079. Jenderal Baru -1-

Disclaimer : Naruto belongs only to Masashi Kishimoto
Alternate Universe Love Story Of Naruto and Hinata
Setting : Heian/Kamakura Periode

Bak angin yang berdesir di musim gugur nan menusuk, Naruto memacu kencang kuda hitamnya. Membelah kerumunan manusia yang berkumpul di sekitar benteng. Tak ada yang dapat menghalangi pria ini untuk menuju wanita tercintanya. Baru separuh perjalanan yang ia tempuh menuju istananya yang kini tengah di duduki musuh. Puluhan pasukan berpakaian zirah menghalaunya. Benar saja ratusan bahkan ribuan pasukan pengkhianat itu telah masuk kedalam ibu kota melalui gerbang selatan yang diremehkan.

Kini sang Jenderal dihalangi untuk mencapai istananya sendiri. Naruto tak sendirian, Shikamaru, Sai bahkan Kakashi, Asuma dan Yamato bersama pasukan samurai yang masih setia ada di belakangnya. Membantu sang Jenderal menembus pagar manusia yang menghalangi jalan mereka.

"MINGGIRRR!!!" Naruto berteriak murka. Emosi sudah memenuhi seluruh isi kepalanya. Matanya terbelalak lebar, menampakkan safir birunya yang di penuhi kilatan emosi. Jika saja segel yang dipasang Sasuke pada tubuhnya tidak berfungsi dengan baik. Sudah di pastikan ia akan menampakkan wujud setengah silumannya.

"AKU KATAKAN MINGGIR JIKA KALIAN MASIH INGIN HIDUP!!" Naruto sangat geram melihat pasukan pemberontak itu yang tak bergeming seolah menantangnya. Katananya ia cabut dari sarung di sisi tubuhnya. Menghunuskan tinggi ke udara. Seolah siap menebas siapapun yang menghalangi jalannya.

Sementara Shikamaru, Sai, Asuma, Yamato dan Kakashi berpencar memimpin pasukan menyerang para pasukan pemberontak. Naruto memacu kudanya membelah lautan manusia yang menghalangi jalannya, sambil mengayunkan katana api miliknya kebawah. Menebas lautan manusia dengan mudahnya bagai menebas rumput. Kadang katananya terayun keatas ketika sekelopok pasukan pemberontak berkuda menyerangnya. Dan tanpa ampun ia menebas leher siapapun yang menghalanginya mencapai gerbang istana Kamakura Bakufu.

...

Jika aku adalah cahaya mentari terik

Maka kau adalah rembulan yang menyejukkan

Jika aku adalah kobaran api dendam yang membara

Maka kau adalah tetesan embun yang mendamaikan

Jika aku adalah rubah buas yang mematikan

Maka kau adalah kuncup bunga yang membawa harapan

Jika aku adalah pedang pengobar peperangan

Maka kau adalah sutra dengan penuh kelembutan

Jika aku adalah bayangan hitam menakutkan

Maka kau adalah tempat terang yang menenangkan

Hime kau adalah tumpuan kenyamananku

Tempatku untuk kembali pulang

Relung hatiku yang beku dan gelap hanya kau yang dapat mengisinya

Kau mengukir senyum di wajah bengisku

Ku mohon jangan hapus senyum yang telah kau ukir di wajahku

Dengan air mata penyesalan

Penyesalanku karena mengabaikanmu

Penyesalan karena kebodohanku yang tak mempedulikanmu

Kau pernah berjanji tak akan meninggalkanku sekalipun aku mengusirmu

Kau tak akan ku biarkan meninggalkanku

Sekalipun maut yang datang,
tak akan kubiarkan dia membawamu

Kau milikku Hime,
Aku melindungimu dengan taruhan nyawaku

Tak akan ku biarkan kau meninggalkan ku

...

Kuda hitam yang ditunggangi Naruto berhenti tepat di depan gerbang istana Kamakura Bakufu. Beberapa tahun yang lalu ia mendobrak gerbang itu dan mengambil alih kekuasaan atas Kamakura Bafuku. Seperti siklus karma. Hari ini ia kembali harus masuk ke istana yang pernah ia taklukkan. Bukan untuk merebut takhta di istana itu. Uzumaki Naruto datang ke istana Kamakura Bafuku bukan sebagai seorang Jenderal.

Ia datang sebagai seorang pria yang akan membawa wanita tercintanya dari sekapan laknat para pemberontak yang membuat sarang dalam istana itu. Ia datang sebagai seorang suami yang akan menjemput sang istri yang kini tengah di tawan di dalam rumahnya sendiri. Ia datang sebagai calon ayah yang melindungi kehidupan janin kecil yang kini tengah bersemayam dalam rahim wanita yang terkurung dalam istana sengketa tersebut.

Prok prok prok

Suara tepukan penuh kegembiraan itu terdengar bersamaan dengan terbukanya gerbang istana Kamakura Bakufu. Uchiha Sasuke berjalan dengan congkaknya keluar dari gerbang diiringi oleh Toneri dan Yahiko di sampingnya.

"Kita bertemu lagi, Dobe." Sasuke memiringkan kepalanya dengan tampang polos yang dibuat-buat lengkap dengan senyuman penuh mengejek.

Di sampingnya, Toneri dan Yahiko tak kalah bahagianya dengan senyuman mereka.

"Kau lihat..." Sasuke merentangkan tangannya, menunjukkan bahwa sekarang, di istana ini dialah yang berkuasa. "Aku tak pernah main-main dengan ucapanku!" Toneri dan Yahiko tertawa terbahak-bahak penuh kemenangan.

"Dimana Hidenka-sama!" Kali ini Shikamaru angkat bicara, tak terima sang Jenderal terus di rendahkan.

Sementara Kakashi sang guru, ia cukup terkejut melihat perubahan drastis sang murid. "Sasuke, sebagai Samurai kau dilarang menjadikan seorang wanita sebagai tahanan perang. Terlebih lagi wanita itu sedang hamil."

"Sasuke, kita pernah mengikat janji sebagai saudara. Semua bisa di bicarakan baik-baik. Jangan libatkan Hidenka-sama dalam perselisihan kalian." Tak mau melihat pertumpahan darah antara saudara seperguruannya, Sai pun ikut angkat bicara.

Bagai angin lalu, ucapan Kakashi dan Sai yang mengungkit tentang hubungan mereka hanya di balas senyum tipis oleh Sasuke. "Khe.., kemana saja kalian selama ini. Ketika keluargaku dibantai, dan aku di paksa membunuh kakakku sendiri? Ketika aku menjadi tahanan penjara bawah tanah. Ketika istriku di paksa menjadi geishanya. Ketika ibuku meregang nyawa di gubuk kecil nan dingin, kalian dimana HAH!"

Sasuke menggeram murka. Wajahnya memerah menahan amarah. "Hanya karena Naruto adalah keponakan permaisuri kalian membelanya hah!, kalian pikir aku akan diam saja saat Uzumaki keparat ini membantai keluargaku."

"Urusanmu denganku." Kali ini setelah merasa cukup diam. Akhirnya Naruto angkat bicara. Kepalanya yang sedari tadi menunduk kini mendongak dan menampakkan safir birunya yang di penuhi kilatan amarah. "Lepaskan istriku. Kau tak ada urusan dengannya." Naruto turun dari kudanya.

Para rombongan yang berada di belakang Naruto bersiaga turun dari kuda untuk melakukan perlawanan. Tapi Naruto mengangkat telapak tangannya, mengisyaratkan bahwa ia bisa menanganinya sendiri.

Senyum tipis sarat akan makna terukir dari bibir merah kecoklatan milik sang Jenderal yang sebentar lagi akan di lengserkan dari takhtanya. Dulu dia menjadikan Sakura tawanan dalam istana ini untuk membawa Sasuke mengantarkan nyawanya. Rencananya kini berbalik pada dirinya sendiri.

Tak ada pilihan baginya selain mengikuti permainan Sasuke. Ia tak mau terjebak dalam dendamnya. Ia tak akan mengulangi langkah sang ayah yang menentang Uchiha dan Hyuuga, hingga mereka membantai keluarganya.

Tidak, Naruto tak ingin melihat kematian wanita yang paling ia sayangi dengan mata kepalanya untuk yang ketiga kalinya. Hinata tak akan mengalami nasib yang sama dengan ibu dan neneknya, ia bersumpah untuk itu.

"Kau sepertinya sudah sangat rindu pada istri hamilmu itu ya? tapi sayang sekali ia sedang sibuk bertemu dengan seseorang. Dan tak perlu khawatir seseorang itu juga ingin menemuimu. Jadi sambil menunggu orang itu dan istrimu menyelesaikan urusannya. Bagaimana jika kita bermain sebentar?"

Srakkkk

Sasuke menarik katana salju dari sarungnya. Ia kembali menantang Naruto berduel. Naruto tersenyum tipis. "Dengan senang hati Teme." Biru safir Naruto mnyusuri pemandangan di sekelilingnya. Mencoba mencari celah untuknya menyusup kedalam istana itu.

Trangggggg

Melihat Naruto yang lengah Sasuke mengambil kesempatan untuk menyerang Naruto. Tapi Sasuke salah. Naruto dengan lincah menangkis serangan Sasuke.

Kakashi memejamkan matanya. Kini ia benar-benar menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri dua katana yang ia tempa saling beradu, dua murid yang ia didik saling menyerang dan mencoba untuk membunuh satu sama lain. Bukan hanya itu. Kakashi bahkan harus menghadapi kenyataan bahwa sang istri juga ikut terperangkap dalam istana itu. Ia bahkan tak tahu bagaimana nasib sang istri di tangan para pemberontak itu.

'Dua samurai terkuat yang aku didik dengan kedua tanganku sendiri, hari ini berusaha membunuh satu sama lain. Saling memperbutkan takhta bahkan menjadikan wanita hamil sebagai sanderanya.'

...

Byurrrr

Air dingin itu terasa begitu menusuk ketika di siram begitu saja pada tubuh rapuhnya. Hinata terlonjak, seketika ia sadar dari pingsannya saat air yang dinginnya bagaikan es itu mengguyur tubuhnya hingga basah kuyup.

Ia menggigil kedinginan. Mencoba memeluk tubuhnya sendiri, namun gagal. Kedua tangannya disatukan dan diikat kebelakang tubuhnya bersandar lemah di dinding kayu keras gudang penyimpanan senjata.

"Sudah sadar hmmmm...?" Sebuah sentuhan menakutkan terasa pada dagu lancipnya. Hinata mendongak paksa saat tangan kasar Neji mencengkram dagunya.

"Mhhhhhh..." Hinata melenguh lemah. Ia tak dapat berbicara banyak. Mulutnya diikat dengan tali kekang yang kuat, ia terpaksa mengigit tali tersebut hingga air liurnya sedikit menetes.

"Kau ini berbicara apa imouto... aku tak mengerti..., fufufufu.." Neji tertawa mengejek. Ia elus lembut surai lepek Hinata yang basah karena disiram air dingin olehnya dan elusan itu berakhir dengan jambakkan yang menyakitkan.

"Mhhhhhh..." Hinata meronta minta di bebaskan. Tapi Neji tak sedikitpun peduli. Ia malah menjambak lebih keras agar Hinata berdiri. Dan berjalan sambil menyeretnya.

"Kau ingin bertemu dengan suamimu kan? Dia sedang menunggumu di gerbang."

'Naruto-kun ada disini, hontou ni arigatou Kami-sama, kau telah menyelamatkan nyawa suamiku."

....

Naruto dan Sasuke terengah menyelesaikan pertarungan mereka dengan hasil seri. Katana keduanya tertancap di tanah, sementara mereka mengatur nafas. Hingga telinga Naruto dikejutkan dengan suara seseorang yang amat ia kenal.

"Sudah selesai bermain-mainnya, adik ipar?"

Naruto mendongakkan kepalanya mendengar seseorang yang memanggilnya adik ipar. Safir birunya terbelalak saat memandang pria yang kini berdiri di teras istana yang letaknya cukup tinggi dari permukaan tanah.

Neji, orang yang telah ia bakar hidup-hidup bersama dengan istana Hyuuga berdiri dengan congkak di atas istananya dalam keadaan segar bugar. "Kau terkejut aku masih hidup adik ipar? Tidak kah kau ingin memberi salam penghormatan pada kakak ipar mu ini?, oh atau kau ingin bertemu dengan adikku yang manis, istri tercintamu, Konan, bawa dia kemari!"

Naruto terlonjak hebat. Saat seorang wanita berambut ungu yang di ketahui adalah satu-satunya wanita dalam Akatsuki itu menyeret wanita hamil besar yang mengenakan nagajuban putih yang sudah dekil. Tubuhnya basah kuyup dan mengigil kedinginan.

Air mata lolos tanpa sadar dari safir birunya. Tangannya mengepalkan tinju hingga buku-buku jarinya memutih. Tanpa melihat wajah yang kini tertunduk dan di tutupi helaian indigo lepek itu. Naruto tahu siapa wanita teraniaya yang diseret konan itu. Safir birunya kian memanas saat tanpa belas kasihan Konan menjambak surai indigo itu hingga sang pemilik mendongak.

Tak tahan melihat kondisi sang istri yang memprihatinkan. Naruto bangkit dan mencabut katananya yang tertancap di tanah. Ia tak sanggup melihat wajah mulus sang istri yang babak belur di penuhi lebam. 'Hime aku bersumpah siapapun yang melakukan hal keji ini padamu, aku akan membuatnya mati dalam penyesalan.'

"KEPARAT KALIAN!!!!!!!!" Naruto berlari membabi buta mencapai tempat sang istri yang kini tengah menderita. Sasuke, Yahiko dan Toneri yang mencoba menghadangnya, ia dorong seketika hingga tersungkur. Para rombongan yang datang bersama Naruto pun tak tinggal diam mereka turun dari kuda, dan menebas siapapun yang berusaha menghalangi jalan Naruto.

Menebas, menusuk, tanpa ampun siapapun yang mencoba menghalanginya. Darah para manusia yang telah ia bunuh bahkan terciprat mengotori wajah tannya. Tapi Naruto tak perduli, ia tak perduli seberapa banyak nyawa yang telah ia habisi. Ia tak peduli bahwa dirinya sekarang sudah menyerupai binatang buas yang di lepas dari kandangnya.

Yang Naruto tahu saat ini ia harus menaiki tangga istana itu dan merebut sang istri yang tengah menderita bersama buah hatinya.

Tak membiarkan pasukannya terus berkurang karena amukan Naruto, Sasuke mengangkat tangannya memberi aba-aba pada pasukannya untuk tidak menghalangi Naruto menaiki anak tangga. Naruto yang terengah menghapus sisa cipratan darah manusia yang ia bunuh yang mengotori wajahnya. Segera ia berlari mendekati anak tangga tapi...

"AGGHHH.." Naruto menjerit kepanasan ketika menaiki anak tangga pertama. Sasuke memang menghentikan pasukannya untuk menghalangi Naruto. Tapi ia tak sebaik itu untuk memudahkan langkah Naruto mencapai istrinya. Sasuke memasang kembali segel yang sempat ia lepaskan saat Naruto dan rombongannya tiba di istana Kamakura Bafuku.

"KEPARAT KAU!!!, LEPASKAN ISTRIKU!!!" Naruto berusaha menembus segel itu tapi tubuhnya kembali terpental.

Shikamaru, Sai, Asuma, Kakashi dan Yamato yang menyaksikan kejadian itu mencoba membantu. Tapi malah leher mereka di tuding oleh katana pasukan pemberontak. Begitu pula pasukan yang dibawa Naruto, jumlah mereka kalah jauh dengan pasukan pemberontak.

"Jika kami tidak mau, kau mau apa Naruto?" Toneri berjalan seraya mengejek ke arah Naruto.

"Khe.." Naruto tersenyum mengejek menanggapi pertanyaan Toneri. "Kau lihat bagaimana aku menghabisi pasukan kalian seorang diri?, ingin ku ulangi sampai mereka habis tak bersisa?"

"Sebelum kau melakukan itu ada baiknya kau lihat ini." Kini Yahiko angkat bicara sambil melempar pandangan kearah Konan.

Konan yang tengah memegangi tubuh Hinata yang tak sadarkan diri, mengangguk mengerti. Ia gigit telunjuk kanannya hingga mengeluarkan darah. Semua orang di tempat itu bingung dengan apa yang dilakukan Konan. Begitu pula Naruto. Hingga ia teringat tentang sesuatu yang pernah diajarkan sang bibi. Cara menyegel kitsune.

"HENTIKAN!!!!" Naruto berteriak murka. Ia tahu apa yang akan dilakukan Konan. Terlebih lagi gerakan tangan Konan yang lain yang sedang membuka obi nagajuban Hinata.

Konan tersenyum licik. Ia tetap membuka obi yang membelit perut Hinata, hingga perut buncit dan bulat Hinata nampak jelas.

"AKKKKHHHHHHHHHHHHHH" Hinata terperkik kencang. Ia sangat kesakitan saat Konan menggambar simbol lingkaran segel dengan darah di telunjuknya tepat di pusar perut buncit Hinata, sambil merapalkan matra.

"HENTIKAN KEPARATTTTTT" Naruto mengumpat murka saat menyaksikan istri dan anaknya tersiksa.

Keempat pimpinan pemberontak itu tertawa terbahak-bahak melihat musuh mereka yang tak berdaya.

"Kau berkata akan menghabisi pasukan kami, Dobe? Sekarang lihat siapa yang posisinya tak menguntungkan, kau ingin istri dan anakmu tetap hidupkan? Serahkan takhtamu pada ku, dan bersujud, akui kedaulatanku."

"Keparat kau Teme!" Naruto melayangkan tinjunya pada Sasuke, tapi sebelum kepalan tangan itu mencapai tangan Sasuke...

"Akkkkhhhhhhhh..." Rintihan pilu sang istri memenuhi gendang telinganya.

Safir birunya memandang sendu sang istri yang mulai menyadari kehadirannya. Mutiara dan safir itu beradu. Naruto menangkap jelas penderitaan sang istri dari pandangan mutiara sayu itu. Pipi tembam sang istri yang biasanya dihiasi rona merah kini berganti dengan lebam biru, sudut bibir ranumnya yang kini di nodai darah mengering, cukup menjadi jawaban bagi Naruto betapa menderitanya sang istri menahan rasa sakit.

'Kau lebih penting dari Takhta ini Hime, aku tetap bisa melindungi Heian tanpa takhta ini, tapi aku tak bisa melindungimu jika masih memegang takhta ini. Aku sudah terlalu sering menorehkan luka dihatimu, takhta ini, tak sebanding dengan air matamu yang menetes karena keegoisanku....'

Lutut Naruto beradu dengan tanah. Dia berlutut dihadapan Uchiha Sasuke, menundukkan pandangannya kebumi dan mengembalikan lagi posisi Jenderal Samurai ke tangan klan Uchiha.

"Kamakura bakufu e no keirei wa, umaku ikeba shōgun-sama. Wa shōgun no tame ni chōju, shōri o idai. IDAI, IDAI, IDAI-SA."
__________________________________
(Salam hormat pada Pimpinan Kamakura Bakufu yang baru. Semoga Shogun-sama diberkahi umur panjang. Kejayaan untuk Shogun-sama, jaya.., jaya..., jaya...)
------------------------------------------------------

つづく
Tsudzuku

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top