070. Menghitung Hari Menuju Perang -2-
Disclaimer : Naruto belongs only to Masashi Kishimoto
Alternate Universe Love Story Of Naruto and Hinata
Setting : Heian/Kamakura Periode
...
"Hidenka-sama...."
Kelopak mata sewarna lili putih miliknya mengerjap pelan. Kepalanya merasa sangat pening. "Apa aku tertidur?" Tanya Hinata dengan suara lirih. Tangannya mengelus lembut perut buncit dimana buah hatinya bernaung.
Hinata tak tahu apa yang terjadi pada dirinya. Entah dia tertidur atau pingsan. Ketik telinganya mendengar kata 'entahlah' dari mulut sang suami seketika pandangannya menjadi gelap.
"Anda tertidur cukup pulas dan lama setelah Shogun-sama keluar..." Jawab Tomoyo. Dayang setia yang berada disampingnya. Lalu kemana sang suami yang mengatakan akan selalu menjaganya.
Hinata hanya tersenyum kecut. 'Sepertinya mereka mengira aku tertidur...'
"Kau tahu Shogun-sama kemana?" Tanya Hinata lembut sambil mencoba duduk.
Tomoyo dengan sigap membantu wanita yang tengah hamil tua itu untuk duduk. "Maafkan hamba Hidenka-sama..."
Hinata kembali tersenyum tipis ia menutupi rasa sakit hatinya dihadapan Tomoyo. Tangannya mengelus lembut perut besar yang tertutupi nagajuban putihnya. Bayi dalam rahimnya bergerak lembut. Setidaknya hal itu sudah cukup untuk mengobati rasa perih dihatinya.
🍃🍃🍃🍃
"Ku pikir kau menemani istrimu.." Shikamaru cukup terkejut melihat keberadaan sang Jenderal di Istana Chodo-in setelah menyaksikan sang permaisuri datang membuat kegaduhan di kediamannya tadi pagi. Bahkan sang istri tak henti-henti mengamuk karena piring antiknya yang dihancurkan oleh Permaisuri Mito tadi pagi.
"Dia baik-baik saja." Jawab Naruto dingin. Ia masih tetap fokus dengan kertas dan kuas di tangannya. "Ada laporan dari Naniwa, tentang keberadaan Uchiha Sasuke?"
"Ada surat dari utusan Naniwa tadi pagi. Dia mengatakan tak ada tanda-tanda keberadaan Uchiha Sasuke dan keluarganya." Jawab Shikamaru dengan raut serius.
"Izumi dan anaknya sudah pergi dari perbatasan Kyoto. Sasuke membawa seluruh keluarganya dari Kyoto. Cari tahu dimana dia mendapat perlindungan." Titah Naruto, yang baru saja selesai menulis diatas kertas. "Ini titah tugasmu beri stempel keshogunan dan berangkatlah besok pagi ke Naniwa. Ajak Sai bersama mu."
"Kau tidak ikut?"
"Ada yang harus ku selesaikan disini ."
Shikamaru tersenyum tipis mendengar jawaban Naruto. Ia tahu Jenderal itu sedang mengkhawatirkan istrinya.
...
"Bagaimana keadaanku Sara..?"
Sara kitsune muda dari Fuji adalah salah satu kitsune yang menempati posisi sebagai ketua dewan tabib istana menggantikan Haruno Kizashi. Mito memang ahli dalam pengobatan manusia dan para kitsune, bahkan selama Hinata mengandung dia melarang para dayang memanggil tabib untuk memeriksa Hinata. Dia sendirilah yang akan turun tangan.
Kenapa bukan Sara? Karena Hinata adalah manusia yang mengandung bayi dengan darah setengah kitsune. Sebuah kasus yang pernah terjadi beberapa tahun lalu pada Kushina. Yang hanya pernah di tangani oleh Sang Permaisuri Mito.
Tapi Mito tetap saja bisa sakit. Ia juga membutuhkan seorang tabib dari bangsa siluman rubah yang dapat merawatnya.
"Kesehatan anda sedikit menurun Kogo-sama anda jangan terlalu banyak menyalurkan energi Kitsune dulu." Dengan hati-hati Sara memapah Mito mendudukan diri diatas futton.
"Akhir-akhir ini banyak yang mengincar nyawa Naruto dan Hinata..." Mito berkeluh kesah sambil menyesap teh herbal buatan Sara. "Sara..., jika sebelum Hinata melahirkan aku sudah tiada, ku mohon bantuanmu."
"Anda ini bicara apa Kogo-sama..., anda adalah kitsune terkuat setelah Kurama Jii-san...."
"Aku pernah melahirkan bayi manusia, darah kitsuneku sudah tidak murni lagi..." Sangkal Mito dengan pandangan menyendu. "Aku rasa umurku tak akan lama lagi..."
"Sumimasen Kogo-sama... Shogun-sama sudah tiba di Dairi, beliau ingin menemui Anda." Tiba-tiba suara kasim menghentikan obrolan Sara dan Mito.
Sara menatap Mito, meminta persetujuan menjawab pemberitahuan sang kasim. Mito mengangguk, memberi Sara izin untuk mewakilinya menjawab sang kasim. "Kogo-sama mempersilahkannya masuk." Jawab Sara setengah berteriak. "Hamba permisi dulu Kogo-sama.." Pamit Sara sambil membungkukkan badannya sembilan puluh derajat.
...
"Ku dengar Ba-san sedang sakit. Padahal tadi pagi sempat-sempatnya mengamuk di kediaman klan Nara." Tanpa salam Naruto masuk begitu saja kedalam tempat peraduan Kaisar dan Permaisuri. Tiap ruangan di istana Dairi ini sudah ia anggap seperti istananya sendiri.
"Tak perlu mengkhawatirkanku, urus saja istrimu, dan berhenti menambah bebannya. Benih yang kau tanam dirahimnya saja sudah membuatnya kepayahan. Tak perlu lagi kau menambahkan dengan tingkah kekanakan mu"
"Dia memintaku menyerahkan tahta Shogun pada Uchiha Sasuke. Dia sama saja seperti Hyuuga lainnya tak dapat lepas dari Uchiha."
Jangan di kira Mito akan terpancing amarah dengan ucapan Naruto. Ia sudah cukup bijak untuk menghadapi hal seperti ini. "Kau sudah menikahinya, karena kau percaya padanya, pernahkah dia merancanakan pembunuhan padamu? Kau membantai keluarganya, menyiksanya, menjadikan adiknya budak lalu menyetubuhinya dengan kasar. Membuatnya mengandung bayi siluman. Pernahkah dia berniat menggugurkan bayi kalian?. Atau dia bisa saja meninggalkanmu?, tapi dia tak pernah melakukan semua itu. Dan hanya karena keinginannya menyudahi konflikmu dan Sasuke kau mengabaikannya. Dia membutuhkanmu, usia kandungannya semakin tua dia hanya manusia biasa Naruto. Janin kalian bergerak sangat liar, dia butuh dukunganmu."
Naruto terdiam. Ia duduk di samping meja pendek di kamar sang permaisuri dan malah menuang teh untuk dirinya sendiri. "Minggu depan aku akan ke Naniwa untuk menyusul pasukanku. Sasuke melarikan diri ke arah kota itu."
"Kenapa tidak hari ini saja. Kau ingin menghindari masalahmu kan?" Komentar Mito sinis.
Naruto terdiam dan beranjak pergi. Tapi sebelum keluar dari kamar permaisuri langkahnya terhenti.
"Kau masih ingin memastikan keadaan Hinata sudah membaik, baru kau bisa pergi."
Naruto tak memperdulikan ucapan Mito. Sekalipun ucapan itu benar dia tak akan mengakuinya.
....
Hinata memandang senja di ufuk barat Heian dari balik jendela . Tangannya senantiasa mengelus lembut perut buncitnya yang terasa kencang. Bayi dalam kandungannya menendang dengan sangat keras. Semakin tua usia kandungannya. Pergerakan jabang bayi yang bersemayam di dalam rahimnya semakin liar, hingga kadang dia merasa perutnya itu bisa robek kapanpun karena tendangan si bayi.
"Hidenka-sama...." Hinata mengalihkan pandangannya ke pintu geser yang terbuka. Ayame berdiri di sana sambil membungkukkan badannya sembilan puluh derajat.
"Ada apa Ayame-nee?" Tanya Hinata lembut.
"Di zanshiki, ada Hatake-sama..."
...
"Kau mau pulang Shikamaru."
Baru saja Shikamaru akan meranjak dari mejanya yang terletak di samping bawah singgasana keshogunan Naruto. Sang Jenderal kembali menyerukan namanya. Ia menolehkan wajahnya malas. Oh ayolah, bagaimana dia tidak kesal. Besok dia akan di utus ke Naniwa dan harus berangkat pagi-pagi sekali. Tidak bolehkah dia pulang cepat untuk hari ini.
"Aku ingin mampir kerumahmu." Kalimat yang di ucapkan Naruto bernada perintah. Tapi Shikamaru sudah bertekad untuk menolaknya. Dia tak mau istrinya mengamuk dan menyuruhnya tidur di rokka.
"Kau tak perlu takut. Aku tak akan menginap. Aku hanya ingin menemui tamu yang sedang kau tampung." Seringai tipis yang dinampakkan Naruto cukup untuk membuat Shikamaru mati kutu.
'Ia masih mengingat saat bertabrakan dengan Hanabi saat mabuk semalam.'
....
"Kakashi-sensei, Shizune-sensei, selamat datang..." Walau dengan hatinya yang tidak begitu baik. Hinata masih menampakkan senyuman tulusnya untuk tamu yang datang dari jauh.
Kakashi, dan Shizune berniat untuk bersujud dihadapan Hinata. Bagaimanapun mereka berada di istana Kamakura Bafuku dan dihadapan mereka sedang berdiri Nyonya dari istana ini.
"Eh?, apa-apaan ini..." Hinata buru-buru menghalangi Kakashi dan Shizune bersujud dihadapannya.
"Tapi Hidenka-sama..." Shizune merasa bahwa ini salah.
"Kakashi-sensei dan Shizune-sensei adalah guru dari seorang Jenderal. Tak sepatutnya kalian bersujud dihadapan kami..."
Shizune dan Kakashi saling pandang lalu mengangguk. Mereka benar-benar takjub dengan kerendahan hati Hinata. Mereka berdua sangat ingat ketika beberapa tahun silam saat menemani Sarutobi Hiruzen datang berkunjung ke istana ini. Hiruzen yang adalah guru dari Fugaku Shogun yang berkuasa saat itu, harus bersujud pada satu persatu keluarga Uchiha yang menyambut kedatangan mereka.
"Silahkan duduk sensei..., aku sudah meminta dayang untuk menyiapkan teh dan camilan..." Lagi-lagi Hinata tersenyum manis pada sepasang guru dari perguruan samurai ini.
"Bagaimana kandungan anda Hidenka-sama..?" Tanya Shizune tulus sambil melirik perut buncit Hinata.
Hinata tersenyum sekilas sambil mengelus lembut kandungannya. "Jangan panggil aku seperti itu Sensei, panggil saja nama kecilku. Dia baik-baik saja, sehat dan sangat lincah..."
"Apa dia laki-laki, Hinata?" Tanya Kakashi penasaran.
Hinata mengangguk sambil tersenyum antusias.
"Dia akan sangat mirip ayahnya.." Kakashi terkekeh geli. Seketika ia teringat dengan tingkah lincah anak didiknya itu.
"Syukurlah kalian baik-baik saja setelah kejadian itu..." Ujar Shizune legah, ia kembali mengingat kejadian di Shinto Ryu dimana Hanabi menyiksa Hinata yang tengah hamil tua itu.
"Aku sudah melupakannya Sensei. Biar bagaimanapun dia adalah adik kandungku. Bagiku, aku dan bayiku baik-baik saja itu sudah sangat cukup." Hinata memeluk sayang kandungannya. Hingga sedikit rasa iri menghinggapi batin Shizune. "Oh ya Sensei, bagaimana keadaan Hanabi? Aku sangat merindukannya, tapi Shogun-sama selalu melarangku untuk berkunjung kesana."
Shizune dan Kakashi saling melirik. Bagaimanapun apa yang terjadi tentang hukuman Hanabi dan Konohamaru serta kaburnya mereka dari Shinto Ryu harus di rahasiakan dari Hinata.
"Hanabi baik-baik saja..." Kakashi langsung menjawab dengan cepat.
"Yokatta..," ujar Hinata lega. "Hmmm, nampaknya Shogun-sama harus di beritahu kehadiran kalian. Aku akan menyusulnya ke Chodo-in. Kalian tunggu saja disini dan cicipi kuenya. Sebentar lagi akan ada dayang yang menunjukan kamar kalian..."
"Tak perlu Hinata, kau itu sedang hamil..."
"Tak apa Sensei lagi pula bayi ini sudah sangat merindukan Otou-channya...." Hinata tak sepenuhnya salah. Sebenarnya dialah yang sangat merindukan Naruto. 'Aku akan memanfaatkan kesempatan ini untuk meminta maaf pada Naruto dan memperbaiki kesalah pahaman yang terjadi.'
...
Hinata menapakkan kakinya yang dilapisi getta kayu. Dengan di bantu oleh Tomoyo perlahan ia menuruni kereta yang berhenti di gerbang kediaman klan Nara.
Hinata sudah menyambangi istana yang merupakan pusat pemerintahan sebelumnya. Tapi seorang kasim yang tengah merapikan ruangan Naruto mengabari jika suaminya ikut ke kediamana sang Saiteki.
Seorang kasim membukakan gerbang dan memberi hormat padanya. Hinata mengangguk sekilas dan membiarkan sang kasim berdiri setelah membungkuk sembilan puluh derajat di hadapannya.
"Apa Shogun-sama ada di dalam?" Tanya Hinata sopan walaupun hanya kepada seorang kasim.
"Silahkan masuk Hidenka-sama, Shogun-sama ada di zanshiki."
...
"Kenapa kalian kembali ke Kyoto?" Pertanyaan yang sama seperti pertanyaan yang dilayangkan oleh Shikamaru pada sepasang remaja ini. Tapi kali ini suasana jauh lebih mencekam karena yang bertanya pada mereka adalah sang Jenderal Samurai.
Tak ada jawaban dari Hanabi dan Konohamaru. Jika saat di tanya oleh Shikamaru mereka masih sempat bertengkar. Kini sepasang remaja itu hanya bisa terdiam sambil menunduk.
"Harusnya aku sudah menghabisimu setan kecil. Kalau bukan karena Konohamaru yang merelakan nyawanya untukmu. Kau lihat gara-gara tindakanmu, dia harus melepaskan posisi samurainya. Kau benar-benar pembawa sial."
"Hentikan Shogun-sama!"
"Nee-sama...." Hanabi langsung berlari dan berhamburan kepelukan kakaknya yang berdiri di depan pintu geser.
Naruto dan Konohamaru berdiri menyusul dua wanita Hyuuga yang tengah melepas rindu.
"Maafkan Hana Nee-sama..." Hanabi menangis pilu di pelukan sang kakak. Baru saja Hinata akan mengusap punggung bergetar sang adik. Sebuah tangan besar menarik adiknya kasar hingga Hanabi terpaksa melepas pelukannya dari sang kakak.
"Jauhi dia!" Perintah Naruto mutlak.
"Apa-apaan Shogun-sama!" Hinata sedikit berteriak dan itu cukup membuat Naruto naik pitam. Hinata membentak Naruto dihadapan para dayang dan kasim. Dan Naruto tidak suka itu.
"Pulang!" Usir Naruto sambil menunjuk kearah luar kediaman keluarga Nara.
"Tidak sebelum kau jelaskan semuanya!" Hinata kembali naik pitam. "Kau hampir membunuh adikku kan,? lalu Konohamaru yang bersedia menukarkan nyawanya, kau mengeluarkannya dari pasukan samurai!" Hinata melihat lebam merah pada pergelangan tangan adiknya dan jemari Hanabi yang terbalut perban. "Kau memerintahkan orang untuk mengikatnya seperti binatang dan menjepit jemarinya. Kau memang binatang yang tak punya hati!"
"Aku perintahkan pulang Hinata!" Naruto masih menahan emosinya.
"Kau tak punya hati Naruto!, Aku tahu kau di besarkan dengan penuh dendam. Kau tak memiliki orang tua dan saudara. Maka dari itu kau tak tahu apa artinya keluarga!"
Plak
"Nee-sama!"
"Hidenka-sama!"
Tomoyo dan Hanabi berteriak histeris. Sementara Konohamaru meringis sambil membuang muka. Tak tahan melihat sudut bibir Hinata yang dihiasi bercak darah.
Naruto melayangkan tamparannya pada sang istri yang tengah hamil tua.
"Akkkkhhh..." Hinata berjerit kesakitan
Tak sampai disitu. Naruto bahkan tega menjambak helaian kelam perempuan yang tengah mengandung benihnya. "Kau kembali membangkang padaku!" Tanpa belas kasihan Naruto menyeret tubuh wanita hamil itu keluar dari ruang tamu kediaman Nara.
Shikamaru dan Temari yang baru datang setelah mendengar keributan tak mampu berbuat apapun. "Shogun baka itu kembali tak mampu mengontrol emosinya." Geram Shikamaru. Sementara Temari hanya bisa meringis membayangkan betapa sakitnya Hinata yang tengah hamil tua diseret dengan jambakan dirambutnya.
Tomoyo langsung berlarian menyusul Hinata. Sementara Hanabi yang hendak menyusul malah di peluk dari belakang oleh Konohamaru. "Lepaskan Konohamaru, dia menyiksa kakakku!!!"
"Hanabi! Jangan ikut campur atau Hidenka-sama semakin di persulit."
....
Naruto berhenti tepat di depan kereta yang mengantar Hinata ke kediaman klan Nara. Ia mengeratkan jambakannya pada surai sang istri hingga safirnya bertemu dengan mutiara Hinata.
Tak ada tatapan nyalang dari mutiara Hinata. Yang ada hanya tatapan menahan kesakitan. Perutnya terasa kencang saat Naruto menyeret kasar dirinya terlebih lagi saat ia diseret menuruni tangga.
Tapi sang suami malah mencengkram pipi gembulnya hingga kepalanya pening karena dipaksa mendongak lebih tinggi.
"Dengar!, aku memang tak memiliki orang tua ataupun saudara. Aku dibesarkan dengan dendam dan kebencian!, Tapi perlu kau camkan Hinata, itu semua terjadi karena ulah keluargamu!" Naruto melepaskan jambakan dan cengkramannya dengan kasar hingga tubuh wanita hamil itu hampir oleng kebelakang.
"Tapi perlu kau ingat! Aku melakukan itu pada mereka. Karena aku tak ingin keluarga kecilku kembali di renggut. Sekarang pulang!" Naruto menunjuk pintu masuk kereta. "Jika tak ada dia di perutmu," Naruto menunjuk perut buncit Hinata. "Kau sudah kuberi pelajaran karena mempermalukanku, kau akan kuseret sampai ke istana ku, dan akan kuperkosa, seperti waktu itu.!"
Naruto langsung meninggalkan Hinata yang tampak ketakutan di depan kereta. Berbalik ke dalam kediaman keluarga Nara.
Hinata terpaku sambil menatap punggung tegap sang suami. Air mata meleleh dari mutiara lavendernya. Dia peluk erat perut buncitnya yang bergetar hebat karena tendangan brutal si janin di dalamnya. Ia mencoba menenangkan nyawa kecil tak bedosa yang bersemayam disana. "Jangan takut nak, ada Okaa-chan disini, jangan benci pada Otou-chan ya, dia sangat menyayangi kita, Okaa-chanlah yang salah."
...
"Aku beri waktu satu hari untuk kalian untuk meninggalkan Kyoto!" Ancam Naruto sambil menatap tajam pada Konohamaru dan Hanabi.
"Aku menuruti semua perintah anda, tapi ku mohon jangan siksa kakakku..." Cicit Hanabi sambil terisak.
Konohamaru merangkul bahu Hanabi yang bergetar hebat.
Naruto tak menanggapi sama sekali pemohonan Hanabi. Ia malah membuang muka kearah Saitekinya. "Shikamaru kita ke ruang kerja mu, ada yang ingin ku bahas."
...
"Mata-mata kita di Kyoto melaporkan bahwa Naruto dan pasukannya akan datang ke Naniwa besok pagi, Shogun-sama.. anda yang memimpin penyerangan ini jadi semua tergantung anda."
Sasuke tersenyum penuh kemenangan mendengar Yahiko yang memanggilnya dengan sebutan Shogun. Onixnya melirik pada dua kroninya, Toneri dan Neji. "Kita akan bagi dua pasukan, sebagian akan pergi ke Kyoto dengan jalur yang berbeda dari mereka. Sebagian lagi akan melakukan penyerangan pada pasukan yang datang ke Naniwa."
"Aku yang akan memimpin pasukan ke Kyoto." Neji menawarkan diri.
"Serang istana Kamakura Bafuku terlebih dahulu. Hancurkan semua milik Naruto." Tambah Sasuke dengan kilatan penuh dendam.
"Aku rasa kau bisa memberi pelajaran pada adik buncitmu itu.." Hasut Toneri pada Neji.
Neji hanya tersenyum misterius. Di otaknya sudah di penuhi dengan rencana. "Kita jadikan dia alat untuk menginjak harga diri Naruto."
Keempat orang itu tersenyum dari puncak benteng Naniwa. Memandang benteng Kyoto yang tak lama lagi akan mereka hancurkan.
つづく
Tsudzuku
Next chap
"Penyerangan Pertama,
Jebakan Naniwa"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top