114. Lahirnya Sang Harapan Baru -1-

Disclaimer : Naruto belongs only to Masashi Kishimoto
Alternate Universe Love Story Of Naruto and Hinata
Setting : Heian/Kamakura Periode

...

Tranggggg

Belati tajam yang siap menghujam perut buncit itu, terjatuh menghantam lantai. Toneri sang pelaku siksa keji itu, menolehkan pandangannya. Tepat diambang pintu aula kuil itu sesosok pria pirang terkapar tak berdaya dengan kepala yang terpisah dengan tubuhnya.

"Kau?!" Toneri, Hidan, dan Konan memekik tak percaya melihat sosok Naruto dengan katana apinya yang berlumur darah. Deidara, anggota Akatsuki itu baru saja meregang nyawanya akibat tebasan panas katana api milik Naruto.

"Ada apa? Kalian takut, heh?" Naruto melepas obi, dan menyingkap bagian dada montsuki yang di kenakannya. Garis melintang di dada hingga ulu hatinya masih tampak jelas. Bekas luka katananya sendiri yang di hujamkan oleh Yahiko. "Kecewa, bahwa rubah ini belum mati?"

"Aku akan membuatmu mati untuk yang kedua kalinya Naruto!!!" Hidan berlari kearah Naruto dengan membawa katana besarnya, namun...

Tranggggg

Dalam sekali tepis, katana berukuran raksasa itu jatuh menghantam lantai saat beradu dengan katana api milik Naruto. "Aku tak punya urusan dengan kalian, aku kesini untuk membawa istriku pergi, menyingkirlah, aku sedang berbaik hati sekarang."

Toneri mengangkat telapak tangannya, memberikan isyarat pada pihaknya, untuk memberi Naruto jalan.

Langkah demi langkah, Naruto kian dekat dengan sosok lemah yang berbaring tengah menderita itu. Baru beberapa langkah Naruto mendekat pada sang istri, Toneri melancarkan rencana kejinya. Ia menghunuskan katananya, siap menghujam Naruto dari belakang.

Tranggggg

Crasssssss

"Aggggghhhh.." Toneri mengerang kuat saat lengannya tertebas oleh katana api Naruto.

Naruto mengayunkan katananya kebelakang tanpa menoleh, dan berhasil melukai lengan pria bersurai perak itu. Tak tinggal diam, Yahiko mulai melancarkan serangannya.

"Rubah, sialan!!!! Aku ingin lihat, bagaimana bisa kau melawan, saat rantai-rantai ini ku lepaskan?????!!!!!!!"

Toneri dan Hidan yang terluka parah akibat serangan Naruto, tersenyum penuh kemenangan saat melihat lantai kuil itu mulai retak. Dari bawah lantai itu, rantai-rantai raksasa berwarna emas itu bergerak, siap untuk melilit kaki Naruto, yang kian dekat pada Hinata.

Tranggggg

Katana salju milik Sasuke, tertancap menahan pergerakan rantai itu, dan dalam sekejap rantai itu menjadi beku, akibat elemen salju yang terkandung dalam katana milik sang bungsu Uchiha itu. "Khe, para anjing sedang mencoba menggigit tuannya rupanya?" Sasuke tersenyum congkak sambil memandang remeh kearah Yahiko.

"Tutup mulutmu, Uchiha keparat!!!" Konan menggeram murka ketika disebut sebagai anjing oleh Sasuke, semua itu mengingatkannya bagaimana para Uchiha memperlakukan Akatsuki sebagai binatang peliharaan. Tamoto dari yukata ungu gelapnya beterbangan siap untuk mencekik Sasuke.

Crassss
Crassss

Tebasan katana, disertai terpaan angin kencang, sukses merobek tamoto dari yukata Konan hingga robek berkeping-keping. "Aku tak berharap merobek berkeping-keping pakaian indahmu, Nona.." Ujar Sai tanpa dosa, dengan senyuman ala kadarnya.

...

Naruto tak mengindahkan kedatangan Kakashi dan Shikamaru yang menyusulnya. Pun juga, dengan pertarungan sengit yang terjadi sekarang. Mata sebiru lautanya memandang nanar, tubuh istri tercintanya yang berlumur darah. Perut Hinata yang membuncit besar, menandakan bahwa buah hati mereka masih bersemayam disana. Namun pemandangan yang sungguh ironis, perut besar yang terekspos itu di penuhi dengan lebam membiru.

Tanpa buang waktu, Naruto menebas seluruh rantai berkarat yang melilit pergelangan tangan dan kaki sang istri. Begitu kuat rantai-rantai itu mengekang Hinata, hingga bercak merah dan karat membekas di kulit mulusnya. Pipi putihnya yang memucat di basahi dengan jejak-jejak air mata. Menjadi pertanda betapa rasa sakit yang ia alami bersama buah hati tercinta yang bersemayam dalam rahimnya.

"Maaf aku datang terlambat..." Air mata menetes dari sudut ekor matanya. Tangan kekarnya dengan sangat lembut merengkuh tubuh tak berdaya itu. "Hime... maafkan aku..., ia mengecup pucuk kepala Lotus Ungunya yang masih menguarkan bau harum. Hingga tetesan air mata itu membasai surai kelam tebal yang mampu mengusir penatnya.

"Jangan menangis, Naruto-kun..." Suara lembut penuh kasih sayang itu seketika memenuhi indera pendengaran Naruto. Hinata bersuara dengan lemah. Namun setelah itu kesadaran sang Lotus Ungu benar lenyap.

"Hime...."

"Naruto, bawa istrimu keluar dari sini!!!! Serahkan mereka pada kami!!!"

Ia tersentak ketika teriakan Kakashi mendominasi pendengarannya. Tersadar bahwa kini sang istri tidak berada dalam posisi aman. Membawa tubuh tak berdaya Hinata kedalam gendongannya, Naruto berlari kencang sambil di kawal oleh Shikamaru dan Sai yang menangkis serangan dari para samurai yang bekerja untuk Toneri.

Dengan susah payah, Naruto berhasil membawa Hinata keluar dari kuil itu. Dan betapa terkejutnya ia ketika keluar. Ribuan pasukan bersiaga di depan kuil sambil berlutut kepadanya.

Dari pakaian zirah yang mereka kenakan, Naruto tahu bahwa ribuan pasukan itu bukan berasal dari Negeri Matahari Terbit, tanah airnya. Hingga dari barisan rapi para prajurit itu, ia melihat sosok tegap yang amat ia kenali.

"Apa kabar Naruto?"

"Gaara.."

...

Bukan hal sulit bagi Naruto untuk membawa sang istri dari kuil laknat aliran sesat yang dianut oleh Toneri dan para akatsuki. Pasukan yang dibawa oleh Gaara lebih dari cukup untuk menaklukkan kota Naniwa yang sejatinya adalah kota besar kedua setelah ibu kota Kyoto.

Tak ada pilihan lain bagi Naruto. Saat ini satu-satunya tempat ternyaman di kota ini adalah Istana Naniwa. Istana yang dihadiahkan Mendiang Kaisar Hashirama pada Toneri sebagai rasa bersalah mengusir anak yang pernah ia anggap darah dagingnya sendiri, dari Istana Dairi. Hinata harus segera melahirkan, kondisinya yang semakin memburuk membuat rahimnya tak lagi menjadi tempat ternyaman untuk bergelungnya si janin yang tak berdosa itu.

Diatas futton lembut dan tebal itu, Naruto membaringkan dengan sangat hati-hati tubuh ringkih sang istri. Tangannya kemudian membelai sayang pucuk kepala indigo itu. Safir birunya menyusuri tiap jengkal luka yang terbuka dengan darah yang masih basah. Ia menangis. Naruto menangis tergugu ketika melihat tubuh sang istri yang di penuhi luka mengenaskan.

"Buka matamu, sayang, buka matamu...." Tak bersuara, Hinata tak merespon tangan Naruto yang menepuk-nepuk pipi tembamnya. Hanya deru nafas yang kian melemah yang ia rasa berhembus dari hidung kecil nan mancung, milik Hinatanya itu. Bahkan rasa sakit yang kini mendera sekujur tubunya tak dapat ia rasakan lagi, karena telah melewati batas ambang kemampuan tubuhnya untuk menahan derita yang mendera tubuh mungilnya.

"Naruto, kita harus mengambil tindakan." Tangan Shikamaru tiba-tiba menepuk pelan bahunya. Tapi Naruto tak sekalipun berpaling dari sosok Hinata yang diam seribu bahasa.

"Tindakan apa yang kau maksud, Shikamaru?" Tanya Naruto dengan nada dingin. Sorot mata birunya yang menyendu menggambarkan rasa nyeri yang amat mendalam. Ia merasa tak berguna sebagai seorang pria. Bahkan menjaga harta terakhir yang ia miliki saja, ia tak mampu.

"Tabib sudah memeriksa istrimu, tak ada harapan lagi, kita harus segera mengangkat bayi kalian dari rahimnya, sebelum ia-"

"Tutup mulutmu, Shikamaru!!!" Tiba-tiba Naruto menggeram murka sambil menatap tajam Shikamaru dengan sepasang safir birunya yang memancarkan kilatan penuh amarah. "Hinata dan Boruto akan baik-baik saja. Sekarang tinggalkan kami berdua."

"Kau akan menyesal Naruto. Sekarang kau hanya bisa menyelamatkan bayimu. Tapi jika semuanya terlambat tak satupun dari mereka-"

"Keluar Shikamaru. Aku tak mau menodai ikatan persaudaraan kita. Kali ini kumohon jangan ikut campur. Aku sendirilah yang akan membuat Hinata memperoleh kesadarannya kembali."

Sepeninggal Shikamaru. Naruto memutuskan untuk merengkuh dengan sangat lembut, tubuh rapuh yang membawa kehidupan baru di dalam rahimnya itu. Safir birunya yang melelehkan air mata, tak lepas memandang wajah cantik sang istri yang dipenuhi luka lebam membiru.

Bahkan Naruto dapat melihat dengan jelas bercak darah yang telah mengering, menghiasi sudut bibir yang sering ia kecupi tersebut. Pertanda betapa kejinya para manusia tak berhati itu menyiksa Hinata yang tengah hamil besar seperti ini.

...

Srakkkkk

Pintu kamar utama Istana Naniwa itu terbuka kasar. Sosok Naruto berdiri di depannya, sambil mengedarkan pandangan kesegala arah. "Dimana onsennya?" Tanya pria pirang itu dengan nada dingin.

Seorang dayang dari Istana Naniwa, takut-takut mengulurkan tangannya menuju tempat yang diinginkan oleh Naruto.

"Siapapun yang berani menyentuh Hinata. Ia akan berhadapan langsung denganku." Ancaman itu tak main-main. Dari tatapan safir birunya yang tajam, Naruto seolah siap membunuh siapapun yang mengusik Hinatanya.

Puluhan pasang mata itu menatap miris dan kasihan pada Naruto yang kembali dari onsen. Pria pirang itu, masuk kembali kedalam kamar utama dimana istri tercintanya terbaring tak berdaya.

Pintu geser itu kembali di buka kasar oleh Naruto. Tapi kali ini dengan menggunakan kaki, karena kedua tangannya yang ia pergunakan untuk membawa Hinata yang tak sadarkan diri dalam gendongannya.

"Naruto, mau kau bawa kemana dia Naruto?" Tanya Gaara yang bangkit dari duduk bersilanya.

"Ini urusanku, dia tanggung jawabku." Jawab Naruto dingin sambil melangkahkan kakinya kearah onsen.

"Naruto-nii apa yang terjadi pada Nee-sama??!!!" Hanabi menjerit kencang ketika ia baru tiba di istana Naniwa. Mutiara ungunya langsung disuguhi pemandangan yang amat mengiris hati.

Naruto tak menjawab. Ia membiarkan Hanabi, bertanya kesana kemari tentang keadaan kedua kakaknya, dan berakhir dengan dirinya yang tak sadarkan diri di pelukan Konohamaru, ketika mendapat jawaban dari Shikamaru tentang kematian Neji dan Hinata yang disiksa hingga kehilangan kesadaran seperti ini.

...

Helai demi helai, nagajuban kumal bermandikan bercak darah itu, Naruto tanggalkan dari tubuh molek sang istri yang dipenuhi luka lebam dan membiru. Dengan berderai air mata ia mengangkat tubuh lemah Hinata dan perlahan memasukannya kedalam kolam kecil berisi air hangat.

Menyusul sang istri, Naruto ikut berendam dalam kolam itu dan menanggalkan semua pakaiannya. "Aku tak masalah jika harus kehabisan darah, asal kau dan Boruto kita tetap bertahan." Ia kecup hadiahkan kecupan nan lembut pada bibir mungil sang istri yang robek, lalu dengan menyandarkan tubuh Hinata di dinding kolam.

Menggapai belati yang ia letakkan dipinggiran kolam, Naruto menatap dengan penuh keyakinan pada benda tajam tersebut. Bibir merah kecokelatannya tersenyum tipis dengan tangannya yang lain mengelus sayang pipi tembam sang istri.

Lalu tak lama kemudian, ia mengarahkan belati itu di pergelangan tangannya dan perlahan sambil menahan rasa sakit, Naruto menggoreskan belati itu pada tiap urat nadinya. Dengan sengaja ia merendam pergelangan tangannya yang berlumuran darah itu hingga air hangat di dalam kolam kecil itu berubah warna menjadi merah.

Dengan kedua tangannya, Naruto membasuh tiap luka di tubuh Hinata dengan air hangat yang bercampur dengan darahnya. Sesekali ia bahkan menyodorkan pegelangan tangannya yang berlumuran darah kemulut kecil Hinata. Membantu darahnya agar mencapai pada lidah istri tercintanya. Bahkan ia melumuri bibirnya dengan darah dari urat nadinya sendiri, lalu menyalurkannya ke mulut Hinata lewat sebuah ciuman.

Perlahan-lahan luka dan lebam yang memenuhi tubuh polos Hinata mulai pudar. Tubuh dan wajahnya memucat kini mulai memerah, menandakan peredaran darah yang lancar dari dalam tubuh wanita yang tengah hamil tua tersebut.

Tangan Naruto terulur, meraba perut buncit sang istri yang berada di bawah air. Naruto dapat merasakan gemuruh hebat dari dalam rahim istrinya, yang diiringi tendangan kencang sang buah hati. Borutonya sedang kembali mencapai jalan lahir.

'Yokatta.... Hontou ni arigatou, Kami-sama, Engkau memberikanku kesempatan untuk tidak hidup dalam kesepian lagi.'

...

"Oba-san, jadi bila bola bintang yang ada di dalam tubuhku itu ditarik, aku sudah bukan kitsune lagi ya...?" Naruto kecil bertanya dengan polosnya pada Uzumaki Mito yang baru saja menyelsaikan meditasinya diatas tempat tidur mereka di goa puncak Fuji, yang terbuat dari pahatan batu.

"Kemari...." Mito menepuk sisi kosong disebelahnya, pertanda ia meminta Naruto duduk disana. "Dengar Naruto, ayahmu memang seorang manusia, jadi bila hoshi no tama itu ditarik dari tubuhmu, kau akan tetap hidup sebagai manusia biasa. Tapi ingat di dalam tubuhmu juga mengalir darah kitsune dari ibumu... Sekalipun kau tak memiliki hoshi no tama lagi..., tapi kau masih memiliki darah kitsune dalam tubuhmu...."

"Lalu apa gunanya untuk diriku Ba-san....?"

"Kau bisa menyelamatkan orang lain dengan darahmu...  seperti ketika ada seekor kitsune yang dirampas hoshi no tamanya, atau  mereka diserang oleh para pawang siluman... atau bahkan manusia yang sekarat. Selama itu belum suratan takdirnya untuk pergi, kau bisa menyelamatkanya... Sama seperti energi kitsune yang berpendar dari tangan kita. Darah kitsune adalah kebaikan terakhir yang dapat kau gunakan untuk menyembuhkan dan menutup luka dalam. Tapi jangan sembarangan menggunakannya. Karena bagaimanapun, mahluk hidup yang kehabisan darah. Tak dapat bertahan hidup lama...."

...

Wajah Naruto kian memucat dan membiru, tapi senyuman justru tersungging di bibirnya saat melihat wajah sang istri yang tak lagi pucat. Wajah tembam Hinata yang memerah karena peredarannya yang kembali lancar, membuat rasa bahagia yang membuncah di dalam hati Naruto. Kendati kini bibirnyalah yang membiru. Tubuhnya yang kekurangan darah mulai terasa nyeri dan menggigil kedinginan.

Ia merapatkan tubuhnya pada tubuh Hinata yang tadinya dingin, kini menghangat. Memeluk erat tubuh telanjang sang istri hingga kesadarannya benar-benar hilang. "Boleh aku memelukmu..., Hime....?"

つづく
Tsudzuku

Adegan Hime yang dibasuh dengan genangan air bercampur darah Naru ini, terinspirasi dari adegan Schoolar Who Walks Ne Night. Dimana Lee Joon Gi memutuskan urat nadinya dan memandikan Lee Yu Bi dengan air bercampur darahnya, karena Lee Yu Bi di gigit oleh Vampire lain dan darah vampire Lee Joon Gi lah yang menjadi penawarnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top