092. Binasanya Para Kitsune -2-
Disclaimer : Naruto belongs only to Masashi Kishimoto
Alternate Universe Love Story Of Naruto and Hinata
Setting : Heian/Kamakura Periode
Rerumputan kering yang mulai berhiaskan salju menjadi saksi langkah perlahan wanita yang tengah mengandung itu berjuang mempertahankan buah hatinya. Berlari kecil sembari terengah, Hinata memeluk erat perut buncitnya yang terguncang akibat gerakan cepat kakinya.
"Mereka mengejar kita Sasori-san..., Hinata Nee-sama sudah tak sanggup lagi berlari... perutnya terasa kencang." Hanabi, gadis remaja itu berlari kecil sambil memapah tubuh lemah sang kakak yang tak sanggup lagi berlari. Tangannya mengelus lembut perut sang kakak yang membawa kehidupan baru.
Pria bersurai merah pendek yang berlari di belakang mereka sesekali menoleh, bersiaga pada sekelompok orang yang tengah mengejar mereka. "Beristiraharlah di pohon pinus raksasa di tepi danau, tak jauh dari sini. Aku akan menghalau mereka."
Menggeleng pelan, wanita yang tengah hamil delapan bulan itu kembali mengalirkan air mata dari pelupuknya. Bagaimana bisa ada satu nyawa lagi yang berkorban untuknya, setelah Ayame.
"Tidak, Sasori-san... tidak... Ikutlah bersama kami..."
Pria bersurai merah yang menyandang nama Uzumaki Sasori itu, tersenyum tipis. "Sudah sepatutnya saya melindungi Anda dan bayi Anda. Shogun-sama dan Kogo-sama sudah berbaik hati mengangkat derajat kami dan menganggap kami sebagai keluarga. Suatu kebanggan bagi saya bila harus mati untuk melindungi sesama kitsune keluarga Mito-sama. Hidenka-sama, terimalah penghormatan terakhir saya."
Tanah lembab dan dingin di hutan pinus itu mejadi saksi ketika lutut Uzumaki Sasori, Hakim Agung yang berkuasa di era kepemimpinan Senju Hashirama itu berlutut dihadapannya.
"Hanabi, aku titipkan Hinata-sama padamu." Bangun dari berlututnya, Sasori berbalik arah berlawanan dimana para Akatsuki kian mendekat pada mereka.
"Nee-sama ayo...!!!" Merangkul punggung kecil sang kakak yang bergetar hebat, Hanabi kini dia sendirianlah yang harus melindungi sang kakak. Kakak yang pernah ia benci karena dendam membabi butanya.
Dengan langkah-langkah kecilnya yang terengah Hinata dapat melihat Yahiko bersama kelompoknya itu kian mendekat. Hanabi menggiring Hinata bersembunyi di balik pohon besar.
"AGHHHHHHH!!!" Teriakan tercekat Sasori terdengar memilukan, menggema di seluruh pohon pinus itu.
Kelereng ungu muda Hinata melihat dengan samar, ketika ia sedang mengendap dari pohon ke pohon bersama Hanabi. Betapa tanpa belas kasihan sedikit pun Yahiko dan Kisame meremukkan tulang belulang Sasori, lehernya yang di cekik dengan rantai emas raksasa itu membuat tubuhnya menggelinjang kesakitan.
"Kita beristirahat disini Hanabi..."
Jarak mereka kini cukup jauh dari tempat para Akatsuki yang tengah mengepung Sasori, tapi masih memungkinkan untuk melihat bagaimana kebiadaban Akatsuki pada kaum siluman rubah.
...
Bagai seonggok benda tak berarti, Kisame, rekan Akatsuki Yahiko, menendang punggung Sasori, hingga pria itu jatuh tersungkur. Wajahnya yang sudah mencium tanah di buat tenggelam lebih dalam lagi saat kaki Deidara menginjak kepalanya. Sontak pria kitsune itu menggelinjang karena sesak. Puas membuat Sasori kesulitan bernafas kini giliran Yahiko, melilitkan ujung rantai ke pohon besar. Sementara ujung yang lain masih mencekik erat leher Sasori.
Yahiko membuat Sasori mendongak dengan menjambak kuat surai merahnya. Kreekkkk. Suara patahan tulang itu terdengar jelas. Betapa kuatnya Yahiko menjambak Sasori hingga tulang lehernya patah.
Iris kelabu siluman rubah ini kian sayu. Sempat berusaha melakukan perlawanan. Namun sia-sia baru sebentar menampakkan sembilan ekornya. Dengan mudah rantai-rantai raksasa keemasan itu mencekik lehernya. Menyerap seluruh energi kitsunenya hingga terkulai lemas.
"Kau terlalu lemah untuk turun dari Fuji, bocah lemah." Kaki Yahiko menginjak kasar kepala merah Sasori yang menyamping.
"Sudah siap untuk meregang nyawa rubah?"
Krekkkkk
"AAGGGGGGGHHHHHHH!!!!" Teriakan memilukan itu kembali menggema. Yahiko mengeratkan cekikan rantai emas pada leher Sasori. Membuat pria rubah itu memuntahkan darah sangat banyak bersamaan dengan mutiara kehidupannya.
Tersenyum penuh kemenangan. Yahiko kini menggenggam Hoshi no tama milik Sasori yang kini tak berdaya lagi. "Potong tubuhnya sebelum kembali menjadi rubah dan biarkan di makan burung pemakan bangkai."
...
Kedua tangannya sontak menutupi dua mutiara lavender yang dianugerahkan sang pencipta padanya. Hinata menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaimana tubuh Sasori tak dibiarkan kembali ke wujud asalnya. Mereka memotong tubuh Sasori yang tengah sekarat dan membaginya ketempat yang berbeda.
"Mereka benar-benar iblis...."
"Nee-sama kita harus segera menjauh sebelum mereka menyadari keberadaan kita."
Terlambat. Ketika baru saja berangsur bangkit, suara langkah pelan menginjak dedaunan kering berlapis salju memenuhi indera pendengaran dua keturunan Hyuuga ini.
"Mau kemana khe, perempuan hamil?" Konan wanita bersurai biru itu berucap pelan dengan mata yang menatap lekat perut buncit Hinata. Tatapan seorang serigala yang tengah mengintai makanannya.
Hinata dan Hanabi mengambil langkah seribu. Berusaha berlari sekuat tenaga kendati mereka sadar sampai dimana kemampuan mereka. Hanabi, mungkin ia bisa berlari lebih kencang lagi, tapi tidak dengan kakaknya yang tengah membawa kehidupan kecil di rahimnya.
Nafasnya memburu hebat. Berlari di tengah hutan pinus dengan keadaan hamil delapan bulan adalah hal yang amat menyiksanya. Jika berhenti bukan hanya nyawanya yang menjadi taruhan. Ada nyawa adik tersayangnya yang kini tengah melindungi dirinya. Juga benih orang yang paling ia cintai yang kini bergelung nyaman di dalam rahimnya.
Konan, wanita lincah itu hanya perlu berjalan cepat untuk menggapai langkah-langkah kecil Hinata dan Hanabi. Tentu bukan hal sulit baginya mengejar seorang wanita berperut besar yang berlari dengan terengah.
"Akkkkkhhhhhh..."
"Hana-chan...."
Rangkulan kakak dan adik itu terpisah. Surai cokelat Hanabi di tarik kasar oleh Konan. Dengan mudah, Hanabi yang tidak siap sontak ditarik kebelakang lalu terjatuh hingga tersungkur.
"Lari Nee-sama!!!!" Berteriak sekencang mungkin saat surai panjangnya kembali di tarik menuju pohon pinus besar.
Beberapa kali meronta bahkan mengigit tangannya. Membuat Konan berang akan perlawanan Hanabi. Ia biarkan begitu saja Hinata yang berlari kecil menjauhinya. Toh..., ada Yahiko, Kisame, dan Deidara yang baru saja selesai melenyapkan Sasori.
Konan menyandarkan tubuh Hanabi yang terus meronta kepohon pinus besar. "Ughhh..." Melenguh kecil saat merasakan punggung menghantam batang kayu itu. Seketika ingatannya ketika ia menyiksa Hinata kembali memenuhi pikirannya. Apa yang ia alami sekarang tak jauh beda dengan yang dialami Hinata, bahkan keadaan Hinata tengah berbadan dua.
"Kau tahu apa ini?" Konan memperlihatkan tali kekang dihadapan Hanabi dengan satu tangannya. Sementara tangannya yang lain mencekik kuat batang leher Hanabi.
"Lepaskan aku jalang!!!!" Hanabi kian meronta hebat. Namun ia kalah kuat dari Konan yang mencekik kuat batang lehernya.
"Kau bilang aku jalang hmmm? Mau bermain-main?"
Bugh.
Suara dan rontaan Hanabi berhenti seketika. Kala bogem mentah Konan menyerang pelipisnya. Hanabi tak sadarkan diri tak berdaya, setelah menerima pukulan telak dari Konan di sisi kepalanya. Telinganya bahkan mengalirkan darah.
...
"Hei...., mau kemana ibu hamil...?" Langkah kecil Hinata terhenti ketika sosok pria dengan surai kuning yang di kuncir itu menghadangnya.
"Pergi!!!" Hinata mengibas-ngibaskan ranting kayu yang ia pungut dijalan. Berharap hal kecil itu bisa menghentikan Deidara.
Krakkkkk
Bunyi patahan ranting kayu yang diremas oleh Deidara sontak membuat Hinata memundurkan langkanya. Tubuhnya menegang terutama bagian perutnya yang membuncit besar, saat Deidara menyeringai licik.
Langkahnya yang berjalan mundur diikuti oleh Deidara. Seolah mengejek kelambanannya bergerak. Hinata mengambil posisi siaga, berbalik dan berusaha berlari. Namun naas, karena ketakutan ia berlari tanpa memperhatikan langkahnya.
"Akhhhhhhhhhh......." Melengking kencang, saat perut buncitnya menghantam keras pakaian besi yang dikenakan oleh pria yang sengaja berdiri dihadapannya.
"Hey, cantik..., jangan berlari-lari.. kau lupa kau sedang hamil tua hm..?" Senyuman keji itu, tangan kejamnya yang melenyapkan nyawa Sasori, membuat ketakutan membuncah di benak Hinata akan kehadiran Yahiko dihadapannya. Belum lagi tangan Yahiko terarah pada perut buncitnya yang menegang.
Berusaha mundur ke belakang, namun gagal, kala punggungnya menghantam keras pakaian besi pria yang kini berada di belakangnya. Seolah tak ingin buang waktu Deidara yang berada di belakang Hinata, menyisipkan tangannya di kedua ketiak Hinata membuat sang Lotus Ungu terkunci pergerakannya.
"Tak perlu takut....." Yahiko membelai lembut kandungan Hinata, tapi itu sama sekali tak membuatnya tenang. Hantaman yang mendera perutnya baru saja, di tambah bayinya yang bergerak-gerak aktif membuatnya menggigit bibir bawah meringis kesakitan.
"Wawwww, bayi rubah ini sangat keras menendang..." Yahiko memutarkan telapak tangannya di permukaan perut buncit Hinata. Membuatnya kian meringis antara ketakutan dan menahan sakit.
Pelipisnya meneteskan peluh dingin, saat Yahiko mencengkran pipi tembam putihnya hingga mendongak, mutiara lavendernya sedikit memerah akibat air mata yang melesak keluar. Menggeleng pelan saat satu tangan Yahiko yang lain menekan lembut perut buncitnya. Pelan memang, namun tetap terasa sakit, karena janin mungilnya juga terus menendang.
"Ne...., Hime-sama, izinkan kami memeriksa usia kehamilanmu..."
"Ughhhhh...." Kembali melenguh menahan sakit, ketika tangan Yahiko kembali meremas pelan perut besarnya. "Bawa dia pada Konan."
Deidara mengeratkan tangannya yang terapit pada dua ketiak Hinata, menyeret tanpa belas kasihan wanita berperut besar yang terus meronta kesakitan.
"Hati-hati Deidara! Jika sampai dia keguguran kita akan rugi besar!"
...
"Wah... Sudah tertangkap ya?" Konan berbalik, ia baru saja menyelesaikan kegiatannya mengikat tubuh tak sadarkan diri Hanabi.
"Apa yang kalian lakukan pada adikku???!" Hinata meronta dalam kungkungan Deidara ketika melihat Hanabi terikat di pohon besar dengan tali kekang pengikat kuda.
Konan berjalan menjauh dari Hanabi, dengan seringai miringnya menghampiri Hinata. Tangannya berpendar kebiruan menyentuh permukaan perut buncit Hinata yang tertutup nagajuban putih. "Ibu hamil jangan terlalu banyak berteriak ne, tidak bagus untuk perkembangan bayimu."
"Jangan sentuh!" Hinata menjerit kencang ketika tangan Konan dengan pendar kebiruannya menempel di perut besarnya.
"Jangan takut....." Senyuman tipis Konan membuat tubuh Hinata menegang. "Aku hanya akan memeriksa usia kandunganmu.." Tangan berpendar kebiruan itu menyusup ke dalam nagajuban putih yang di kenakan Hinata, bergerak memutar mengitari kulit perut putih yang berhiaskan guratan merah tersebut.
"Apa kita sudah bisa menarik, Hoshi No Tamanya sekarang?"
Keringat dingin kian membasahi sekujur tubuh Hinata, saat pertanyaan dari Yahiko tertangkap di gendang telinganya. "Tidak..., ku mohon jangan lakukan itu, biarkan dia lahir dengan selamat, jika kalian menginginkan Hoshi No Tama itu."
Tertawa terbahak-bahak, keempat orang Akatsuki itu seolah menikmati ratapan tangis mengiba yang keluar dari bibir mungil Hinata.
"Dengarkan aku Jalang!!!!" Konan mencengkram pipi gembul Hinata, wanita hamil itu ingin mengelak. Namun kedua tangan Deidara yang berada di bawah ketiaknya tak mampu membuatnya bergerak banyak. "Kami tidak akan mengambil Hoshi no tama itu sekarang, tapi nanti setelah janin busukmu ini besarnya sudah berusia sembilan bulan, kami akan mengeluarkannya, lalu menarik anak tercintamu ini untuk jadi santapan kami."
Mendengar rencana keji, para Akatsuki, kaki Hinata seolah lemas tak bertenaga. Air matanya menganak sungai ketika memikirkan bagaimana nasib buah hatinya.
"Jangan membuang waktu lagi. Cepat masukkan dia kedalam kerangkeng." Perintah Yahiko yang di tujukan pada Deidara.
"Lalu bagaimana dengan gadis ini, kau tidak mau menikmatinya dulu?" Tanya Konan dengan senyuman bak iblis.
"Tidak.... Jangan....!!!"
Yahiko mendekat kearah Hinata yang meronta saat diseret oleh Deidara. "Kau pikir aku tertarik dengan adikmu, seleraku bukan seperti itu." Pria bersurai jingga itu berjalan kearah pohon besar tempat Hanabi terikat dalam keadaan tak sadarkan diri. Ia mengeluarkan belati kecil dari obi hakamanya melukai betis Hanabi hingga darah si bungsu Hyuuga itu menetes ketanah.
"Dia akan menjadi mangsa hewan buas disini. Darah itu akan mengundang para harimau dan beruang untuk menyantap tubuhnya." Tebak Konan sambil tersenyum tipis.
"Kalian iblis!!!" Terisak pelan meratapi nasib sang adik yang berakhir menjadi santapan hewan buas. Hinata tak pernah menyangka bahwa akhir hayatnya akan berakhir mengenaskan seperti ini, terlebih lagi ia tengah membawa nyawa tak berdosa dalam tubuhnya.
...
"Kita akan menangkap Nawaki?" Tanya Konan sambil sesekali melirik ke kereta kerangkeng, didalamnya Hinata duduk dengan kedua tangannya dirantai diatas kepala, lalu rantai itu di gantungkan di kerangkeng bagian atas.
Yahiko mengangguk, masih tetap fokus memacu kudanya pelan.
Konan tersenyum tipis. Kembali fokus ke jalanan di depan sambil memacu kuda yang di tungganginya. "Aku heran kenapa kau menolak menikmati keperawanana Hyuuga itu?"
"Khe..." Yahiko mendengus remeh, "aku sudah biasa menyetubuhi manusia perawan... kau mengerti kan maksudku?"
"Kitsune perawan? Uzumaki Saara? Kau ingin menyetubuhinya?" Tebakan Konan di jawab dengan seringai iblis Yahiko.
"Dia sedang bersama bocah rubah itu." Jawab Yahiko sambil menarik kuat tali kekang, mempercepat langkah kudanya mengejar sang pangeran.
....
"Ouji-sama lari!!!!!"
Bruk. Saara Jatuh tersungkur saat rantai emas milik Yahiko membelenggu pergelangan kakinya.
"Saara-nee!!!" Nawaki, bocah perpaduan antara manusia dan siluman rubah itu menghentikan larinya, matanya menatatap nanar saat rantai-rantai laknat Yahiko menyeret tubuh gadis bersurai semerah darah itu. Gadis yang telah mengasuhnya seperti kakak sendiri.
Emosi membakarnya..., tubuh kecil bocah setengah kitsune itu kembali menguarkan cahaya kemerahan, bersamaan dengan sembilan ekornya yang mengibar. Kuku runcingnya yang mampu mengoyak isi perut manusia itu memanjang dan siap mencakar siapapun. Berlari kencang, bersiap menerjang pria bersurai jingga yang terus menyeret Saara.
Naas.., sebuah prisai kasat mata menghalanginya menggapai gadis kitsune yang meraung kesakitan itu. Menangis meraung, itulah yang dilakukan Nawaki saat melihat dengan mata kepalanya sendiri Yahiko, Kisame dan Deidara mengoyak kejam pakaian yang di kenakan Saara. Membuat gadis itu tak mengenakan apapun.
Berulang kali menghantamkan tubuhnya kedinding transparan yang di ciptakan oleh para Akatsuki, namun sama sekali tak membuahkan hasil. Tubuh kecilnya berulang kali terpental hingga ia kehabisan tenaga.
Menatap dengan mata karamel yang menyendu tubuh pengasuhnya yang sekaligus Ketua Dewan Tabib Istana itu, di setubuhi dengan keji oleh para Akatsuki.
Jerit pilu Saara menggema di hutan pinus itu. Gadis kitsune itu menghembuskan nafas terakhirnya setelah mengalami penyiksaan dan pelecehan oleh para Samurai elit pelindung klan Uchiha itu.
Meraung-raung sangat pilu, itulah yang dilakukan oleh Nawaki, saat melihat tubuh tak bernyawa induk semangnya yang telah di telanjangi itu di gantung diatas pohon, dibiarkan menjadi makanan hewan buas.
Tenaganya sudah habis bahkan untuk sekedar berdiri dari posisi tersungkurnya. Sudah banyak energi yang ia habiskan untuk menyelamatkan Hinata dari Toneri beberapa saat yang lalu. Ia adalah manusia setengah kitsune yang amat kecil, menghabiskan banyak energi untuk melawan Toneri membuatnya terkulai lemas. Apa lagi setelah beberapa kali terpental saat berusaha melindungi Saara.
Seperti karung beras. Dengan sangat mudah Deidara mengangkut tubuh Nawaki dan menasukkannya kedalam kereta kerangkeng bersama dengan Hinata.
"Kalian bertiga sudah senang?" Tanya Konan pada tiga pria Akatsuki berdiri dihadapannya. Sejak tadi sambil menunggu kegiatan menikmati siluman rubah betina ketiga temannya. Dia menunggu di kuda sambil menjaga Hinata yang terkurung dalam kerangkeng.
"Dia sangat nikmat, sayang Kakuzu sudah mati karena bocah tengik itu, dia jadi tak bisa ikut bersenang-senang dengan kami." Kisame menyeringai puas.
Diikuti oleh Yahiko dan Deidara. "Tapi Yahiko sangat beruntung dia yang berhasil mengoyak perawan rubah itu. Kami hanya mendapat sisa." Tambah Deidara dengan wajah kecewa yang di buat-buat.
....
Menyeringai penuh kemenangan. Sasuke seolah puas melihat Mito dalam wujud aslinya. Sekalipun tak ada ketakutan yang ia rasakan ketika harus berhadapan dengan siluman rubah betina berusia seribu tahun itu.
"Kalian lihat Kogo-sama yang kalian sanjung-sanjung, lihat tubuhnya tak lebih dari seekor rubah menakutkan. Ini permaisuri yang selalu kalian bangga-banggakan itu!" Toneri berteriak kencang. Seolah menunjukkan betapa hinanya kaum kitsune dimata mereka.
Ekor Mito yang berkibar-kibar, kuku dan taringnya yang tampak tak membuat Hashirama sang Kaisar sedikitpun takut pada wujud istrinya. Ia hanya tersenyum tipis saat akhirnya kembali melihat sang istri dalam wujud aslinya.
Tak tinggal diam melihat sang bibi yang berjuang sendirian. Tubuh kekar Naruto yang dilapisi pakaian besi itu perlahan menguarkan cahaya keemasan. Sembilan ekor berkibar dari balik tubuhnya, lengkap dengan cakar dan taringnya meruncing.
"Wah... wah... keponakan dan bibi yang benar-benar kompak, kami sampai tidak tega harus memisahkan mereka, betul bukan Shogun-sama?" Pertanyaan bernada provokatif itu di lontarkan oleh lidah tajam Toneri.
Sasuke tersenyum tipis menanggapi ucapan Toneri. Setelah sempat menghentikan kinerja rantai-rantai laknat itu, tangannya kembali kearah ke tanah. Memanggil kembali pusaka perburuan warisan sang paman.
Berkali-kali Sasuke melayangkan rantai emas raksasanya ketubuh Mito, namun dengan sangat mudah di tangkis oleh ekor Naruto. Begitupun ketika akan menjerat Naruto, dengan sigap ekor-ekor Mito akan menangkisnya.
Cukup kewalahan dengan pertarungan kali ini. Ia merasa pertarungan ini benar-benar tidak imbang. Terlebih lagi panah-panah yang dilayangkan oleh para pasukannya sama sekali tidak mempan pada tubuh dua rubah ini. Ingin menggunakan Hashirama dan para Kesatria Samurai yang tersisa sebagai sandera. Rasanya tidak memungkinkan. Ekor-ekor Naruto dan Mito akan dengan sigap membuat tubuh mereka terpental.
Naruto dan Mito tahu, menggunakan kekuatan mereka dalam wilayah segel kitsune sama saja dengan mengantarkan nyawa. Tenaga mereka memang berkali lipat akan bertambah, tapi itu semua membuat kinerja tubuh mereka terkuras lebih cepat.
Satu kali mereka lengah dengan rantai itu maka tak ada kesempatan kedua bagi mereka. Ini adalah kesempatan terakhir mereka untuk melindungi diri dan orang-orang yang mereka sayangi.
Rasa lelah dan payah mulai menghinggapi Sasuke. Sangat sulit baginya untuk menjerat dua siluman itu secara bersamaan. Keberadaan Toneri dan Neji sama sekali tidak membantunya.
'Sial! dimana para Akatsuki itu.' Umpat Sasuke dalam hati seraya mengedarkan padangannya mencari keberadaan Yahiko dan para anggota Akatsuki lainnya.
Satu ekor Naruto berhasil menyentak tubuh Sasuke hingga limbung dan menghentikan kegiatannya dengan rantai-rantai tersebut. Menyusul Mito yang menggunakan ekornya untuk melilit tubuh Sasuke dan mendekat kearahnya. Tatapan mata rubah Mito melembut saat menatap Onix Sasuke yang menatapnya nyalang.
"Jangan takut...." Suara Mito terdengar berbeda dari suaranya yang biasa. "Aku akan menunjukkanmu kejadian sebenarnya." Tangan Mito yang menguarkan cahaya kemerahan mulai menyentuh pucuk kepala Sasuke. Cukup lama hingga Mito selesai membagikan ingatan masa lalunya pada Sasuke. Kesadaran Sasuke mulai menghilang. Namun....
"Agggghhhhhhhh...." Mito tercekat hingga ia melepaskan lilitan ekornya pada Sasuke. Sasuke yang hampir tertidur akibat kekuatan Mito, tersentak dan kembali bangkit.
Onixnya menangkap ada rantai emas lain yang mencekik leher Mito. Ia berbalik, Yahiko telah berdiri di depan gerbang. Disampingnya ada kereta kerangkeng yang tengah membawa seorang wanita hamil yang dirantai sambil menahan rasa sakit dan seorang anak berusia sepuluh tahun yang meraung menyerukan nama sang ibu.
"Hentikan perlawanan kalian jika tak ingin melihat mereka mati." Ancam Toneri seraya menunjuk kereta kerangkeng itu dengan katananya. Bersamaan dengan itu puluhan pasukan pemanahan yang berada dibawah pimpinan Sasuke, mengarahkan anak panah mereka ke kereta itu.
"BUNUH AKU JIKA KAU MAU TEME!!!! " Naruto berteriak murka dengan suara rubahnya, "tapi jangan sakiti mereka..." Suaranya lalu memelan. Naruto merubah dirinya ke wujud manusia. Ia akan benar-benar meyerahkan nyawanya kali ini.
Demi keluarga Kaisar yang telah membesarkannya, demi para sahabat yang telah setia padanya. Dan demi Hinata....
'Hinata, satu-satunya orang yang melebihkan kelebihanku ketika mereka merendahkanku'
つづく
Tsudzuku
Ganti judul lagi..., maaf ya... Karena Chap depan yang lebih cocok berjudul 'Cinta Abadi Siluman Rubah dan Kaisar.'
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top