148. Terwujudnya Kutukan -1-
Disclaimer : Naruto belongs only to Masashi Kishimoto
Alternate Universe Love Story Of Naruto and Hinata
Setting : Heian/Kamakura Periode
Wanita hamil itu berjalan mengendap di tengah gelapnya malam, menyusuri lorong demi lorong istana Dairi. Menyelinap dan menghindari pengawasan samurai penjaga. Malam itu Tenten dipanggil oleh Shikaku untuk menerima rencana baru mereka. Tentu saja ia dengan senang hati menerima tawaran itu, apa lagi dengan tujuan untuk melenyapkan Hinata.
Ia tiba di kandang itu, hanya temaram obor yang menerangi tempat itu, ia berputar, mencari orang yang berjanji dengannya. Namun tak ada siapapun disana. Hingga sebuah tepukan didapat di bahunya.
Tenten menarik nafas lega, Shikaku orang yang ditunggunya telah datang. "Aku tahu kau tak pernah ingkar janji Nara-san." Tenten tersenyum licik dan dibalas oleh Shikaku.
"Tentu saja, aku menepati janjiku, karena semua ini sudah dipersiapkan dengan baik.., bukan begitu, Tenno-sama....?"
Iris hazel Tenten membulat sempurna dari balik pohon besar Naruto muncul dengan jubah hitamnya.
"Kau terkejut?" Naruto tersenyum bak iblis.
Tenten gelagapan menatap pada Shikaku, namun pria itu hanya tersenyum sinis.
...
"Tenno-sama..."
"Kumohon jangan memanggilku seperti itu..."
"Mana boleh begitu, Naruto-kun adalah seorang Kaisar, sekarang..."
"Tapi aku adalah suamimu..."
Hinata tersenyum kecut, telapak tangan putihnya menghapus air mata yang jatuh di pipi pualamnya. Ingatannya melayang jauh pada hari dimana Naruto kembali setelah merebut kembali Kyoto dari Akatsuki dan Toneri, hari dimana Naruto kembali padanya sebagai seorang Kaisar. "Sekarang kau bersikap sebagai seorang Kaisar terhadapku, Naruto-kun...."
"Suminasen, Kogo-sama..."
Hinata tersadar dari lamunan panjangnya ketika suara sopan mengusiknya, ia alihkan pandangannya dari langit bertabur bintang, dan mendapati Yugao berdiri di ambang pintu.
"Shimura-sama ada di luar."
Dahi Hinata berkerut, "siapa?" Dirinya tak ingin lagi terjebak dengan nama marga, ia benar-benar memastikan siapa yang akan bertemu dengan dirinya.
"Nyonya Ino."
Hinata menghela nafas lembut, ia merasa lega, mengambil mantel untuk menutupi nagajuban tipisnya, Hinata lalu beranjak seraya mengikat rapi surai panjangnya.
...
"Ino ada apa?" Hinata keluar dari balik tirai ungu yang menghubungkan area pribadi paviliun Jijuden dengan area menerima tamu.
Ino tersenyum getir. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri gelisah, mengigit bibir bawahnya menyembunyikan sesuatu. "Kogo-sama, bolehkah anda ikut denganku...." Ini mengulurkan tangannya.
...
"Kenapa kau begitu gelisah Tenten?" Naruto berjalan kian mendekat pada Tenten, sementara wanita hamil itu berjalan mundur, ia menoleh ke arah Shikaku meminta pertolongan, namun pria tua itu hanya tersenyum simpul. Inilah tujuan utamanya membawa Tenten kembali ke Heian.
"Kau takut, hm.....?" Naruto mengarahkan katana apinya tepat ke arah perut buncit Tenten, lalu Tenten memeluk erat tempat benihnya bernaung itu
"Jangan sakiti aku...." Ia berjalan mundur ketakutan.
"Jangan sakiti kau bilang?" Tanya Naruto dengan nada pelan namun menusuk. "Kau ingat bagaimana kesakitannya Hinata malam itu? Mereka memaksanya melahirkan, menekan, menendang kandungannya!!!"
Keringat dingin membasahi pelipis Tenten, ia melirik ke arah Shikaku, memelas meminta perlindungan. Namun pria tua itu hanya tersenyum penuh kelicikan.
"Bahkan setelah anakku lahir kau mencoba membunuhnya, dan membuatku harus memenjarakan budak kesayangan Hinata!!!" Naruto berteriak, membuat Tenten terpojok pada sudut kandang kuda.
"Dia!!!" Tenten berusaha membela dirinya di detik terakhir, ia menunjuk pada Shikaku, "dia yang memintaku untuk bekerja sama memberi racun puteramu!!!"
Naruto langsung memalingkan pandangannya pada Shikaku.
"Kau percaya padanya, Naruto?" Shikaku memiringkan kepalanya, "dia yang membocorkan keberadaan istrimu pada Akatsuki."
Kembali, Naruto menatap kejam ke arah Tenten.
"Aku adalah pengikut setia Permaisuri Agung, Mito. Bagaimana aku bisa mengkhianatimu?" Ujar Shikaku dengan senyum palsunya.
Naruto tersenyum iblis ke arah Tenten. "Bagaimana bisa aku percaya pada pengkhianat keji seperti mu...?" Naruto kian maju, menodongkan ujung tajam katana nya pada perut buncit Tenten.
Tenten menggeleng ketakutan, "ampuni aku yang mulia." Ia bersujud memegang kaki Naruto. "Tolong kasihani anakku dia tak bersalah...."
Ujung katana Naruto menyentuh dagu Tenten, membuat wanita hamil itu mendongak. "Anakmu memang tidak bersalah, aku juga tak berniat membunuhnya. Aku akan mengeluarkannya dari perutmu, dalam keadaan hidup, dia akan menikmati kehidupan bangsawan, sementara kau, akan membusuk di Neraka!" Naruto tersenyum miring, ia menggoreskan katana nya pada leher Tenten perlahan, hingga darah merembes dari sana. "Kau tak perlu takut, aku melakukannya dengan cepat, mengirimu pada ajalmu, lalu mengeluarkan anakmu."
Bulir keringat dingin menetes dari dahi Tenten. Ia baru sadar ketika menoleh, ia mendapati dari kejauhan Hinata berjalan bersama Ino. Ia telah diperalat oleh Shikaku untuk membuat renggang Naruto dan Hinata.
"Sial, kau memperalatku orang tua!!!" Tenten berteriak sambil menunjuk wajah Shikaku. Hinata kian mendekat, Tenten berniat meminta pertolongan dari Hinata, ia berlari menjauh. "Hin-"
Crasss
Terlambat, tubuhnya terjungkal ke depan, Naruto menebaskan katana pada punggungnya. Tubuhnya menggelinjang hebat, dan sebelum bayinya mati, Naruto mengambil langkah cepat, menendang bahu Tenten hingga ia kembali terlentang.
Crasssss
Crasssss
Crasssss
Dengan beringas Naruto membelah perut besar Tenten, dan merogo rahimnya.
"Oek.... Oek... Oek...." Bayi laki-laki berlumuran darah itu menangis kencang, ia masih hidup, dan Naruto memotong tali pusarnya dengan katana. "Kau tak memerlukan ibu jahanam mu itu...." Naruto membalut bayi itu dengan jubahnya, lalu berbalik, meninggalkan Tenten yang tak bernyawa dengan luka di perutnya yang menganga.
"Iblis!!!!"
Ia berbalik ketika mendengar suara itu, suara yang amat ia kenali.
"Hi... Hi... Me...." Bibir Naruto bergetar, bagaimana bisa Hinata bisa berada di tempat ini, ia sudah merencanakannya dengan matang.
Shikaku tersenyum penuh kemenangan, rencananya berhasil, memperlihatkan kembali sisi teriblis Naruto di hadapan Hinata, ia melirik ke kanan dan kiri, memastikan Ino telah meninggalkan tempat ini. "Saya rasa, tak sepatutnya saya berada disini." Shikaku membungkuk mohon diri. Ia mengambil jalan aman.
"Tunggu!" Naruto bertitah. "Bakar mayat wanita jahanam ini!"
Shikaku mengangguk mengerti. Lalu mundur menghindar.
"Kau iblis!!!!" Hinata berteriak, ia mengambil bayi merah itu dan memeluknya erat.
"Hinata kau hanya menginginkan anak ini bukan, dia pewaris Klan Hyuuga, kau tak membutuhkan wanita ini!" Naruto menunjuk mayat Tenten.
Plak
Tak mempedulikan harga diri sang suami, Hinata menampar pipi Naruto. "Hanya iblis, tak berhati yang memisahkan ibu dan anaknya!!!! Kau sama iblisnya dengan klanku!!!!"
"Hinata!!!!" Naruto naik pitam dan meremas tangan Hinata kuat. "Lancang kau padaku!!!"
"Kau iblis!!! Aku menyesal menikahimu...." Hinata menangis frustasi, dan bersamaan dengan itu para samurai yang dipanggil oleh Shikaku datang.
"Bakar mayat wanita itu!! Sebagian dari kalian bawa permaisuri ke Dairi!!!" Titah Naruto.
Hinata merontakan satu tangannya ketika separuh samurai itu membawanya pergi, sementara samurai sebagian lagi tengah membakar mayat Tenten bak binatang.
...
Brakkkk
Pintu Dairi terbuka kasar, Naruto masuk lebih dahulu, diikuti oleh Hinata. Yugao dan Tomoyo yang keluar dari tirai terkejut bukan main saat melihat bayi berlumur darah di pelukan Hinata.
"Yugao, bawa bayi itu bersihkan lalu antar pada Sakura untuk mendapat perawatan terbaik, Tomoyo, tolong kau jaga Boruto malam ini."
Tanpa banyak bertanya, Yugao memindahkan Boruto pada gendongan Tomoyo, lalu mengambil bayi itu dari Hinata. Tak lama setelah kepergian Yugao, Tomoyo terbelalak saat Naruto menyeret Hinata masuk ke dalam kamar.
Kenangan masa lalu kembali berputar di otaknya. Ingatan dimana ketika ia masih menjadi Maiko di istana Selatan Kamakura Bakufu. "Mengapa Tenno-sama kembali memperlakukan Hinata-nee seperti itu..... Kami-sama, lindungilah Hinata-nee...."
....
Brakkkk
Pintu kamar itu terbuka kasar, Naruto menyeret Hinata masuk, lalu kembali menutup pintu tersebut dengan kakinya. "Kau tahu apa yang dia lakukan!!!!" Naruto berteriak kencang di depan wajah Hinata.
"Dia meracuni Boruto, membuat aku terpaksa memenjarakan Natsu, dia membayar orang untuk menyiksa dan meracuni Natsu di dalam penjara, dia ingin menghancurkan kita, Hinata!!!!"
Hinata menyentak kasar tangan Naruto, hingga genggamannya terlepas. "Haruskah kau membunuhnya dengan cara keji?!!! Haruskah kau memisahkan ibu dan anak yang bahkan belum bertemu?????!!!!"
"Dia melakukan hal itu padamu Hinata!!!! Dia mendatangkan Akatsuki padamu, menyiksamu hingga kau dan anak kita hampir mati!!!"
"Tapi aku tidak mati!!! Dan kau!!! Kau membunuhnya bahkan sebelum dia melihat puteranya kau iblis, jangan kau kira aku tak tahu kau membantai banyak orang yang menyusahkanku!!!"
Sattt
Tangan Naruto menarik tangan Hinata, memelintirnya hingga tubuhnya membelakangi Naruto, ia meringis kesakitan, "kau menjadi pembangkang, seperti para Hyuuga brengsek itu!" Naruto berbisik tepat di telinganya.
Bola mata bulan itu merembeskan air mata bening, cara Naruto menyakitinya mengingatkannya bagaimana keluarganya dilenyapkan.
"Kau akan menerima hukumanmu...."
"Akkhhhh...." Hinata berjerit kesakitan, Naruto menarik surai kelamnya dan-
Bruk
Matanya digelapkan oleh emosi, tanpa perasaan Naruto membanting tubuh Hinata ke ranjang emas itu. Menindih tubuh mungil itu tepat dibawahnya. Dan merobeki helai demi helai pakaiannya kasar. Menundukkan kepala pirangnya kasar, Naruto melumat kasar bibirnya, lalu beralih mengigit buas ceruk leher putih itu.
Air mata merembes dari mutiara lavendernya, Naruto menyetubuhinya dengan kasar teramat kasar, tapi yang jauh lebih menyakitkan baginya adalah ketika melihat Naruto kembali membantai di hadapan matanya.
...
Pranggg
"Hanabi, kau tak apa?" Konohamaru tampak panik dan menghampiri sang istri yang baru saja memecahkan mangkuk keramik.
Hanabi tersenyum tipis, "tak apa, aku hanya pusing, mungkin pengaruh kehamilan...."
Konohamaru menuntun istrinya duduk, baru tadi pagi Hanabi dinyatakan hamil, usia kandungannya baru tiga pekan. "Kau istirahat saja.... Biar para pelayan yang membersihkan...."
"Konohamaru, apa kita tidak bisa mengunjungi Nee-sama ke Kyoto...." Pintanya penuh harap saat sang suami menuntunnya berdiri.
Konohamaru tersenyum sembari menggeleng. "Kau harusnya tahu jawabannya...." Ia lalu mengelus sayang surai cokelat sang istri yang sama seperti miliknya.
Hanabi tersenyum tipis, entah kenapa dadanya tiba-tiba terasa sesak, harusnya ia merasa bahagia, hari ini ia dinyatakan hamil, sebuah berita yang sangat ditunggu oleh pasangan suami istri. 'Apa yang terjadi pada Nee-sama...? Kenapa perasaanku tak enak...? Perasaan ini... sama seperti ketika akan terjadi penyerangan di Kyoto.... Kami-sama.... Lindungilah Nee-sama.....'
つづく
Tsudzuku
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top