147. Noda Cinta

Disclaimer : Naruto belongs only to Masashi Kishimoto

Alternate Universe Love Story Of Naruto and Hinata

Setting : Heian/Kamakura Periode

Aku sudah melalui banyak kehilangan dalam hidupku...

Ayah ibu, kakek nenek, paman dan bibiku yang direnggut paksa dari sisiku dengan cara mengenaskan..

Harusnya kau sadar itu Hime... Harusnya kau sadar bagaimana aku melindungimu...
Aku takut... Aku takut kehilangan lagi....

Takhta ini... Takhta ini menyeret hidup kita untuk bertahan dengan mengabaikan hak lain...

Kau memintaku untuk mengemban takhta ini... Dan inilah caraku melindungimu dari kejamnya kehidupan istana...

Naruto mengusap kasar wajahnya, ia berjalan mondar mandir di depan pintu kamarnya sendiri, Sakura berada di dalam sana, sedang berusaha menyelamatkan nyawa harta paling berharga yang ia miliki. "Bagaimana keadaannya?" Tepat ketika sang tabib merah muda itu keluar, sang kaisar langsung menghujaninya dengan pertanyaan.

Sakura menghela nafas pelan. "Dia sudah sadar..." Ujarnya sembari berlalu.

Secepat kilat Naruto masuk ke dalam kamar itu. Ia berjalan melambat, mendekat pada ranjang berlapis emas itu, Hinata berbaring disana dengan memunggunginya. Duduk di tepian ranjang, tangan Naruto terulur menyentuh helaian kelam bak sutera itu.

"Maaf..." Ujarnya lirih. Tak ada pergerakan yang berarti dari sang permaisuri, kecuali gerakan bahunya yang naik turun mengadakan nafasnya. "Ku mohon jangan diamkan aku seperti ini... Kau tahu kelemahanku..." Suara sang kaisar bergetar. "Kenapa kau selalu berniat meninggalkanku...?"

Masih tak ada jawaban, Hinata masih memunggungi suaminya, dengan matanya yang terpejam menahan isakan.

"Aku berani bersumpah, bukan aku yang menurunkan perintah untuk menyiksa sampai membunuhnya." Suara baritone itu melirih, namun tak dapat menggerakkan hati sang bunga, bahkan untuk sekedar menoleh menatap pilu sang kaisar.

"Kau tak percaya?" Kembali, Naruto seolah bermonolog sendiri, seolah tak ada siapapun disana. "Lakukan apa yang ingin kau lakukan, tapi jangan pernah berpikir untuk meninggalkanku." Sang kaisar bangkit dari sisi ranjang berlalu menuju pintu keluar.

...

Seisi penjara itu terperanjat bukan main, Kaisar mereka tiba-tiba berjalan memasuki pintu gerbang, tanpa pengawalan, sang kaisar yang merupakan mantan Jenderal itu berjalan dengan terengah, emosi nampak meluap, hal itu terlihat dari gestur tubuhnya, dan hal yang membuat para penjaga penjara itu kembali bergidik ngeri. Tangan kanan Sang Kaisar menggenggam erat katana apinya.

"Panggil Shogun-sama kesini." Suara salah seorang samurai bergetar. Di saat seperti ini hanya Sasukelah yang bisa maju untuk menghentikan Naruto.

...

"Kau mau kemana malam-malam seperti ini Sasuke-kun?" Sakura yang baru turun dari keretanya terkejut setengah mati saat melihat sang suami menuruni tangga istana Kamakura dengan cepat, dan yang lebih membuatnya ngeri, katana salju digenggam erat olehnya.

"Sakura masuk ke rumah, tutup semua pintu rapat, pastikan Ishihara dan Sarada berada dalam jangkauanku. Jangan kemanapun sebelum aku kembali!" Peringatnya tegas. Sakura mengangguk pelan melepaskan sang suami.

"Apa ini ada hubungannya dengan Hinata yang keracunan beberapa saat lalu?"

...

"Siapa yang memerintahkan kalian untuk menyiksa budak Hyuuga itu!!!!" Naruto mengumpulkan semua samurai penjaga penjara di lapangan luas. Safir birunya menatap satu persatu kepala yang tertunduk di hadapannya.

"Izumo-sama, Tenno-sama."

Naruto tersenyum bak iblis, para samurai itu bergidik ngeri, senyum yang lama telah pudar dari bibir Naruto kini kembali terukir. "Dimana dia?" Tanyanya pelan namun menusuk.

Para Samurai itu berpandangan ke segala arah, namun nihil yang dimaksud tak terlihat di manapun. Dia telah menyelamatkan diri lebih dahulu dengan bantuan Danzo.

"Kalian tidak tahu?" Senyum mengerikan itu kembali terukir. "Baguslah."

Sat

Tangan berurat itu menarik katana dari sarungnya.

Crasss

Sasuke diam membatu saat berdiri di gerbang penjara. Ia terlambat, puluhan mayat bergelimpangan disana, wajah Naruto di basahi cipratan darah segar. Dia terlambat, sahabatnya itu kembali membantai.

...

Tubuh sintalnya berbalik, menatap sisi kosong ranjangnya, sang suami kembali tidak pulang. Ia menghela nafas pelan, rasanya begitu menyesakkan ketika melihat orang yang kau percayai malah mengingkari janjinya. Hinata tak mau mendengar apapun penjelasan dari Naruto, pria itu kembali menipunya.

Toktoktok

Suara ketukan pintu menyentaknya dari lamunannya, ia duduk seraya menyelampirkan surai panjangnya ke samping. "Masuk." Jawabnya lirih.

Yugao nampak dari balik pintu. "Kogo-sama, Shimura-sama menunggu anda di luar."

Dahi Hinata berkerut, "ada apa Ino ingin menemui ku malam-malam?"

...

Usai mengenakan jubah berbulu untuk menutupi pakaian tipisnya Hinata melangkah keluar dari kamarnya. Ia terperanjat saat melihat seseorang yang ia temui, bukan Shimura Ino, melainkan Danzo.

"Apa kabar Kogo-sama?" Tanyanya berpura sopan.

Hinata tersenyum seadanya sembari mengangguk, "seperti yang anda lihat."

"Apa anda baik-baik saja setelah kemauan anda dituruti?"

Pertanyaan itu menyentak Hinata. "Apa maksud anda?"

"Pembangunan kembali istana klanmu, pengangkatan puteramu sebagai pangeran kau sudah puas?"

Hinata mengatur nafasnya, ia membuang muka ke arah jendela.

"Dan satu lagi, semua yang mengusikmu sudah dilenyapkan, dayang penyebar gosip yang membuat adikmu lebih cepat meninggalkan istana, pejabat yang melecehkanmu dengan memintamu menari, lalu para samurai yang bertugas di penjara? Kau tahu nasib mereka sekarang?"

Iris bulan Hinata membola, ia mulai mengingat kembali, dayang Fuu dan pejabat itu telah tewas. Ia menggeleng kuat, tak ingin percaya, kepalanya mulai terasa pening.

"Tenno-sama baru saja membantai puluhan samurai di penjara, kau puas sekarang Kogo-sama!"

Bruk

Bersamaan dengan kepergian Danzo tubuh wanita itu terkapar di lantai marmer.

...

"Hime...." Naruto menerobos masuk ke dalam kamarnya, mendengar berita sang istri tercinta tak sadarkan diri membuatnya langsung kembali ke Dairi.

Hinata yang tengah duduk bersandar pada kepala ranjang memutar bola matanya pilu. Genangan air mata masih membekas di pipi pualamnya.

"Apa yang terjadi padamu, apa racunnya masih bekerja?" Sang kaisar duduk di sisi ranjang sembari menggenggam tangan permaisurinya.

Iris bulannya melirik ke tangannya, ada bercak darah pada genggaman Naruto yamg menggenggam tangannya. "Darah siapa itu?"

'Sial' Naruto mengumpat dalam hati, ia sudah memastikan tak ada lagi bekas darah manusia di tubuhnya, dan ternyata masih ada yang tersisa.

"Anda tidak bisa menjawab, Tenno-sama?" Tanya Hinata dingin seraya menarik tangannya.

"Tidak Hinata," Naruto mencoba berkilah, tapi Hinata membuang muka.

"Kau sudah membuktikan bahwa iblis tak dapat berubah menjadi manusia..."

"Hi...Hime..." Naruto memanggil Hinata dengan bibir bergetar. Namun Hinata semakin acuh. Rasanya begitu perih melihat orang yang begitu ia cintai kembali menjadi berhati iblis.

...

Naruto mendudukkan dirinya di bantal tipis di ruang kerjanya, ia tersenyum kecut memandang berkas darah di tangannya. "Siapa yang memberi tahu Hinata...?" Tanyanya pada dirinya sendiri.

"Suminasen Tenno-sama." Seseorang berdiri di hadapannya dan mengalihkan perhatiannya.

Naruto tersenyum sinis saat mengetahui keberadaan orang di hadapannya. "Kau yang memberi perintah untuk menyiksa budak Hyuuga itu?" Tanya Naruto sakratis pada orang di hadapannya yang tak lain adalah Sasuke.

Sasuke tersenyum tipis. "Jika aku berkata tidak, apa kau akan percaya?"

"Khe," Naruto tersenyum tipis seraya membuang muka. "Mungkin saja kau ingin menutupi niat busukmu..."

"Naruto!" Sasuke berteriak tidak terima, kesetiaannya pada dinasti ini kembali diragukan.

Bibir merah kecoklatan itu tersenyum tipis. "Kau seorang Jenderal sekarang, tapi perlu ku peringatkan bahwa celah untuk kembali melakukan pemberontakan sudah tertutup rapat."

"Kau mabuk!" Sasuke berlalu menuju pintu keluar. Ia berhenti tepat di ambang pintu. "Kau mabuk akan kekuasaan, ketakutan mu atas kehilangan keluargamu membuatmu tak bisa mempercayai siapapun."

...

"Mana sake ku!!!" Naruto kembali berteriak saat pintu geser itu terbuka, ia salah bukan seorang dayang yang berdiri disana, tapi Nara Shikaku.

"Kau mau tahu siapa yang membuat jarak antara dirimu dan Hinata?"

Naruto menarik keningnya yang bersandar pada meja. "Racun pada makanan Boruto, hingga Natsu menjadi tersangka utama, lalu menghilangnya kepala penjara yang memerintahkan menyiksa Natsu?"

Ingatan Naruto mulai menerawang.

"Kau ingat bagaimana istrimu diculik oleh Akatsuki?"

Satu persatu pertanyaan Naruto terjawab oleh kode yang disampaikan Shikaku.

"Berapa banyak uang yang wanita itu terima dari Toneri hingga dia bisa pergi ke Tang dan kembali ke Heian? Naruto, kau masih tetap ingin membiarkan dia hidup bebas di Dairi, memisahkan kau dan Hinata, lalu membunuh anak kalian demi dendamnya atas kematian kekasihnya?"

つづく

Tsudzuku

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top