini ternyata caramu setelah mengambil keperjakaanku? Menunggangiku tak kenal waktu dan setelah puas kau menikah dengan laki-laki lain, kau berhutang banyak padaku."
"Maafkan aku, tapi kau tak menolakku saat itu bahkan kau yang cenderung aktif."
Steve tertawa sekeras mungkin.
"Aktif? Siapa yang tak kenal waktu mendatangi aparmenku? Bahkan ke rumah? Juga saat aku mengetahui kau juga tidur dengan seorang dokter yang ada di sini aku masih memaafkanmu, aku tak tahu jika kau perlu beberapa laki-laki untuk memuaskanmu, lalu sekarang kau sadar, apa suamimu sangat perkasa hingga kau lupa pada semua laki-laki yang pernah kau tiduri?"
"Kau tak tahu alasan mengapa aku harus menikahinya? Kau tak tahu jika aku ... aku menebus kesalahanku sendiri yang telah salah mendiagnosa hingga istrinya meninggal, enam bulan ini tak mudah bagi aku hingga akhirnya aku sadar bahwa aku mencintai laki-laki sabar yang kini menjadi pendampingku, aku akan berusaha menjadi istri terbaik baginya, dia juga sering sakit jadi aku harus selalu berada di dekatnya, pergilah Steve, anggap kita sudah selesai, aku ingin menjadi istri yang baik bagi suamiku."
Steve menggeleng pelan, matanya memerah menahan pedih, seolah ia tak ada artinya lagi bagi wanita yang mati-matian ia cintai.
"Aku mencintaimu Laksmi."
"Aku tidak mencintaimu Steve sejak awal kau hanya teman tidur terbaik, itu saja dan tak lebih, berusaha mati-matian pun aku tak akan pernah bisa mencintaimu, kau bukan tipeku, kau laki-laki pemaksa, aku hanya suka kau ditempat tidur tapi tidak untuk menjadi teman hidup, aku lebih suka laki-laki sabar, pergilah! Dan jangan pernah kembali lagi."
Steve mengembuskan napas melangkah ke arah pintu membukanya kunci sekaligus mendorong pintu lalu menghilang. Laksmi memegang dadanya. Ada rasa bersalah dalam dirinya yang menjadikan Steve sebagai teman tidur bertahun-tahun, ia ta mengira jika Steve mencintainya.
"Laksmi."
Laksmi mendongak dan tersenyum saat sahabatnya datang.
"Ah Berta, silakan masuk, ah langsung ke lab yuk, kan mau check up lengkap."
"Tadi aku melihat dari jauh laki-laki yang baru keluar dari ruangan ini, aku kejar tapi dia cepat menghilang, kalau tidak salah orang namanya Satria, pasienmu dia?"
Laksmi bingung dan menggeleng.
"Satria siapa? Aku tidak kenal, yang baru saja keluar tadi teman kerjaku sesama dokter."
"Oh iya iya, bukan kalau begitu hanya mirip banget sama laki-laki yang aku kenal di club, eh Laksmi duduk bentar dong sini." Setelah duduk di sofa yang ada di ruangan Laksmi, Berta mulai membuka percakapan.
"Aku check up karena ingin tahu aku dalam keadaan benar-benar sehat apa tidak."
Kening Laksmi berkerut.
"Untuk apa?"
"Aku ingin hamil!"
"Hah! Kau mau menikah?"
Berta menggeleng dengan wajah riang.
"Ih gak waras kamu Berta."
"Justru aku ingin hamil, ingin menjebak laki-laki yang bikin aku jatuh cinta Laksmiiii, ketemu di club', namanya Satria, dia kereeen, ganteng, gagah, perkasa di ranjang tahuuu."
"Diiiih Bertaaaa."
"Beneraaan aku selalu dibuat KO sama dia, dua jaaaaam dia bikin aku tertidur selalu begitu selesai aaaah Laksmi seandainya kamu tahu ih pasti kamu jatuh cinta, mata dinginnya, wajahnya saja sudah bikin aku horni loh Laksmiiii."
"Haduuuh ayo ah ke lab ngomongin dia terus, terserah kamu lah pingin hamil apa gimana, ntar Ibu pingsan baru tahu rasa kamu."
Berdua mereka tertawa lalu melangkah keluar dari ruang kerja Laksmi.
.
.
.
Sudah lima hari Berta bagai orang gila ia sama sekali tak bisa menemukan Steve, ia tanyakan pada semua yang ada di club' itu tak ada yang tahu, diam-diam Bertrand mengamati Berta dan teman-temannya yang kelimpungan mencari Steve. Berta selalu melempar barang yang bisa ia lempar di club' itu hingga bodyguard selalu memaksanya keluar dari club' saat itu juga, selalu begitu tiap malam selama Steve tidak ia temukan.
"Yaaaah bakalan kalah taruhan nih gue, mana gue motor kesayangan lagi yang buat taruhan, mati dah gue."
Bertrand merogoh ponsel dari saku celana jeansnya. Mencari nomor Steve dan mulai meneleponnya. Agak lama ia telepon, berulang ia tekan tombol panggil setelah beberapa saat barulah dijawab dengan suara malas dan enggan.
Kenapa sih lu?
Males gue Ber, gue ditolak lagi
Wahahahha lu cari mati, bini orang lu gangguin
Gue cuman maunya dia
Lah dia gak mau sama lu, kan dah ada gantinya lebih menantang lagi, si dada pepaya Bangkok hahahah
Males gue
Lu dicariin Steve, dia kayak orang gila, ngamuk-ngamuk di club'
Biar aja dia gila, ntar gue buntingin dia
Cepet lah ke sini
Besok aja, gue lemes ini, ingat dia nolak gue, gue jadi males hidup
Yaudah lu mati sana
Jangan ah gue masih pingin tidur sama dia lagi
Si pepaya Bangkok?
Bukaaan ah ellu
Hahahaha
Bangke lu ya dah gue ke sana, gue bikin gak bangun bener si Bangkok Ber, mumpung gue kesel banget
Steve gue bakalan kalah nih taruhan sama lu
Gue gak akan sekejam itu sama lu Ber
Alaaah gaya lu Steve, kapan ke sini?
Ini gue mau ganti baju
Alaaaah gak usah Steve ntar juga lu sama si Bangkok gak pake baju
Gila lu ye
Sementara itu teman-teman Berta menenangkan Berta, yang sudah setengah mabuk tapi masih meratap memanggil-manggil nama Satria.
Tak lama kemudian Steve datang, ia melihat di sisi lain Berta yang memejamkan mata dengan dada yang setengah terbuka, diusap bahunya oleh teman-temannya. Steve berjalan pelan, mendekati Berta dengan wajah penuh marah.
"Malam ini akan jadi malam terakhir bagimu wanita sombong."
🔥🔥🔥
2 Juli 2021 (15.05)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top