140. Duri Dalam Daging -3-
Disclaimer : Naruto belongs only to Masashi Kishimoto
Alternate Universe Love Story Of Naruto and Hinata
Setting : Heian/Kamakura Periode
Hinata tersenyum lembut, ia memiringkan kepalanya hingga sebagian surai ekor kudanya terjuntai. "Naruto-kun, sedang menantang ku....?" Mutiara ungu pucatnya mengerjap seolah memastikan keseriusan Sang Kaisar menantangnya.
Set
Sekali gerakan, bagai hembusan angin, kini lengan Naruto melingkar pada leher Hinataia berdiri di belakang sang istri, menempelkan pipi sewarna madunya pada helaian kelam bak malam itu. Hinata tersenyum simpul, suaminya adalah Samurai terkuat di tanah Heian, ia bisa dikalahkan dengan mudah, tapi ingatannya melambung pada kejadian satu tahun lalu, saat Naruto menyekapnya di istana Kamakura Bakufu sebagai seorang Geisha ia dengan congkaknya menantang Naruto yang kala itu berstatus sebagai jenderal samurai.
"Coba kalahkan aku...." Deru nafas hangat Naruto berhembus di gendang telinganya, jantung Hinata berdersir, ditambah lagi gerakan tangan Naruto yang memainkan surai kelamnya yang terjuntai.
Naruto larut dalam wangi tubuh Hinata yang menguar bersama embun pagi, lotus ungunya itu tak berubah banyak kendati telah menjadi seorang ibu, wangi harum khas bunga selalu menguar dari tubuhnya yang tetap sintal.
Hinata tersenyum simpul, ini kesempatannya, Naruto hanyut dalam semerbak wangi tubuhnya.
Settt
Hinata memelintir tangan Naruto yang melingkar di lehernya, hanya gerakan pelan, ia tak mungkin membuat tangan Naruto terkilir, ia juga yang akan susah bila sang suami cedera, Naruto akan menjelma menjadi bayi besar yang manja jika dalam keadaan sakit.
Reflek rangkulan Naruto pada leher Hinata terlepas, pria pirang itu tersenyum tipis, wanitanya itu tahu benar titik lengahnya, ya Hinata sendirilah titik lengah Naruto.
Trangg
Hinata mulai menyerang, namun hanya dengan satu tangannya Naruto menggerakkan katana-nya untuk menangkis Hinata.
Tranggggg
Trangggg
Suara peraduan katana itu menggema bising seiring suara gemericik air terjun.
Naruto terkekeh melihat Hinata kualahan, ia hanya menangkis dan menangkis, dan raut wajah sang istri nampak kesal, karena sikap sang suami yang hanya menangkis dan menangkis.
Hinata menghentikan serangannya, ia menjauh dan menggembungkan pipinya, pertanda ia kesal pada sang suami, Naruto terkekeh pelan, ia mundur beberapa langkah, dan...
Trangggg
Kini Naruto yang menyerang, dan dengan gesit Hinata menangkisnya. Ini yang Hinata inginkan, ia ingin menunjukkan kemampuannya pada sang suami.
Trangggg
Trangggg
Peraduan katana itu berjalan seimbang. Bila Naruto menyerang maka Hinata akan menangkis, dan bila Hinata menyerang, maka Naruto lah yang akan menangkis. Naruto menyeimbangkan kemampuan sang istri, Hinata bukanlah tandingannya, tapi melihat Hinata penuh semangat dan gerakan lembutnya namun penuh ketegasan, memiliki daya tarik tersendiri bagi Naruto.
Batin sang kaisar tergelitik, ia tersenyum sarat makna. Seketika ide nakal muncul di kepalanya. Naruto mempercepat gerakan katana miliknya.
Trang
Trang
Trang
Hinata mulai kualahan ketika sang suami mempercepat ayunan katana nya. Ia menangkis segesit mungkin, namun kemampuannya jauh di bawah Naruto.
Tranggggg
Katana klan Hyuuga itu jatuh tepat di atas bebatuan di tepi air terjun. Hinata kalah, dan dalam gerakan cepat sang suami menariknya.
Greb
Naruto menggapai pinggang Hinata, memeluknya erat. Safir dan mutiara beradu, tatapan yang amat dalam dan penuh cinta. Tangan kekar sang kaisar yang sudah terlatih itu dalam sekejap menarik ikat rambut besi yang menguncir surai kelam Hinata, hingga surai bak malam itu tergerai indah.
Senyum miring tersungging di bibir sang kaisar. Ia merapatkan pelukannya, dada tegapnya dan dada berisi milik sang istri beradu.
"Naruto-kun...." Hinata mencoba mendorong pelan dada Naruto, mencoba menjauhkan tubuh kekar yang menempel pada tubuh sintalnya.
Namun sia-sia, pelukan itu semakin rapat. Bahkan...
Tranggg
Naruto melepaskan sendiri katana miliknya, dan dengan gesit tangan yang tadinya ia gunakan untuk memegang katana, kini berada tepat pada bagian belakang kepala Hinata.
"Hmmmmpppp...." Hinata tak punya kesempatan menolak, sang suami menekan bagian belakang kepalanya, untuk mengadu bibir mereka. Kini ia pasrah ketika bibir manisnya menjadi lumatan sang suami.
...
"Ehem..."
Suara batuk disengaja yang keluar dari bibir Shikaku membuat Naruto cepat melepaskan pautan bibirnya pada sang istri. Sementara Hinata mundur beberapa langkah menjauh dari sang kaisar.
"Tenno-sama, sebentar lagi matahari terbit. Kita harus melanjutkan perjalanan."
Naruto mengangguk kikuk menanggapi ucapan Shikaku, ia menarik tangan Hinata, dan membawa wanitanya itu kembali ke tenda.
...
Rombongan kaisar mulai bergerak saat matahari terbit. Naruto berada di barisan paling depan didampingi oleh Sasuke. Hinata tak lagi berada satu kuda bersama Naruto, ia meminta Hinata masuk ke dalam kereta yang berada di bagian paling belakang rombongan, ia bersama dengan Sakura di dalam kereta itu. Ada beberapa hal yang harus ia bicarakan pada Sasuke dan tak perlu diketahui oleh Hinata.
Sementara di belakang mereka Shikaku menunggang kuda dengan dikawal oleh tiga orang samurai.
"Jadi orang-orang kita sudah melihat wanita itu?" Tanya Naruto dengan nada sedikit berbisik.
Sasuke mengangguk memberi jawaban pada kaisarnya. Ia tak akan banyak bicara, rasa curiganya pada Shikaku yang membuatnya berjaga-jaga membuka mulut.
...
Sementara itu di dalam kereta, Hinata dan Sakura juga tengah menyusun rencana.
"Kita harus bertemu dengan mata-mata yang dipersiapkan Sasuke-san untukku, begitu tiba di pantai barat." Hinata nampak cemas, tangannya menggenggam erat tangan Sakura.
Tabib wanita itu menghela nafas pelan, keraguan timbul di benaknya apakah yang Hinata rencanakan akan berhasil.
"Sebelum orang-orang Naruto-kun dan Sasuke-san menemukan mereka kita harus lebih dahulu yang menemukan mereka." Hinata kembali menunjukkan kecemasannya.
"Hinata, kau yakin semua ini akan baik-baik saja? Kita berhadapan dengan Naruto sekarang. Suamimu sendiri."
"Sakura, hanya ini yang bisa ku lakukan untuk Hyuuga."
...
Mereka tiba di tepi barat pulau Honshu, tepat di pesisir pantai. Dari kejauhan mata memandang, istana peristirahatan Klan Senju berdiri kokoh di tepi tebing menghada ke laut China. Safir biru Naruto menatap lekat istana megah itu, kakinya menapak di pasir putih, ia berjalan beberapa langkah agar lebih jelas melihat istana megah itu.
Tiba-tiba ia terkesiap, kekagumannya pada istana itu terusik, sentuhan tangan lembut ia rasakan di telapak tangannya. Hinata sudah berdiri di sampingnya menggenggam erat tangannya.
"Hime..." Tangan cokelat Naruto kian erat menggenggam tangan putih sang Lotus ungu, ia angkat tangan dalam genggamannya itu dan diarahkannya ke bibi nan kecokelatan miliknya. "Istana ini adalah bukti cinta Hashirama Ji-san untuk Mito Ba-san..."
"Cinta mereka abadi, hingga kematian memisahkan, Naruto-kun..."
"Seperti cinta kita, Hime..."
...
Tok tok tok
Hinata mengurungkan niatnya menanggalkan montsuki yang ia kenakan, sebuah ketukan mengalihkan perhatiannya. Ia bergegas menuju pintu besar kamarnya.
"Sasuke-kun mengajak suamimu keluar?"
Sakura berdiri di ambang pintu masuk dan langsung menghadiahkan pertanyaan yang dijawab anggukkan cepat oleh Hinata. Ia dan suaminya baru sebentar masuk ke dalam kamar yang dipersiapkan, namun tiba-tiba Sasuke mengetuk pintu, dan mengajak Naruto pergi bersamanya.
"Jangan buang waktu, Natsu sudah menunggu kita." Sakura menarik pergelangan tangan Hinata yang sedang mencerna ucapan sahabat merah mudanya itu.
Hyuuga Natsu. Nama itu masih melekat dalam ingatan Hinata. Wanita dari klan Hyuuga cabang yang dulu bekerja sebagai pembantu di istana klan Hyuuga, sebelum pembataian itu terjadi.
...
Mereka berdua berjalan mengendap-endap diantara pepohonan bunga sakura yang mulai meranggas di tengah musim panas. Tanpa mereka sadari sepasang mata onix tengah mengintai mereka. Nara Shikaku seorang pemikir yang cerdik, bukan hal sulit untuknya membaca gerak-gerik dua wanita itu. Shikaku tahu betul bahwa Hinata juga menginginkan Tenten, di dalam rahim budak itu tengah bersemayam penerus klan Hyuuga.
Mantan perdana di era Tobirama itu tersenyum tipis penuh makna, ia berjalan pelan diantara pepohonan sakura itu, membiarkan dua wanita itu melanjutkan rencananya. Semakin mudah Hinata mencapai tujuannya, makan murka Naruto akan semakin dekat padanya, dan itulah tujuan Shikaku, memisahkan Naruto dan Hinata.
...
"Kau yakin, disini tempatnya?" Mutiara lavender Hinata menjelajahi tiap jengkal bebatuan besar di tepian pantai di sekelilingnya, mencari keberadaan orang yang sakura janjikan akan bertemu dengannya. Tak ada siapapun disana. Hanya ia dan Sakura.
"Sasuke-kun berkata, dia akan menemui kita disini." Jawab Sakura sambil ikut mengedarkan pandangannya.
"Hinata-sama..."
Hinata menoleh, dari arah belakang tubuhnya ia mendengar dengan jelas namanya dipanggil.
"Natsu-san..." Hinata berbalik, berlari kecil mendekat pada sosok yang mengenakan yukata sederhana. Orang yang merawatnya setelah kepergian sang ibu.
"Hinata-sama... Anda baik-baik saja...." Natsu tak kuasa untuk menggapai tangan majikannya itu, menggenggam erat tangan putih yang dulu tak pernah lepas dari tangannya saat tertatih belajar berjalan.
Hinata mengangguk cepat. "Anda apa kabar, Natsu-san..."
"Saya baik-baik saja... Hinata-sama..."
"Hinata, ini bukan waktunya untuk berbincang-bincang, kita harus segera kembali ke istana sebelum Naruto dan Sasuke kembali. Natsu-san, bisa kau ceritakan informasi apa saja yang kau dapat...."
"Hinata-sama, beberapa pekan lalu, seorang Samurai yang mengaku orang suruhan Shogun-sama datang menemuiku dan memintaku mencari informasi tentang kedatangan kapal dari Tang."
Hinata mengangguk menjawab konfirmasi dari Natsu.
"Kapal dari Tang telah tiba kemarin..."
"Apa kau melihat wanita hamil turun dari kapal itu, ia memilik rambut cokelat, dan dari raut wajahnya ia bukan orang Heian."
Natsu mengangguk cepat.
"Natsu-san kumohon awasi dia dan beri tahu aku informasi dimana dia berada...." Hinata memegang erat telapak tangan wanita itu, ia begitu bersemangat, 'anak Neji-nii masih hidup, dan itu berarti garis keturunan Hyuuga tidak terputus'
...
"Dimana wanita keparat itu berada?" Naruto baru saja tiba di dermaga pantai barat Honshu bersama Sasuke, pandangan safir birunya menyisir pada area dermaga yang ramai dengan banyak kapal pedagang. Tak ada satupun dari mereka yang mengenali Naruto sebagai kaisar, ia dan Sasuke mengenakan topi caping yang menutupi sebagian wajah mereka.
"Sepasang Samurai mengawalnya sejak ia turun dari kapal." Seorang Samurai yang merupakan orang suruhan Sasuke menjawab.
"Kau tahu dimana ia dibawa?" Kali ini Sasuke yang angkat bicara, Naruto masih meneliti tiap meter dermaga, ia sedang mengamati sesuatu.
"Ada sebuah rumah peristirahatan yang cukup mewah, beberapa meter dari istana peristirahatan yang Tenno-sama diami, mereka tinggal disana sekarang."
"Awasi pergerakan wanita itu, jangan sampai dia luput dari pengawasanmu, dan jangan sampai dia pergi dari wilayah ini." Perintah Naruto sebelum ia berbalik arah.
...
"Dobe."
Naruto menoleh, ia menghentikan langkah kakinya di pasir putih saat sang sahabat memanggil nama kesayangannya. "Khe, aku ini Kaisarmu, Teme."
Sasuke mendengus remeh. "Tak ada siapapun disini. Kau yakin dengan rencanamu untuk menghabisi Tenten?"
"Kau mengenalku." Naruto menoleh pada Sasuke dari fokusnya yang tadi memperhatikan air laut yang bergelombang.
"Dia sedang hamil."
Garis miring terukir dari sudut bibir Naruto. "Hinata juga sedang hamil saat itu." Ucapnya penuh dendam.
"Kau sedang tidak berusaha memutus garis keturunan Hyuuga?" Selidik Sasuke lebih dalam.
"Kau masih menganggapku menyimpan dendam pada kalian?" Nada bicara Naruto tiba-tiba berubah. Sasuke bisa merasakan bahwa sahabat pirangnya itu tersinggung.
"Tapi bayi itu tak bersalah." Sasuke menurunkan nada bicaranya serendah mungkin.
"Kau masih menganggapku, iblis. Ku pikir kita sudah bisa saling mempercayai." Naruto tersenyum tipis sambil menunduk, safir birunya kini beralih pandang pasir putih.
"Aku percaya padamu." Sasuke menepuk pelan bahu tegap Naruto. "Bukankah kita Saudara?"
Naruto mendongak. Ia beradu pandang dengan onix Sasuke.
"Saat ini, tak ada orang yang benar-benar aku percayai, selain kau dan Hinata." Naruto menepuk pelan tangah Sasuke di bahunya.
Sasuke melepaskan tangannya dari bahu Naruto, saat Naruto kembali melangkah menuju istana peristirahatan.
'Dobe, Gomenasai'
...
"Sasuke-kun..."
Sakura mengehentikan kegiatannya melipat pakaian di peti, ketika pintu geser terbuka dan menampakkan sang suami. Ia bangkit dan menghampiri prianya itu, menggapai tangan putih sang Jenderal Samurai, ia menuntun Sasuke duduk bersila, dan membantunya melepaskan haori.
"Sasuke-kun..." Tangan lembut Sakura kini beralih pada pindah Sasuke setelah ia meletakkan haori yang baru saja dilepas Sasuke ke tatami.
"Hn."
Jawab Sasuke sembari memejamkan mata, ia menikmati jemari sang istri yang tengah menari di bahunya. Perjalanan panjang dari Kyoto ke pantai barat yang cukup melelahkan membuatnya tak mampu menolak pelayanan Sakura yang kini tengah memijatnya.
"Hari ini kami sudah bertemu Natsu-san, ari-"
"Sakura, bisa kau tidak ceritakan apapun yang kau lakukan bersama Hinata tentang rencananya."
Sakura menggigit bibir bawahnya, suaminya memotong ucapannya. "Baiklah." Jawab Sakura dengan nada penuh kekecewaan, ia kembali melanjutkan pijatannya pada bahu Sasuke.
Sasuke kembali memejamkan matanya. Ada rasa bersalah dalam dirinya ketika memotong pembicaraan Sakura. Tapi ia tak ingin kembali mengkhianati Naruto, sudah cukup dengan dia memberikan seorang mata-mata pada Hinata. Sasuke tak ingin mengetahui apapun lagi tentang rencana Hinata. Bukankah bila ia tidak tahu, ia sama sekali tidak berdusta pada Naruto.
...
"Naruto-kun pasti sangat kelelahan...."
Kelopak mata kecokelatan itu terbuka, saat pipi lembut bersentuhan dengan rahang tegasnya. Ia tersenyum lembut menoleh dan mencium pipi bulat putih itu. Kenyamanan air hangat di dalam Jazzuci yang merendam seluruh tubuhnya saat ini, seolah hilang, rasa penat dan pegalnya menguar saat kulitnya bergesekan dengan kulit lembut sang istri.
"Kenapa kau akhir-akhir ini manja sekali....?" Tangan Naruto mengusap lembut tangan Hinata yang melingkar di pinggang berototnya. Ini adalah hal langka yang jarang terjadi, Hinata menyusulnya ke Onsen dan ikut berendam bersamanya di dalam Jazzuci tanpa ia minta, bahkan sang Lotus ungu itu tiba-tiba memeluknya dari belakang saat ini.
Hinata menggeleng, lalu menyandarkan kepalanya pada lengan kekar sang suami.
Seringai nakal terukir di bibir Naruto, ia menarik tubuh mungil sang istri hingga mereka saling berhadapan, tangannya yang basah oleh air hangat terangkat dan membelai pipi bak buah persik itu. "Aku curiga..."
Deg
Jantung Hinata berdegup kencang, safir biru Naruto memicing menatapnya. Pria itu menatapnya dengan penuh tanda tanya.
Apa Naruto-kun mengetahui rencanaku...?
つづく
Tsudzuku
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top