146. Angin Racun Musim Gugur -2-

Disclaimer : Naruto belongs only to Masashi Kishimoto

Alternate Universe Love Story Of Naruto and Hinata

Setting : Heian/Kamakura Periode

Brakkk

Suara gebrakan meja akibat hantaman cangkir sake itu bergema kencang di kediaman Yamanaka. Tempat inilah satu-satunya tempat teraman bagi tetuah ini untuk berkonspirasi. Mengingat Ino tinggal di kediaman keluarga Shimura, yang berarti ke tiga tetuah ini tak dapat diusik oleh anak menantu mereka di tempat ini.

"Wanita sial itu benar-benar membangkang sekarang." Danzo menenggak buas sake nya sebentar Shikaku tersenyum tipis.

"Naruto sudah menangkap budak Hyuuga itu..." Jabarnya tenang. "Aku akan membuat dia terlihat seolah-olah memulai pemberontakan dengan begitu ke tiga pengkhianat itu akan didepak dari istana." Sambungnya seraya menenggak kembali sakenya.

...

"Kau menangkapnya..." Naruto tersentak, dahinya berkerut, ia mendongak menatap sang istri berdiri dibawah singgasananya.

"Kembalilah ke Dairi Hinata." Ucapnya acuh lalu kembali pada fokusnya.

"Jawab aku Naruto-kun! Kau menangkapnya!!" Hinata setengah berteriak.

Naruto meninggalkan mejanya dan turun dari singgasananya. Ia mendekat hingga wajah mereka saling berhadapan. "Aku Kaisar Heian, Hinata. Suamimu, kau diajarkan Hyuuga, bukan bagaimana cara bicara pada suami?"

Hinata tersenyum tipis. Air mata merembes dari mutiara lavendernya, ia pikir setelah berdamai dengan Sasuke dan perang besar itu, ambisi Naruto bisa sedikit berkurang, apalagi mengingat ia sempat menolak takhta ini. Namun seiring berjalannya waktu, Naruto kembali menjadi Naruto yang arogan. "Kenapa Naruto-kun, tak bisa kah kau melupakan sepenuhnya dendammu...."

"Dengar Hinata..." Suara sang kaisar melembut. Ia setengah berbisik. "Ini bukan tentang dendam, tapi aku berusaha melindungi keluargaku dari masa lalu kelamku. Natsu perlu diperiksa, aku tak akan membiarkan siapapun yang berpotensi mengancam keluargaku berkeliaran. Pihak pengadilan sedang mengumpulkan bukti, jika dia tak akan bersalah maka dia akan bebas, aku juga sedang menyelidiki semua dayang di Dairi."

"Kau tidak akan membunuh, atau menyiksa Natsu-san, 'kan,  Naruto-kun...?" Tannya dengan nada miris.

Naruto menghela nafas berat. "Kau masih tidak percaya padaku?"

Hinata diam dan menunduk. "Tolong jangan sakiti Natsu-san... Juga Tenten dan bayinya, setidaknya biarkan bayi itu lahir." Hinata mencicit lembut, lalu masuk ke dalam pelukan Naruto.

...

Tubuh tambun pria tua itu menyusuri lorong temaram bercahaya kan obor, menuruni tangga demi tangga penjara bawah tanah itu.

"Shimura-sama...?" Seorang penjaga mengagetkannya.

Danzo tersenyum simpul. "Aku ingin bertemu kepala penjara."

...

Satu ruangan yang cukup bersih di penjara itu, disana hanya terdapat dua kursi kayu yang lumayan bagus dengan satu meja. "Ada yang bisa ku bantu Shimura-sama?" Samurai kepala penjara bernama Izumo itu bertanya.

Danzo tersenyum tipis, ia tahu Izumo adalah salah satu dari samurai yang menentang masuknya kembali anak-anak pemberontak ke dalam istana. "Ku dengar adikmu menjadi salah satu korban perang, dia kehilangan kakinya?"

Izumo tersenyum seraya menunduk.

"Kau butuh banyak uang untuk menghidupi adikmu yang tak bekerja, bukan?" Danzo menyerahkan kantung berisi koin emas di hadapan Izumo.

"Anda menyuapku?" Tanyannya sinis.

Danzo membalas senyum, lalu menarik kembali kantung emas itu. "Tak masalah bila kau tak mau."

Tangan Izumo menarik kantung uang yang ditarik Danzo. "Apa yang harus aku lakukan?"

...

"Kau bisa keluar dari istana?" Tanya Shikaku saat seorang wanita hamil mendatanginya di sebuah kedai. Ia sengaja memakai topi caping yang ditutupi oleh kain, menyamarkan identitasnya.

"Penjagaannya tak terlalu ketat..." Ujar si wanita hamil santai.

"Aku membayar para samurai yang menjaga asrama. Uchiha itu nampak sibuk melindungi keluarga kecilnya dari amukan kaisar, ia tak mau lagi mempedulikan masalahmu." Shikaku menenggak sake nya. "Ada informasi dari istana?"

"Naruto tak pulang ke Dairi, sore ini Hinata menyambanginya ke Chodo-in, tapi dia pulang sendirian."

"Wanita sial yang malang. Kau punya akses masuk ke dapur istana."

Tenten tersenyum licik, "kau lupa siapa yang meracuni bayi itu. Hinata membiarkan ku mengambil makanan apapun di dapur, bubur itu telah dicicipi oleh Natsu, namun saat ia akan membawanya ke kamar bayi itu, aku membubuhkan racun yang kau berikan dengan dosis rendah.

Danzo tersenyum tipis. "Apa wanita itu memberikanmu seorang dayang?"

"Dayang bodoh yang tak tahu apapun. Sepertinya dia sengaja memberiku dayang seperti itu."

"Bagus... Besok malam ajak dia menemuiku."

Tenten mengangguk lalu beranjak dari tempat itu. Iris licik Shikaku memandang remeh padanya dari belakang. "Dasar budak bodoh, hidupmu tak akan lama lagi setelah aku menghasut Naruto. Bahkan setelah bayimu lahir kau tak akan ikut menikmati kehormatan Hyuuga yang di dapatnya dari Hinata. Hanya bayimu, dan dirimu akan membusuk di kerak Neraka."

...

"Bagaimana keadaan janinnya, Sakura...?" Hinata menatap dengan teliti Sakura yang tengah meraba perut besar Tenten. Tabib itu menyelesaikan pekerjaannya lalu kembali menutup perut Tenten dengan Obi kendur.

"Semuanya baik-baik saja, Kogo-sama... Sakura duduk di kursi bundar di sisi ranjang disusul oleh Hinata.

"Kenapa begitu formal padaku...?" Tanya Hinata tak nyaman.

Sakura tersenyum kecut. "Setelah kejadian di pantai barat-" kalian Sakura terpotong, ada Tenten disana. Hinata menoleh dan mengerti. Mampirlah ke kamarku setelah ini..." Tawar Hinata penuh harap, tangannya menggenggam tangan tangan putih Sakura.

Sakura menarik tangan itu enggan, namun ia tetap tersenyum. Ia ingat akan pesan sang suami untuk tidak terlibat dalam masalah pribadi Hinata dan Naruto lagi. "Hinata Ishihara akan dikirim ke Shinto Ryu untuk pelatihan Samurai, akan ada banyak persiapan."

"Kenapa sangat dini?" Tanya Hinata bingung, usia Ishihara baru enam tahun, sedangkan biasanya anak-anak dikirim ke sana pada usia tiga belas tahun.

Sakura menghela nafas dalam, ia tak mungkin mengatakan pada Hinata bahwa Sasuke sedang melindungi Ishihara jika perang kembali berkecamuk, mengingat hubungan Sasuke dan Naruto yang kembali mendingin saat ini. "Aku tak mengerti, semua Sasuke-kun yang menyiapkan..." Ia berkilah sebelum berlalu.

Kepala Hinata dipenuhi dengan tanda tanya usai kepergian Sakura, ia ingin beranjak pergi. Namun tangan Tenten menahannya. "Hinata, kau sudah melihat keadaan Natsu-san di penjara?"

...

Yugao dengan hati-hati menuntun Hinata menuruni satu persatu anak tangga menuju penjara bawah tanah. Bau busuk menyengat hidungnya hingga ia ingin muntah, hanya obor kecil yang menjadi cahaya penerang tempat ini. Ingatan Hinata menerawang, ayahnya pernah menghabiskan waktu di tempat ini.

Batinnya teriris, namun ia juga tak melupakan, bahwa ayah Naruto juga menghabiskan sisa hidupnya jauh lebih lama di tempat ini, dan itu semua akibat ulah ayahnya.

"Kogo-sama ingin bertemu dengan tahan baru." Yugao berbicara pada salah satu penjaga.

...

Hinata terperanjat bukan main saat ia memasuki sel Natsu. Tubuh wanita paruh baya itu dipenuhi luka dan lebam, keadaannya benar-benar lemah. "Natsu-san....!!!" Hinata masuk ke dalam sel itu dan memangku kepala Natsu. "Apa yang terjadi padanya?"

"Sesuai perintah Tenno, kami menyiksanya dan membiarkannya mati perlahan-lahan." Jawab seorang penjaga.

"Bawa dia ke Dairi." Perintah Hinata.

...

"Maaf Hinata..." Sakura melepaskan pergelangan tangan Natsu lemah. "Bukan hanya disiksa, ku rasa ada yang memaksanya menenggak racun, yang sangat mematikan. Dia sudah tiada Hinata."

Bola mata Hinata memanas, perasaan di dalam hatinya menjadi tak menentu, baru tiga hari yang lalu sang suami berjanji padanya untuk tidak menyiksa, apa lagi membunuh pengasuhnya. Namun kenyataan apa yang kini ia lihat

"Naruto-kun... Berjanjilah tak akan membunuh lagi dengan tangan ini..."

'Kau mengingkari janjimu Naruto-kun... Kau memang tak membunuh dengan tanganmu... Tapi kau gunakan kuasamu untuk menghabisi nyawa seseorang. Kau iblis dan tetap akan menjadi iblis.'

"Yugao, tolong persiapkan upacara kremasi dengan terhormat di kuil Ginkaku-jii."

...

Hinata berbaring menyamping, ia tak bergeming ketika pintu besar kamarnya terbuka, biasanya menjelang petang seperti ini ia sudah berdiri di depan pintu paviliun untuk menyambut sang suami. Namun hari ini penampilannya benar-benar lusuh, surai kelamnya ia biarkan tergerai, dengan nagajuban putih sutra yang menutupi tubuhnya.

"Kau sakit....?" Sebuah elusan di pucuk kepalanya ia rasakan, ia tahu siapa pelakunya.

Namun ia sama sekali tak merespon apapun. Malah dengan sengaja memejamkan matanya.

"Hinata, kau mengabaikanku..." Naruto memutar tubuhnya paksa, membuatnya secara langsung menatap iris biru sang suami dengan mutiara lavendernya yang berlinang air mata. "Kau menangis? Katakan siapa yang menyakitimu..?"

"Khe...." Hinata duduk, lalu tersenyum miris seraya menyelampirkan surai kelamnya ke samping. "Kau pembunuh!"

"Apa maksudmu?!" Naruto mencengkram erat lengan Hinata.

"Kau membunuh Natsu, kau memerintahkan orang menyiksanya seperti binatang, hanya karena dia seorang Hyuuga kau mencurigainya ingin membunuh anak kita. Kau merencanakan menjadikan Boruto seorang pangeran, tak terpikirkan kah olehmu, bahwa orang-orang itu yang berniat membunuh anak kita?! Kenapa Naruto-kun... Kenapa kau begitu membenci Hyuuga? Kami sudah habis dan bahkan nyaris tak memiliki penerus.... Kenapa kau membunuh orang tak berdaya? Kau iblis?!!!!!!!"

Plak

Sebuah tamparan mendarat mulus di pipi Hinata membuat wanita itu terkulai di atas kasur. Sang kaisar berlalu meninggalkannya, tanpa ia sadari tangan lembut sang istri tengah menggenggam sebotol racun, ia tenggak isi botol itu hampir habis. Mungkin dengan kepergianku kau bisa menyadari betapa berharganya nyawa seorang manusia... Mungkin dengan kepergian mu ketakutanmu akan keselamatan keluargamu akan sedikit berkurang, mungkin dengan kepergian ku kau bisa hidup dengan tenang tanpa rasa benci yang menggebu...

つづく

Tsudzuku

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top