𝒜𝓌𝒶𝓁
ℒeon membuka pintu utama. Decitan pintu terdengar nyaring sampai ke telinga. Rumah gelap gulita. Belum tiga langkah menginjak lantai ruang tamu, Leon merasakan sakit karena tertusuk sesuatu di telapak kaki kirinya. Ada pecahan beling kecil menancap dan segera dicabut oleh Leon. Untung saja darah yang keluar hanya sedikit.
"Ini pasti ulah mereka." Leon menyapu sisa pecahan beling yang masih berserakan lalu membuangnya ke tempat sampah.
Darina dan Willem tidak ada di rumah. Mereka pergi tanpa membereskan apapun, bahkan bayar listrik pun belum. Tidak ada pilihan lain, Leon menyalakan lampu emergency.
To: Ayah
"Leon sudah pulang. Tolong bayar listrik, di rumah gelap sekali."
Satu pesan terkirim ke nomor Willem. Kini Leon berjalan menuju dapur sambil menenteng lampu emergency. Ia membuka tudung saji berbentuk kotak di meja makan. Alhasil yang didapat hanyalah rasa kecewa karena yang dilihat hanya bahan masakan yang masih mentah alias belum diolah oleh Darina.
"To my sweetheart, Leonhart.
Maaf ya sayang, ibu nggak sempat masak karena harus berangkat pagi-pagi. Ibu janji akan bawa oleh-oleh setelah pulang kerja, oke? Muachhh!!!"
Setelah membaca selembar pesan dari Darina yang ditaruh di meja makan, Leon hanya menghela napas lalu menaruh surat itu kembali ke tempat semula.
Tempe, tahu, tepung bumbu, dan cabai rawit. Sepertinya Leon bisa mengolah makanan menggunakan bahan-bahan yang sangat sederhana ini. Ia mulai bergelut dengan alat-alat masak di dapur.
Akhirnya selesai juga bereksperimen. Saat ini di meja makan ada setumpuk tempe dan tahu goreng, serta sambal uleg asal-asalan. Leon duduk tidak bergeming memandang masakannya. Ia merasa ada satu hal yang kurang.
"Tong teng tong teng tong ..."
Ponselnya berdering menandakan ada panggilan masuk. Di situ tertulis, 'Ristha Calling'.
"Halo."
"Lo pulang duluan ya?!"
"Eit, tenang, rileks. Lo tanpa salam pembuka langsung nyamber aja kayak geledek."
"Halah, gue udah terlanjur blood high sama you! Kenapa lo nggak piket tadi?"
"Gue udah buang sampah tadi."
"Buang sampah gundulmu! Lo cuma buang sampah di bawah meja lo doang. Itu sama aja nggak piket!"
"Yang penting tempat gue bersih."
"Anj-heah..." Ristha berusaha meredam amarahnya. "Terus kenapa lo ninggalin gue?"
"Gue udah ngajak lo pulang, tapi lo nyuekin gue. Yaudah gue pulang sendiri."
"Kapan lo ngajak gue?!"
"Pas lo ngobrol sama temen-temen lo."
"Ya ampun, suara lo samar-samar. Gue juga lagi asyik ngobrol. Kirain pas suara lo ilang, lo nungguin gue di depan, eh gak taunya malah pulang duluan!"
"Makanya jangan suka gosip, jadi kena karma deh. Lo naik apa pulangnya?"
"B*cot! Gue naik ojek. Jadi keluar lima ribu deh, huhu..."
Leon tertawa mendengar rintihan seorang Ristha. "Jangan pelit, nanti karma nya dobel!"
"Ngomonge karma wae, kowe tak ruqyah yo metu jin londo ne!"
Ya, Ristha memang asli keturunan jawa. Seluruh kerabatnya tinggal di Yogyakarta kecuali ketiga kakak laki-lakinya yang masih satu atap dengan Ristha, si bungsu.
"By the way, gue main ke rumah lo, ya?"
"Terserah," jawab Ristha seadanya. Ia masih ngambek atas perlakuan Leon kepadanya.
"Oke, tunggu ya. Bye."
🥀
Sepasang sepatu hak tinggi berwarna merah marun itu melangkah begitu terburu-buru karena ingin segera bertemu dengan putra tercinta. Darina sudah membawakan oleh-oleh seperti yang ia janjikan.
Darina mencari mobil Honda CRV putih keluaran terbaru. Setelah ketemu, ia mendapati pemandangan yang tidak mendukung niatnya. Mobilnya dihalangi oleh mobil berwarna hijau tua serta corak warna silver di sebagian bodi. Sepertinya itu adalah mobil keluaran jadul karena kelihatan dari bentuknya yang tidak estetik–lebih ke arah antik.
Mobil jelek siapa ini? Lantas darahnya seketika naik menyadari tidak ada celah untuk keluar. Sekuat tenaga ia mendorong mobil tersebut sampai sepatu hak tingginya dilepas dan barang hasil belanjaan ditaruh begitu saja di lantai beton basement. Setelah beberapa menit mencoba dan tetap gagal, ia baru menyadari bahwa mobil tua itu menggunakan rem tangan.
Kesabarannya telah habis. Ia menendang bodi mobil tua itu hingga noda telapak kakinya terjiplak di sana. "Woi security! Pindahin mobil butut ini, gue lagi buru-buru!" Sama sekali tak ada respon sampai seorang lelaki dengan seluruh rambutnya ditumbuhi oleh uban. Ia setengah berlari diikuti oleh anak perempuan mungil mengenakan gaun se-lutut berwarna putih dibalut sweater warna merah polos.
"Bapak kalau parkir mobil yang benar dong! Saya lagi buru-buru malah di suruh dorong mobil!" gertak Darina.
Kedua tangannya melipat di perut sembari mengoceh panjang lebar kepada Jeremy. Sedangkan Jeremy yang sedang diceramahi Darina hanya menunduk mengakui kesalahannya.
"Hey you, jangan kasar sama granpha!" Anak perempuan yang selama ini menyimak ocehan Darina, mulai angkat bicara karena tidak terima Jeremy dimaki-maki seperti itu.
Gaya bicara Charlotte tidak seperti orang Indonesia. Ia orang Eropa yang di boyong ke Indonesia
Darina menoleh dan menatap kedua bola mata berwarna biru laut yang terlihat membesar karena marah. "Apa katamu?"
"Charlotte bilang, jangan kasar sama grandpha!" ulangnya menggunakan nada lebih tinggi.
"Sssh, don't be like that!" Jeremy menegur Charlotte. Kemudian ia meminta maaf lalu pergi melajukan mobilnya.
Dengusan keras keluar setelah urusannya dengan Jeremy selesai. Ia melihat jam tangan dan sekarang menunjukkan pukul enam lewat limabelas waktu maghrib.
Aduuuh, pasti Leon ketakutan di rumah sendirian, apalagi rumah gelap gulita. Khawatir akan anaknya, ia mengirim sebuah pesan ke nomor Leon dan mengharap balasan langsung. Isi pesannya hanya permintaan maaf Darina kepada Leon karena telat pulang. Melaju dengan kecepatan tinggi, mobilnya melesat ibarat flash yang sedang berlari di jalan raya.
🥀
Perut Leon sudah terisi penuh karena makanan yang disuguhkan oleh Ristha sangat enak meskipun mereka sudah menyicipi makanan pembuka yang dibuat Leon pulang sekolah. Koki nya Ristha, di bantu oleh Leon dan para abang-abang yang menjadi asisten.
Setelah selesai makan malam bersama, Leon main game RPG bersama Radit dan Rayhan, sedangkan Ristha mengerjakan PR dibantu oleh Ronald tapi tidak begitu serius karena membagi fokusnya ke layar ponsel. Tak lama kemudian, ponsel Ristha lowbat. Ia menggerutu dan berjalan malas menuju stop kontak.
"Gue cabut ya hape lo, udah penuh."
Leon hanya berucap, "ya."
Ristha berdiri cukup lama di sana. Bukan menunggu baterai ponsel nya sampai penuh, tapi melihat layar ponsel milik Leon yang dipenuhi panggilan tak terjawab dari orang yang sama.
"Leon, sini," panggil Ristha pelan. Leon menolak karena malas jalan ke arah Ristha. "Buruan sini!" pinta Ristha pakai urat.
Refleks Leon langsung menghampiri Ristha. Ia terpaku begitu melihat layar ponsel nya dipenuhi oleh nama 'Darina'. Ristha menatap lekat mata Leon-berusaha meminta izin untuk ikut campur.
38 missed call.
Segera ia membereskan buku dan barang-barangnya yang berserakan di lantai. Ketiga kakak bersaudara terheran-heran dengan tingkah Leon yang tidak biasa.
"Lo kenapa?" tanya Rayhan sambil menahan tangan Leon.
Serentak perhatian mereka beralih ke wajah Leon yang dilanda kepanikan seperti ada sesuatu yang buruk terjadi. Namun begitu mereka mulai menerka, Leon membuang napas dan menenangkan pikirannya.
"Gue disuruh pulang."
Disertai senyuman palsu, Leon melepaskan genggaman Rayhan. Ia berjalan keluar dengan santai, diikuti oleh Ristha. Ketiga bersaudara hanya menatap punggung Leon dan Ristha yang menjauh.
Di depan gerbang, Ristha menarik salah satu lengan Leon sebelum kakinya mengayuh pedal sepeda. Ia menatap Leon tanpa mengucap sepatah katapun-seolah tidak memperbolehkan sahabatnya pergi.
"Gue harus buru-buru," ucap Leon simpel. Ristha menggeleng lalu mengerutkan keningnya sambil cemberut, tanda tidak setuju.
"Please ..." Leon memohon agar dilepaskan. Ristha tetap keukeuh.
"Di sini aja. Nginep di rumah gue." Ristha merengek seperti bayi sedangkan Leon tidak menanggapi, bahkan memasang wajah kesal karena sikap Ristha sangat tidak membantu.
"Ristha!"
Jantungnya berdegup kencang. Baru kali ini ia mendengar nada sekencang itu dari Leon. Ia mundur perlahan dan membiarkan sahabatnya pergi tanpa salam perpisahan yang biasa mereka lakukan sebelum kembali ke rumah masing-masing.
Dalam hatinya, Ristha tetap berkata, meskipun tak ada seorangpun yang mendengarkan.
Hati-hati ya, Leon ...
🥀
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top