149. Terwujudnya Kutukan -2-
Disclaimer : Naruto belongs only to Masashi Kishimoto
Alternate Universe Love Story Of Naruto and Hinata
Setting : Heian/Kamakura Periode
Kenapa semua itu terulang lagi.....?
Aku ingin mencintaimu sebagai Naruto-kun ku....
Bukan sebagai Uzumaki Naruto yang mengemban dendam....
Lingkaran hitam itu, kau terjebak di dalamnya, aku tak mampu untuk membebaskanmu dari lingkaran itu....
Air mata berderai membasahi bantal putih itu, bersamaan dengan tangannya yang meremas erat sprei sutera yang dinodai bercak darah itu. Tubuhnya terasa mati rasa akibat rasa sakit yang teramat sangat. Suaminya menggagahinya dengan amat kasar, Hinata beruntung Naruto sudah membuang semua kekuatannya sebagai manusia setengah kitsune dan menjadi manusia seutuhnya. Ia tak perlu lagi merasakan derita saat Naruto menyetubuhinya dalam wujud kitsune.
Ranjang emas itu menjadi saksi nestapa batinnya, Hinata menangis terisak, menyembunyikan wajahnya pada bantal empuk berisi bulu angsa itu. Rambutnya terurai hingga menutupi wajahnya.
"Naruto-kun aku lelah... Ku mohon lepaskan aku...." Ia terisak dalam kesendiriannya.
...
"Sakura."
Tabib merah muda itu menoleh ketika suara sang suami berdengung di telinganya. Ia menoleh, mendapati sang suami berdiri di belakangnya, tatapan onix hitam itu sulit diartikan. Mengurungkan diri keluar dari istananya, Sakura berjalan ke tempat dimana sang suami berdiri.
"Kau mau kemana?"
Belum sempat Sakura membuka mulut, suara sang Jenderal mendominasi.
"Aku ingin memeriksa keadaan Hinata, selepas ia keracunan-"
"Tak usah kemanapun!"
Sakura tersentak, ia belum selesai melanjutkan kalimatnya, tapi Sasuke memotongnya.
"Naruto baru saja membantai Tenten, mengeluarkan anak dalam perutnya." Suara Sasuke memelan.
Sakura bergidik ngeri. Iris gioknya memutar gelisah. "Hinata tahu?"
"Dia melihat dengan mata kepalanya sendiri."
...
"Sai-kun..." Suara Ino mencicit pelan ketika Sai baru saja meletakkan mangkuk sup sarapannya.
"Hmmm.." Jawab Sai dengan senyum tipisnya.
"Bisa kita bicara sebentar di kamar...."
Sai tersenyum tidak jelas, lalu menepuk pipi putih Ino. "Tsuma, ini masih pagi, kau sudah meminta jatahmu?"
Plak
Ino menepis kasar tangan Sai, menyadarkan dari lamunan mesumnya. "Hmmm..." Ia menarik nafas dalam, "baiklah aku akan mengatakan disini agar otakmu kembali waras, dengar baik-baik. Semalam ayah datang ke sini saat kau sedang memantau penjagaan benteng."
Sai menukikkan alisnya. "Untuk apa?"
"Ayah memintaku untuk ke istana, dan mengajak Hinata ke kandang kuda." Terang Ino dengan aquamarienya yang terbuka lebar. "Kau tahu apa yang aku lihat?"
Dahi Sai berkerut, "apa?"
"Kaisar, menebas punggung Tenten, budak Tang kekasih Neji yang mengungsi bersama kami di Shinto Ryu, tubuhnya terjerembab ke depan, dia sedang hamil. Dan perut besarnya menghantam tanah." Ino membentuk bundaran dari tangannya di depan perut langsingnya.
Tanpa berkedip Sai menyimak pembicaraan Ino.
"Lalu Yang Mulia, menendang bahunya hingga dia terlentang, dan-" ucapan Ino terputus, ia terengah lalu meminum air putih.
"Lalu apa, Ino?" Sai mengguncang bahu sang istri.
"Lalu Naruto membelah perut budak itu, mengeluarkan bayi lelaki dari dalam sana, dan-"
"Dan apa?"
"Aku ketakutan dan berlari."
Sai menyabet katana anginnya lalu bergegas menuju Chodo-in.
...
Brak
Pintu ruang kerja Sasuke terbuka kasar, Sai masuk ke ruangan itu tanpa permisi. "Maafkan saya Shogun-sama." Sai membungkuk memberi salam.
"Tak ada siapapun disini, panggil saja namaku."
"Naruto membunuh budak itu?" Tanya Sai tanpa basa-basi.
"Jangan mengambil tindakan apapun Sai, kau tak ingin perang kembali berkecamuk. Ayah dan mertuamu sedang mencurigai kami."
"Kami?" Sai membeo.
"Aku, Sakura, dan Hinata. Para tetua tak menerima kami berada di pemerintahan. Tenten adalah incarannya, karena dia yang membongkar persembunyian mereka pada Akatsuki, yang menyebabkan Hinata diculik dan hampir mati. Dan Hinata menginginkan anak di dalam kandungan Tenten."
"Kali ini kita harus mengambil jalan diam, Naruto bisa meledak kapanpun. Ini urusannya dengan Hinata, jika kita ikut campur posisimu, Sakura dan Hinata akan semakin terancam dan memudahkan tetua itu untuk menyebar fitnah." Sahut Sai panik.
"Aku hanya berharap Hinata dan Naruto dapat menyelesaikan masalah mereka, setelah banyak hal yang mereka lalui bersama. Mereka tak seharusnya mengorbankan hubungan mereka demi ego masing-masing."
...
Hinata diam tak bergeming, iris mutiaranya tak lepas memandang langit dengan taburan bintang. Hatinya diliputi ke gamangan. Dengan kondisi Naruto seperti ini rasanya ia tak mungkin untuk berada di istana lagi. Sekelebat rencana muncul di benaknya, ia akan melanjutkan niatnya yang tertunda dulu. Tinggal di kaki gunung Fuji bersama keluarga kecilnya.
Hinata bergegas, ia turun dari ranjang emasnya, mengepang surainya kebelakang, dan mengenakan mantel untuk menutupi nagajuban tipisnya.
...
"Maaf Kogo-sama..." Langkah Hinata terhenti saat berdiri depan pintu aula. Sepasang samurai menghalanginya.
"Sedang ada rapat tertutup."
Hinata mundur beberapa langkah, ia tersenyum tipis seraya menjauh. 'Jarak itu semakin nyata, begitu sulit untukku menemui mu, Naruto-kun... Aku ingin mencintaimu... Aku ingin mencintaimu sebagai Naruto-kun ku... Bahkan untuk bertatap denganmu saja kini jarak itu membentang jauh......'
...
Pintu besar berukir naga itu terbuka, sang Kaisar berdiri di depannya dengan senyuman tipis, sang permaisuri duduk di hadapan cermin besar sembari menyisir surai panjangnya. Lamunan panjang menghiasi pandangan kosongnya, sang kaisar melangkah, mendekat ke arah sang permaisuri, lalu mengelus pucuk kepalanya lembut.
"Maaf...." Ujarnya lirih.
Hinata tersenyum mendengar suara sang suami, ia menoleh ke belakang, mendapati sang kaisar berdiri disana. "Aku ingin bicara padamu..." Ucapnya lembut.
"Kau sudah memaafkan ku..." Tangan sewarna madu itu menggenggam erat tangan putih sang permaisuri.
Hinata terdiam, mengingat bagaimana beberapa hari yang lalu Naruto membunuh Tenten, rasanya nalurinya tak memaafkan hal itu. Tapi mengingat bayi lelaki yang menjadi pewaris klan Hyuuga itu baik-baik saja, bahkan minum satu asi darinya bersama Boruto membuatnya dapat sedikit melunak pada sang suami. "Naruto-kun, ayo kita hidup sederhana di Kawaguchiko...."
Naruto terdiam mendengar penuturan Hinata. "Pffftttt...." Ia menahan tawa seolah ucapan sang istri adalah lelucon. "Aku sudah menduduki takhta tertinggi Heian, dan kau mengajakku pergi? Lelucon macam apa ini Hime? Bukankah rakyat yang menginginkanku sebagai Kaisar?" Tanyanya congkak.
"Naruto-kun, tempat ini tak aman untuk ku dan Boruto...." Hinata mencengkram bahu Naruto memintanya mengerti.
Naruto menggeleng, lalu melepaskan tangan Hinata pada bahunya. "Kau salah, Hime. Dengan kekuasaan aku bisa melindungi kalian..."
"Dengan apa....? Dengan membunuh, berapa nyawa lagi yang akan kau habisi untuk melindungiku dan Boruto... Berapa banyak lagi kematian yang disebabkan olehku..."
"Dengar Hinata...." Naruto menarik dagu Hinata, "Kaisar tak pernah memilih singgasananya, tapi Singgasananyalah yang memilih Kaisarnya, jangan melakukan hal bodoh dengan mengorbankan hubungan yang telah kita perjuangkan selama ini. Duduk dan nikmati saja posisimu sebagai permaisuri."
Kembali Naruto meninggalkan kamar itu dengan masalah yang tak ia selesaikan, membuat Hinata kembali terduduk menangis.
...
"Apa ini?" Sasuke menerima gulungan yang ia raih dari meja Naruto.
"Surat tugasmu ke perbatasan Utara." Jawab Naruto singkat.
"Kau tak pernah membicarakan semua ini padaku?" Sasuke tidak terima.
Naruto tersenyum remeh. "Sejak kapan seorang Kaisar harus meminta izin pada Jenderalnya? Kau beruntung Teme, karena aku tak melakukan hal buruk padamu dan keluargamu. Kau dan istrimu membawa pengaruh buruk pada Hinata, pengasingan sementara waktu untukmu ku rasa bukanlah masalah."
Sasuke tersenyum remeh. "Kau benar-benar mabuk kekuasaan Dobe. Aku terbiasa hidup dalam pelarian, dan bila kembali hidup dalam keterasingan bukan masalah bagiku, tapi ku peringatkan satu hal, seujung kuku kau menyakiti keluargaku, aku akan hancurkan kau dan keluarga kecilmu itu. Sekarang kau nikmatilah kekuasaanmu sendiri. Terimakasih karena telah mengizinkanku kembali menginjak Kamakura Bakufu."
Naruto tersenyum sinis usai kepergian Sasuke. "Di dunia ini aku tak bisa mempercayai siapapun, semua orang di istana ini memiliki kepentingan masing-masing, berikutnya para tetuah busuk itu. Jangan kalian pikir aku tak tahu kebusukan kalian. Khe... Terimakasih karena telah membantuku untuk melenyapkan budak itu."
...
"Anda tidak bisa kemana-mana Kogo-sama!" Pagi itu Hinata baru saja melangkahkan kakinya keluar dari paviliun, tapi dua orang samurai penjaga menghalanginya.
"Apa maksudnya semua ini?" Tanya Hinata dengan raut wajah kebingungan.
"Tenno-sama melarang anda meninggalkan Dairi."
...
"Ada apa ini?!" Sai terkejut bukan main pagi ini, rumahnya dimasuki paksa oleh puluhan Samurai.
"Surat penangkapan untuk Shimura Danzo." Jawab salah satu samurai, seraya menyerahkan gulungan pada Sai.
Para Samurai itu menerobos masuk ke dalam rumahnya, memasuki paksa salah satu kamar untuk menangkap seseorang yang diperintahkan langsung oleh Kaisar.
"Apa-apaan ini!!!" Danzo tidak terima ketika lengannya diapit oleh dua orang samurai.
Menulikan telinganya, para samurai itu meringkus Danzo di hadapan anak, menantu dan cucunya.
"Ino-sama...." Belum selesai keterkejutan Sai dan keluarganya akibat penangkapan Danzo seorang pelayan dari kediaman Yamanaka, menerobos masuk dengan nafas terengah.
"Ada apa?" Tanya Ino panik.
"Inoichi-sama di tangkap."
...
"Apa yang kalian lakukan?!" Sakura berteriak kencang ketika ratusan samurai berdiri di depan kediamannya. Baru beberapa saat suaminya pergi, kini istana keshogunan sudah dikepung oleh puluhan Samurai.
"Ini perintah Tenno-sama anda dan keluarga anda dilarang untuk keluar dari istana Kamakura Hidenka-sama."
...
Shikamaru mengernyitkan dahinya ketika apel sore itu, sebuah dekrit baru ada ditangannya siap untuk dibacakan. Berulang kali ia membaca dengan teliti, lalu menoleh ke arah Naruto untuk memastikan.
"Bersama dengan dekrit ini, diputuskan bahwa, Uzumaki Naruto ditetapkan sebagai Kaisar Seumur Hidup, dan itu mengganti dekrit lama yang menyatakan dirinya sebagai kaisar sementara. Serta menjadikan klan Uzumaki sebagai klan baru penguasa Heian, menggantikan Senju. Serta mengangkat Uzumaki Boruto sebagai Putera Mahkota."
つづく
Tsudzuku
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top