080. Jenderal Baru -2-
Disclaimer : Naruto belongs only to Masashi Kishimoto
Alternate Universe Love Story Of Naruto and Hinata
Setting : Heian/Kamakura Periode
...
Song Fic :
Three Inches From Heaven
By : Nicky Wuu
Ost. Scarlet Heart
Bubu Jing Xin
"Shogun-sama!!!!" Para Samurai itu berteriak tidak terima, kala melihat dengan mata kepala, Jenderal mereka berlutut dihadapan pimpinan pemberontak. Uzumaki Naruto, Shogun yang melepaskan Tirani pemerintahan Uchiha dari kemiliteran Kamakura Bafuku. Jenderal bengis namun adil. Jenderal pertama yang berasal dari klan selain Uchiha.
Hari ini Uzumaki Naruto berlutut menjatuhkan harga dirinya di hadapan Uchiha Sasuke. Keturunan dari Klan zalim yang beratus tahun menguasai Kamakura Bafuku. Tidak rela, itu lah yang ada di benak para Samurai setia yang selama ini berada dibawah kepemimpinan Uzumaki Naruto.
Naruto masih berlutut dihadapan Sasuke. Ia mulai menanggalkan pakaian zirah yang dikenakannya. Hingga menyisakan montsuki dan hakama hitam yang melapisi pakaian besi itu.
Raut kekecewaan tampak jelas diwajah para Samurai setia yang berdiri di belakang Naruto. Mereka sama sekali tidak bersedia berlutut dihadapan Uchiha Sasuke. Bagi mereka Narutolah Jenderal yang memimpin kemiliteran Heian.
Safir biru Naruto menatap sayu lempengan kaligrafi emas bertuliskan Shogun yang tergantung di obi hitamnya. Kebanggaannya sebagai seorang Samurai, kebanggaannya sebagai Jenderal Samurai yang pernah memimpin ribuan pasukan militer Heian. Hari ini akan dilepaskannya.
Ia bergantian menatap sendu sosok rapuh yang berada dalam cengkraman pemberontak. Uzumaki Hinata, wanita yang tengah mengandung benihnya, istri tercintanya yang kini dipertaruhkan. Tanpa ragu sedikitpun Naruto mencabut lempengan emas itu dari obinya, melemparkan tepat di kaki Uchiha Sasuke.
Sasuke sedikit berjongkok, memungut lempengan emas tanda pengenal Jenderal yang di lempar Naruto padanya. Ia tersenyum penuh kemenangan saat lempengan emas itu berada di tangannya. Kamakura Bakufu, militer Heian yang sebelumnya ini dikuasai oleh klannya kini kembali padanya.
Tak hanya lempengan emas yang tergantung di obinya yang Naruto lepaskan. Cincin giok hitam yang melingkar di jari telunjuk kanannya kini ia lepaskan. Cincin tanda pengenal kebangsawanan Naruto saat dilantik menjadi Jenderal Samurai. Semua ini demi Hinata, ia rela tak memiliki harga diri lagi asalkan wanita itu tetap berada disisinya.
...
Langit seolah runtuh, suara petir menyambar diiringi hujan rintik di tanah Kyoto. Bahkan alam pun tak rela sang Jenderal menyerahkan takhtanya. Uzumaki Naruto tak punya pilihan lain. Hinata adalah harta paling berharga yang ia miliki. Ketika semua orang meneriakinya anak pengkhianat, Hinata datang padanya menawarkan air minum, membasahi tenggorokannya yang perih bak menelan duri kala menanti sang ayah di eksekusi mati.
Satu-satunya orang yang mau menerima keberadaanya setelah keluarga rubahnya di gunung Fuji. Naruto tak sekeji itu membiarkan istri yang selalu berada disampingnya meregang nyawa dengan membawa buah hati mereka di dalam rahimnya.
Rintik demi rintik gerimis membasahi kepala pirang Naruto. Seolah ikut menangis akan takdir yang di alami oleh pria keturunan siluman rubah ini.
Safir biru Naruto tak lepas dari tubuh mungil yang terbalut nagajuban putih kumal itu. Hari ini ia kembali melihat wanita yang ia sayangi di sakiti karena darah siluman rubah yang mengalir deras dalam tubuhnya. Salahkah jika ia terlahir dari rahim seorang kitsune?
"Tidakkah kalian ingin memberi penghormatan pada Jenderal baru kalian?" Suara congkak sang Jenderal baru memecah keheningan yang tadinya hanya diisi oleh suara rintik air hujan yang beradu dengan atap tanah liat istana Kamakura Bafuku.
"Kaisar belum melantikmu secara resmi, kami para Samurai tak bisa memberikan penghormatan padamu." Shikamaru saiteki cerdas yang selama ini berada disamping Naruto memimpin militer Heian, dengan tegas menolak Sasuke sebagai Jenderal baru. Tidak, sampai kapanpun dia tak akan pernah berlutut dihadapan pemberontak itu.
"Kau lupa tentang sejarah Heian, Shikamaru? Keshogunan yang dipegang Uchiha, berdiri sendiri, dan tidak terikat dengan Kekaisaran." Sasuke benar, selama beratus tahun Uchiha menguasai keshogunan mereka tak pernah terikat dengan keputusan Kaisar. Mereka menjadikan Kamakura Bakufu sebagai pemerintahan kedua di negeri Heian, dan memperalat Kaisar sebagai boneka di pemerintahan.
"Jadi masih menganggap Dobe ini sebagai Jenderal?" Dengan congkaknya Sasuke meletakan kakinya diatas bahu tegap Naruto. Seolah menganggap Naruto adalah anjing yang berada dibawah perintahnya.
Gigi putih Naruto saling beradu, tangannya mengepal kuat hingga kuku-kukunya memutih. Naruto menahan amarahnya ketika harga dirinya kini berada dibawah pijakan Uchiha Sasuke.
Kakashi memejamkan matanya melihat pemandangan yang tak layak ia lihat. Ia tak pernah mengajarkan murid-muridnya untuk menginjak harga diri manusia. Tapi hari ini, ia dia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri, bagaimana Sasuke memperlakukan Naruto layaknya hewan peliharaan.
"Kenapa kau menutup matamu Sensei?" Tanya Sasuke seolah tanpa dosa. "Aku kejam?, ya...ya.., aku kejam, TAPI APA KAU MELIHAT BAGAIMANA KELUARGA KU DIBANTAI OLEH KEPARAT INI!!!??" Sasuke tiba-tiba berteriak. Kakinya yang semula berada berada dibahu, kini lancang berada di kepala Naruto, hingga membuat pria itu bersujud di kakinya yang lain.
Jemari sewarna madu miliknya membentuk kepalan erat. Darah mengalir dari sela jari-jarinya. Harga dirinya terkoyak. Kebanggaannya sebagai seorang samurai di injak-injak. Ia tersenyum kecut.
Tak apa jika ia kehilangan harga dirinya.
Tak apa kehormatannya sebagai pimpinan pasukan Heian di injak-injak.
Asal Hinata bisa tetap hidup.
Asal Hinata bisa mendampinginya hingga mereka menutup mata.
Asal ia, Hinata dan buah hati mereka dapat hidup bersama.
Tak apa hidup tanpa takhta, tak apa tak punya kekuasaan, asal ada Hinata.
Ia tak butuh apapun lagi. Dendam itu telah terbalas. Dan itu dengan mengorbankan air mata Hinata.
Darah Hinata tak akan mengalir karena keegoisannya.
...
"Inikah Jenderal yang memimpin tiga ribu pasukan samurai Heian, orang yang kalian sebut titisan matahari? Kepalanya berada dibawah kakiku!" Sasuke tertawa terbahak-bahak. Dendam kehancuran klannya kini telah terbalaskan. Orang yang telah menjadikannya pembunuh kakaknya telah berada di bawah kakinya.
Mutiara lavender itu lagi-lagi melelehkan air mata. Dengan pandangan sayu dan keadaannya yang amat lemah, ia melihat dengan mata kepalanya sendiri harga diri sang suami diinjak-injak.
Jika saja, jika Hinata tak bersikeras kembali kekamarnya untuk mengambil abu keluarga Namikaze, semua hal ini tak akan terjadi. Nyawanya dan bayi kecil di dalam kandungannya mungkin tak mungkin berada di ujung tanduk seperti sekarang.
Dan harga diri Uzumaki Naruto tak di injak-injak seperti ini.
"Kau lihat istana itu Hime...?" Telunjuk mungil Naruto kecil menunjuk pada istana Kamakura Bafuku.
Dua bocah berusia sepuluh tahun itu tengah melintasi istana kemiliteran Heian setelah lelah memetik kesemek di pohon sekitar pagar istana itu.
"Kelak aku akan menjadi Jenderal diistana itu dan memimpin ribuan pasukan samurai Heian."
Iris bulat bak mutiara ke unguan itu berbinar. Surai indigonya melambai kebawah mengikuti gerak kepalanya yang mengangguk antusias, menanggapi impian sahabatnya.
"Aku yakin kelak Naruto-kun bisa menjadi Shogun yang hebat, Naruto-kun harus semangat ya.."
Hinata tahu betapa Naruto sangat menginginkan posisi itu. Walau terselip dendam dalam usahanya memperolesh posisi tertinggi di kemiliteran Heian. Tapi itu adalah impian Naruto sejak kecil.
Ia tahu itu, tak seharusnya ia meminta suaminya untuk menyerahkan takhta. Permintaannya tempo hari bagaikan kutukan yang kini menjadi kenyataan.
Uchiha Sasuke terlampau di liputi dendam, sama seperti Neji yang tak bisa melihat dan mendengar kebenaran. Sasuke tak pantas menjadi Jenderal hatinya bahkan menolak untuk mengetahui kebenaran.
Hinata menyesal pernah meminta sang suami melepaskan takhtanya. Kini malah dirinya yang menjadi penyebab sang suami turun dari takhtanya.
...
Sasuke tersenyum miring, kakinya masih berada diatas kepala Naruto yang juga masih besujud paksa dihadapannya. Onix hitam memandang barisan samurai yang masih setia pada Naruto.
Tak ada satupun dari mereka yang bersedia mengakui kedaulatannya. Begitu pula sang guru yang hanya diam tak berkutik. "Sensei?"
Kakashi mendongak. Hanya ia yang memungkinkan mendapat dua panggilan guru. Mengingat dua orang Samurai terkuat yang berada dihadapannya ini adalah anak didiknya.
"Aku muridmu juga bukan?" Sasuke memiringkan kepalanya dan tersenyum sarat makna. "Tidakkah kau ingin mengakui kekuasaanku?"
Kakashi diam seribu bahasa. Tangannya mengepalkan tinju. Sasuke memang muridnya. Tapi ia adalah seorang Samurai. Berpihak pada pemberontak berarti ia telah mengingkari sumpahnya.
"Khe, kau lupa Sensei, istrimu yang mandul itu ada dalam istana ini."
Kakashi tersentak mendengar ucapan Sasuke. Bukan hanya karena kelancangan Sasuke yang menyebut istrinya mandul. Tapi juga karena ia baru mengingat bahwa sang istri berada dalam tawanan pemberontak.
Onix Sasuke melirik sekilas ke arah Neji. Neji yang mengerti isyarat Sasuke, mengangguk dengan disertai senyuman yang tak dapat diartikan.
Sulung Hyuuga itu berbisik pada Yahiko yang berdiri disampingnya. Kembali senyuman penuh makna terpatri di wajah licik Yahiko. Pimpinan Akatsuki itu masuk kedalam istana Kamakura Bafuku.
Dan sesaat kemudian sebuah pemandangan keji menjadi tontonan bagi orang-orang yang berada disana. Yahiko keluar kembali dari istana keshogunan itu, bersama Deidara.
Pria pirang berkuncir itu keluar dengan membawa jenazah Ayame bak karung beras. Lalu tanpa perikemanusiaan Deidara menjatuhkan jenazah Ayame kearah tangga, hingga tubuh tak bernyawa kepala dayang istana keshogunan itu di gelindingkan di tangga.
Kepala Naruto yang tertoleh kesamping menyaksikan dengan jelas Dayang setianya yang telah tak bernyawa di perlakukan bak binatang. Naruto memejamkan matanya. Sungguh, ia memang bak iblis ketika membantai Uchiha dan Hyuuga, tapi sekalipun ia tak pernah membantai seorang wanita, bahkan istri Uchiha Sasuke sekalipun.
Sasuke tersenyum tipis, tak ada miris sedikitpun di benaknya, saat anggota Akatsuki itu memperlakukan jenazah Ayame bak bangkai binatang.
"Keparat kau Teme!!" Umpat Naruto tercekat. Kepalanya yang terinjak membuatnya tak leluasa untuk membuka mulut. Ingin berontak? Nyawa istri, buah hatinya, Shizune, beserta para dayang di dalam istananya yang menjadi taruhan.
Sasuke mengeratkan injakkan kakinya pada kepala Naruto. Ia tak terlalu menanggapi ucapan orang yang dulu pernah ia anggap sebagai saudara. Baginya sekarang Naruto adalah anjing yang sudah berada dalam kendalinya.
Onix hitamnya lalu kembali ke arah Deidara. Kembali pria pirang berkuncir itu masuk kedalam istana Kamakura dan tak lama keluar bersama seorang wanita yang tengah meronta dalam ikatan. Hatake Shizune, istri dari guru samurai terkuat di negeri Heian.
"Kau ingin istrimu mengalami hal seperti itu sensei?" Tanya Sasuke sambil memiringkan kepalanya kearah Kakashi.
"Lepaskan mereka Teme, kau boleh memintaku melakukan apapun."
Naruto sudah tak perduli lagi pada nyawanya sendiri. Baginya nyawa orang-orang tak berdosa yang tertawan dalam istananya jauh lebih penting. Inilah penebusan dosa-dosanya yang telah membantai klan Hyuuga dan Uchiha tanpa pandang bulu.
"Lepaskan mereka." Perintah Sasuke pada komplotannya.
"Tapi Shogun-sama." Toneri protes saat Sasuke dengan mudahnya menuruti permintaan Naruto.
Sasuke tersenyum miring. Ia tak sebodoh itu. "Kau telah membiarkan ibu dan kakak iparku hidup, maka aku akan melepaskan Shizune dan sebagian dayangmu. Tapi kau pernah menyekap istriku, maka rasanya sungguh tidak adil jika istrimu ku lepaskan begitu saja."
"TEME KAU!!!" Naruto hendak berontak. Sasuke telah mengingkari janjinya.
"Aaaakkkkhhhhhhhhhhhhh..."
Baru saja Naruto memungut katana yang tergeletak disisinya. Komplotan itu bergerak cepat. Jerit pilu Hinata kembali menggema. Konan, dengan senyum tanpa dosanya, dan tangannya yang mencengkram perut besar Hinata membuat wanita hamil itu terpekik kesakitan.
Katana itu kembali terlepas dari tangannya. Ia kembali pasrah sambil berlutut. Dan bersamaan dengan itu, hanya deru nafas pendek Hinata yang memenuhi gendang telinganya. Konan berhenti menyakiti istri dan bayinya.
"Aku mengatakan membiarkan istrimu hidup. Bukan berarti melepaskannya..." Jawab Sasuke pelan namun menusuk. Sasuke bahkan dengan sengaja berjongkok dan menghadapkan wajahnya tepat di depan Naruto.
Wajah yang di penuhi guratan kemenangan itu membuat Naruto ingin meludahinya.
"Cuih."
Sasuke tersenyum kecut, dengan montsuki hitam di bagian lengannya ia membersihkan ludah Naruto yang mengotori pipi putihnya. "Khe, aku anggap ini ucapan selamat darimu Dobe."
"Mau kau apakan istriku?" Kilatan kebencian dan penuh amarah memenuhi safir biru Naruto. Jakunnya naik turun, pertanda ia sedang menahan sesuatu. Luapan emosinya.
"Sudah ku katakan, rubah jantan akan mengikuti betinanya sampai mati." Sasuke menyeringai dihadapan Naruto. Pertanda bahwa ialah yang berkuasa, dan Naruto tak punya pilihan lain.
"Kau pikir aku sebodoh itu Dobe, membiarkan kau membawa apa yang kau inginkan, hm? Kau boleh pergi dari sini, bersama pasukanmu, dan membawa dayang serta Shizune, tapi untuk Himemu?" Sasuke menggeleng pelan sambil tersenyum.
Naruto mengepalkan tangannya erat, siap menghajar Sasuke. Begitu pula para pasukan yang datang bersama Naruto.
"Mau melawan hmmmm, lakukan lah maka semua orang yang akan ku bebaskan di tambah istri hamilmu akan meregang nyawa disini, bukankah kau sudah menjadikan istana ini kubangan darah, mau mengulanginya, Dobe?"
Naruto mengangkat tangannya ke udara, mengisyaratkan pada Shikamaru, Kakashi dan rombongannya untuk tidak melawan.
Sasuke kembali menyeringai penuh kemenangan. "Aku cukup baik hati Dobe, aku memiliki pilihan untukmu. Kau boleh pergi dari sini tanpa istrimu dan kembali ke Dairi untuk merencanakan pembalasan, atau.... menemani istrimu menjadi tawanan disini?"
"Aku akan disini."
...
Sasuke memang melepaskan Shizune dan sebagian dayang istana Kamakura Bafuku, termasuk Tomoyo. Tapi tidak dengan Hinata. Wanita hamil itu adalah senjata ampuh bagi pihak pemberontak untuk melanjutkan rencana mereka, menguasai istana Dairi. Tak hanya itu, Sasuke, Toneri, dan Neji seolah tak cukup menginjak harga diri Naruto.
Leher pria yang masih dianggap Jenderal oleh para pasukan setianya ini diikat dengan rantai. Naruto di paksa merangkak ke tangga istana Kamakura Bafuku untuk menggapai istrinya.
Para pemberontak itu memperlakukan Naruto bak anjing dihadapan pasukan yang pernah ia pimpin. Kakashi dan Shikamaru bahkan sampai menitikkan air mata melihat bagaimana Naruto diperlakukan. Sementara Asuma dan Yamato memejamkan mata tak tega melihat Naruto di perlakukan bak binatang.
Semenatara Sai, orang yang berniat mempersatukan Naruto dan Sasuke kembali dalam ikatan persaudaraan. Ia seolah tak percaya dengan apa yang dilihat oleh mata kepalanya.
'Apa yang ada di otak Sasuke. Bukan begini caranya jika menginginkan takhta. Lingkaran dendam ini tak akan berakhir. Pasti ada dasar dari semua ini. Naruto tak mungkin membantai Hyuuga dan Uchiha hanya demi kekuasaan. Lingkaran dendam ini sebenarnya dari mana sumbernya.'
Naruto tersenyum tipis, memposisikan tangannya sebagai kaki dan mulai merangkak bak anjing yang ditarik oleh majikannya. Sasuke tertawa terbahak-bahak sambil menarik rantai di leher Naruto. Ia berada di puncak kemenangannya sekarang.
'Apa artinya harga diriku tanpa dirimu. Aku bahkan lebih hina dari ini saat pertama kita berjumpa, kau tak pernah meninggalkanku bahkan ketika aku menjelma bak iblis sekalipun bahkan ketika aku mengusirmu. Lalu mengapa aku harus membiarkanmu sendirian? Jika seseorang tak meninggalkan udara agar ia tetap hidup dan bernafas,lalu mengapa aku harus meninggalkanmu...? Kau adalah nafasku, udara terasa racun ketika aku menghirupnya tanpa kau disisiku.'
'Kenapa Naruto-kun... kenapa aku selalu menjadi kelemahanmu? Alat untuk mereka mengancammu, apa keberadaanku disekitarmu adalah kesialan... Kami-sama inikah hukuman atas dosaku yang telah mengkhianati keluargaku. Jika aku tak berada disisinya..., semua ini tak akan pernah terjadi. Jika aku hanya akan menjadi bebannya kelak. Kumohon ambil saja nyawaku setelah bayiku lahir... aku tak ingin menjadi kelemahannya.'
つづく
Tsudzuku
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top