065. Menjelang Penyerangan -1-

Disclaimer : Naruto belongs only to Masashi Kishimoto
Alternate Universe Love Story Of Naruto and Hinata
Setting : Heian/Kamakura Periode

🌺🌺🌺🌺

Song Fic Sad Story
By Lee Yoo Won
Ost. The Great Queen Seon Deok

🌺🌺🌺🌺

Mutiara lavendernya merembeskan air mata bening, menyatu dengan darah sang suami yang mengotori pipi porselennya. Demi apapun, ini adalah pertama kalinya ia melihat Naruto tak berdaya, terlepas dari penglihatan yang di tunjukkan Mito dialam bawah sadarnya. "Tolong...., kumohon... tolong kami..."

Teriakan kencang yang menguras tenaganya tak membuahkan apapun. Hanya deru angin musim gugur yang bersemilir di telinganya. Hingga tangan besar yang terasa dingin menyentuh pipinya. Membuat mutiaranya lavendernya melirik lirih sang suami yang tergolek tak berdaya di pelukannya.

Senyum tipis terukir dari bibir sang Shogun yang mengeluarkan darah segar. Kepalanya menggeleng. Naruto benar-benar tak menyukai jika istrinya itu menangis. Sungguh lebih baik nyawanya dicabut sekarang oleh dewa kematian. Dari pada kembali melihat air mata menetes di pipi kesayangannya tersebut. Apalagi jika ia yang menjadi penyebab air mata itu menetes.

"Kumohon.... siapapun... tolong kami....."

"Ssssttt... jangan berteriak......" Suara pelan nan lirih sang suami yang berdengung di gendang telinganya membuat Hinata meraung panik.

Haruskah ia mengalami karma atas perbuatan Naruto yang menjadikan Izumi janda saat ia tengah hamil besar. Tidak..., Hinata ingin egois kali ini. Ia tak mau bayi yang dikandungnya lahir tanpa melihat wajah ayahnya. "Jangan tinggalkan kami...." Permohonan memilukan itu terdengar dari bibir mungilnya.

"Tak akan pernah...." Suara lirih Naruto di sela-sela rasa sakit yang menderanya, membuat Hinata tak dapat menahan isakan pilunya.

Perlahan-lahan safir biru sang Jenderal di tutupi oleh kelopak mata sewarna madunya. Naruto mulai kehilangan kesadarannya. Dan keadaan itu membuat Hinata meraung semakin kencang di tengah keheningan bukit Fushimi.

...

"NARUTO!!!" Hinata mendongakkan kepalanya yang ia satukan dengan kening sang suami yang tengah sekarat. Secercah harapan menyinari sudut hatinya, kala mendengar suara lain yang menyerukan nama suaminya.

Mutiara lavendernya menangkap sosok tegap berhaori merah yang tengah berlari kearahnya bersama sang suami. Nagato akhirnya sampai di bukit Fushimi setelah berjuang keras melepaskan segel penangkal kitsune yang di pasang Sasuke di sekitar bukit. Pria raven itu sudah benar-benar merencanakan penyerangan ini dengan sangat rapi. Ia benar-benar mengincar nyawa sang Shogun.

Nagato meletakkan kedua jarinya di leher sang keponakan. Ia menghela nafas lega begitu merasakan bahwa Naruto masih bernafas. "Mereka sudah pergi?" Nagato menatap intens Hinata, mencari sebuah kepastian.

"Apa yang terjadi?!" Suara lengkingan seorang wanita membuat Hinata dan Nagato mengalihkan pandangannya sekilas. Mito, sang permaisuri telah tiba di bukit Fushimi, setelah meninggalkan bayangannya di istana agar rahasianya sebagai siluman tidak terbongkar.

Ibu satu anak besurai merah itu berlari mendekati keponakannya, ia berlutut di samping tubuh Naruto yang terkulai lemas di pangkuan istrinya. Meraih pergelangan tangan sewarna madu milik keponakannya yang tengah sekarat itu. Ia menggeleng cepat setelah merasakan denyut nadi Naruto yang tidak beraturan.

"Balikkan tubuhnya!" Pinta sang permaisuri pada Nagato.

Dengan sigap Nagato mengambil alih tubuh Naruto dari istrinya. Membalikkan tubuh Naruto di pangkuannya sendiri. Hingga luka tebasan katana Sasuke kini nampak jelas terlihat oleh dua pasang mata wanita yang sangat mengkhawatirkannya.

Hinata menutup mulutnya sambil terisak ketika melihat garis panjang yang mengeluarkan darah dari punggung sang suami. Bahkan baju zirah yang digunakan Naruto mampu di tembus oleh katana Sasuke.

Mito menyentuh sedikit darah di luka Naruto. Ia mencium bercak darah sang keponakan yang menempel di ujung jarinya. Ia menarik nafas cukup panjang sambil memejamkan matanya. "Katananya beracun. Sasuke mengoleskan shake bunga belerang pada katananya. Dan itu racun mematikan bagi kami para kitsune. Naruto punya darah manusia yang di wariskan oleh ayahnya, itulah yang membuatnya dapat bertahan."

"Kita bawa dia ke Fuji?" Usul Nagato. Tapi Mito menggeleng pelan.

"Naruto punya darah manusia. Bagaimanapun ayahnya adalah seorang manusia. Lukanya akan segera sembuh asalkan dirawat dengan baik. Dia hanya perlu sedikit energi dari kita. Jangan lupakan bahwa Naruto memiliki kitsune-bhi. Hoshi no tamanya terdiri dari elemen api, daya tahannya pada benda-benda penangkal kitsune jauh lebih baik dari pada kita. Jika kita yang mengalami serangan seperti ini, aku tak yakin kita masih bisa melihat mentari pagi."

Nagato mengangguk sekilas mendengar penjelasan Mito. Tanpa buang waktu dengan di bantu oleh Mito, ia memindahkah Naruto ke punggungnya. Membawa sang Jenderal Samurai ke istananya.

...

Naruto yang di bopong oleh Nagato dan Hinata yang di papah oleh Mito bertelepotasi dari bukit Fushimi tepat di dalam kamar Naruto di istananya. Tubuh Naruto di baringkan tengkurap di atas futton yang telah di bentangkan para dayang ketika mereka menghadiri Tsukimi Matsuri di Buraku-in.

"Kau sanggup untuk merawatnya sebentar? Aku harus kembali ke Buraku-in, suamiku dan para menteri masih menunggu disana, dan Nagato dia harus melapor dulu kepada suamiku."

Hinata mengangguk pelan menjawab pertanyaan sang bibi. Mutiara lavendernya menatap sendu pada wajah tan Naruto yang mulai memucat.

....

"KANPAKU-SAMA TELAH KEMBALI." Teriakan dari penjaga gerbang istana Buraku-in. Membuat lega hati Hashirama sang Kaisar. Mito yang telah kembali keposisinya disamping sang suami setelah berteleportasi dari istana Kamakura Bafuku, tersenyum lega.

Nagato berlutut dengan satu kakinya yang membentuk kuda-kuda setelah mengenyampingkan katananya. "Lapor Tenno-sama, hamba sudah membawa Shogun-sama dan Hidenka-sama kembali ke istana Kamakura Bafuku."

"Yokatta..., segera kirimkan tabib istana kesana." Titah sang kaisar. "Siapkan kereta, aku akan pergi ke istana Kamakura Bafuku untuk memastikan keadaan Jenderal terbaikku."

"A..an..ooo, Anata...." Mito buru-buru meraih bahu tegap sang suami. Bagaimana ia bisa membiarkan Hashirama mengunjungi Naruto, ketika ia akan menyalurkan energi silumannya pada sang keponakan. Tidak, Mito masih ingin hidup di damping sang suami. Ia tak mau para Daimyo kolot itu mengusirnya bersama sang putera dari istana karena identitasnya sebagainya siluman terbongkar.

Hashirama langsung mengalihkan pandangannya pada sang ratu tercintanya. "Ada apa Tsuma...?" Tanya Hashirama dengan sangat lembut.

"Anata...., ini sudah larut malam. Sebaiknya anda mengunjugi Naruto besok pagi saja. Aku takut jika anda datang malam ini hanya akan membuat Naruto dan Hinata merasa sungkan untuk beristirahat. Lagi pula hari ini adalah hari yang melelahkan bagi anda, anda harus menjaga kesehatan anda, karena negeri ini tak menginginkan Kaisarnya jatuh sakit." Jemari gemulai Mito ikut berbicara.

Elusan lembut tangan gemulai permaisurinya. Membuat sang Kaisar negeri Matahari Terbit ini, tak mampu mengelak permintaan sang istri. Hashirama menghela nafas pelan. "Baiklah, kalian boleh kembali kerumah masing-masing. Khusus untuk Shikamaru. Kau harus menempatkan beberapa samurai untuk berjaga di istana Kamakura Bafuku. Dan seluruh tabib istana harus di kerahkan ke istana Kamakura Bafuku." Titah Hashirama sebelum berbalik menuju kediamannya di istana Dairi.

Tak berselang lama setelah kepergian rombongan Kaisar. Pintu istana Buraku-in kembali terbuka. "Tunggu!"

Para samurai dan tabib istana yang hendak bergegas menuju kediaman sang Jenderal samurai menghentikan langkah mereka ketika suara sang permaisuri mengisntrupsi. Mereka membalikkan tubuh merka dan berlutut kearah balkon istana Buraku-in dimana sang permaisuri tengah berdiri. Jangan kira jika Hashirama sadar sang istri kembali ke tempat ini.

Mito telah menempatkan jelmaan dirinya untuk menggantikan posisinya di samping sang suami ketika ia kembali ke istana resepsi. "Tenno-sama memerintahkanku untuk menyampaikan bahwa tabib istana tak perlu datang ke istana Kamakura Bafuku. Ada kabar dari istana Kamakura Bafuku jika keaadaan Shogun sudah membaik."

Nagato yang masih dalam posisi berlutut tersenyum tipis. Ia tahu Mito sedang memalsuka titah suaminya sekarang. Bagaimana mungkin ia membiarkan para tabib itu mengobati luka Naruto. Dan mengetahui identitas sang Jenderal yang sebenarnya.

....

"Lepaskan aku!!!!" Mau tidak mau Sasuke harus menurunkan sang istri dari gendongannya. Sakura terus saja memberontak ketika ia bertelepotasi dari bukit Fushimi ke istana Naniwa. Bagaimanapun ia khawatir dengan kandungan Sakura yang masih rentan.

"Bisakah kau tak bertindak sembrono! Anakku sedang hidup di dalam perutmu!" Sasuke balas berteriak. Membuat semua pengkhianat dan Izumi yang berada di dalam istana pembuangan ini keluar untuk melihat keributan yang di sebabkan oleh sepasang suami istri Uchiha ini.

Plak

Izumi, Akatsuki, Toneri dan Neji terperanjat tidak percaya melihat Sakura melayangkan tamparannya di pipi sang suami. Mereka tahu betul bagaimana Sakura begitu menghormati pria Uchiha ini, bahkan saat mereka masih menjadi bocah ingusan.

Walaupun puteri mantan tabib istana ini sering berontak seperti seorang lelaki. Tapi jika sudah berhadapan dengan pria yang telah menjadi jodohnya sejak kecil ini, Sakura akan menjadi gadis penurut dan mudah diatur.

Dan pemandangan yang barusan terjadi sungguh tak dapat di percaya. Sakura tanpa sedikitpun rasa takut menampar telak pipi pasangan hidupnya itu.

"Hhhhhhhhh..." Sakura terengah dia merasakan panas di telapak tangannya setelah menampar pria yang bertanggung jawab atas hidupnya setelah kematian ayah tercintanya.

Sementara Sasuke, pria raven itu memegangi satu sisi pipinya yang di tampar oleh sang istri. Onixnya menatap nyalang Sakura yang telah lancang terhadap dirinya. Ia berjalan mendekat ke arah Sakura dengan aura gelap yang dapat dirasakan oleh semua orang yang menyaksikan pertengkaran mereka.

"Kenapa?, mau membunuhku dan anakmu?" Sakura menantang sang suami dengan membusungkan perutnya yang sedikit membuncit.

Sasuke tanpa aba-aba mencengkram dua bahu Sakura. Menatap tajam emerald sang istri yang telah berani melawannya. "Kau membela Dobe sialan itu, hm?" Pertanyaan pelan namun menusuk itu terlontar dari mulut Sasuke. Izumi yang tak tahan melihat Sakura yang terpojok seperti itu mencoba melangkahkan kakinya turun dari rokka untuk melerai adik dan adik iparnya.

Tapi tangan Neji mencekal lengannya, "Biarkan." Ucap Neji dingin. Dan mampu membuat Izumi terdiam karena rasa sakit pada lengannya yang di cengkram Neji. Izumi ingin berontak. Tapi ia tahu usahanya sia-sia. Ia tak mengerti ke tempat apa Sasuke membawanya. Firasatnya mengatakan bahwa keberadaannya di tempat ini tidaklah benar.

Di tambah lagi, kenyataan yang mencengangkan, bahwa Neji, sang pangeran Hyuuga yang dinyatakan mati saat pembantaian besar-besaran yang dilakukan Naruto. Kini tampak segar bugar dihadapannya.

Emerald Sakura membalas tatapan tajam sang suami. Tak ada rasa takut sedikitpun di hati Sakura. Batinnya sungguh terasa sakit. Saat mendengar sang suami yang tega menukarkan nyawanya dan bayinya untuk sebuah tahta Shogun. "Khe, kau mengatakan aku membelanya?" Sakura tersenyum remeh menjawab pertanyaan sang suami dengan pertanyaan lagi. "Kau selalu mengatakan dia itu pria keji yang tega membantai keluargamu, tapi setidaknya dia mencintai istri dan anaknya!" Sakura melengking kencang.

Sasuke diam terpaku. Tanpa sadar ia melepaskan cengkraman kedua tangannya pada lengan sang istri.

"Kau terdiam Uchiha-sama?" Suara Sakura yang selalu terdengar hangat di telinganya kini menjadi dingin dan menusuk. "Sebegitu tak berharganyakah diriku dan anak ini di banding tahta Shogun?" Kini suara Sakura mulai terdengar bergetar.

Sementara Sasuke hanya menunduk, ia tak mampu menjawab pertanyaan sang istri yang menusuk relung hatinya.

"Dan sekarang kau bawa ketempat apa kami?!" Emerald Sakura menyusuri tiap wajah penghuni istana Naniwa. Ia kenal betul wajah-wajah itu. Toneri, sang mantan putra mahkota yang telah di usir dari Daidairi bersama ibunya.

Lalu Akatsuki, pasukan samurai pelindung klan Uchiha yang telah dinyatakan meninggal oleh pemerintahan. Lalu yang paling mengejutkan adalah keradaan sang sulung Hyuuga. Kakak kandung istri sang Jenderal Samurai yang telah dianggap telah mati setelah pembantaian klannya.

Sakura tersenyum kecut dan melempar tatapan nan menusuk pada suaminya. "Kalian merencanakan makar?"

...

Rintik gerimis musim gugur mulai turun di tengah malam langit Kyoto. Shikamaru, pria berjanggut tipis yang menjabat sebagai Saiteki di Kamakura Bafuku ini masih termenung di ruang tamu kediamannya. Pikirannya di penuhi dengan berbagai analisa. Bukan tentang keadaan Jenderalnya yang kini menjadi fokus perhatiannya.

Melainkan penyebab dari semua penyerangan yang terjadi pada puncak perayaan memandang bulan purnama yang terjadi malam ini. Jujur, ia merasa ikut andil dalam masalah ini. Karena kelengahannya sehingga buronan keshogunan bisa menembus benteng pemeriksaan yang di buatnya. 'Salah satu dari Samurai itu pasti menyusupkan Uchiha Sasuke ke dalam Dairi.'

Tangannya meraih secawan shake yang terletak di meja pendek tepat dihadapannya. Baru saja tangannya mendekatkan cawan kecil itu ke bibir.

Sreeekkk

Suara pergeseran shoji yang terbuka membuatnya tersentak. "Berhentilah meminum shake jika hanya ingin menghangatkan tubuh."

Shikamaru mengalihkan pandangannya pada pintu geser yang sedang di buka sang istri. Temari, istri yang telah dinikahinya selama dua tahun itu tengah berjalan masuk sambil membawa nampan berisi teh hangat.

"Kau belum tidur?" Tanya Shikamaru berbasa-basi.

Temari mendudukkan dirinya di samping sang suami, dan mulai menata poci berisi teh hangat dengan campuran ginseng lengkap dengan cawan-cawan kecilnya. "Shikadai, baru saja tertidur, dia sedikit terkejut dengan penyerangan di Buraku-in, tadi." Jawaban yang tidak sesuai dengan pertanyaan sang suami. Karena Temari tahu, pertanyaan sang suami hanya basa-basi.

Wanita bersurai pirang itu lebih memilih membicarakan putera mereka yang baru berusia satu tahun. Ini adalah Tsukimi Matsuri pertama bagi anak mereka. Temari memutuskan membawa bayi berusia satu tahun itu untuk menyaksikan semaraknya perayaan melihat bulan purnama di istana resepsi dinasti Heian. Tapi mereka malah menyaksikan penyerangan yang dilancarkan seorang buronan.

"Kalian tak terluka?" Tanya Shikamaru sambil meraih cawan kecil yang berisi teh yang telah di tuangkan sang istri dari poci.

"Kau tahu bagaimana caraku melindungi anak kita?" Temari menuangkan teh ke cawan untuk dirinya sendiri.

Shikamaru tersenyum tipis ia tahu bagaimana tangguhnya sang istri. Temari adalah mantan samurai wanita. Ia melanjutkan menyesap tehnya. Hingga pria berkuncir itu sadar ada rasa yang berbeda dari teh yang tengah di seruputnya. "Ginseng? Goryeo?"

Temari tersenyum simpul saat menyadari akan kepekaan sang suami tentang teh yang di tenggaknya. "Seorang teman membawanya sebagai oleh-oleh.."
Jawaban sang istri membuat Shikamaru mengerutkan dahinya. Ia penasaran tentang teman yang datang dari dari salah satu kerajaan yang bertetangga dengan negeri mereka.

Temari kembali menampakkan senyuman yang membuat rasa penasaran suaminya kian membuncah. Ia tahu benar, tak bisa berlama-lama bermain teka-teki dengan sang Saiteki "Konohamaru dan Hanabi baru tiba dirumah kita. Mereka baru kembali dari Goryeo."

つづく
Tsudzuku

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top